webnovel

Kamu di Luar Duniaku

Ratna_Andia · Teen
Not enough ratings
12 Chs

BAB 7

"Yuk berangkat. Aku udah siap." Rania keluar dari pintu rumahnya dengan sweater berwarna merah marun yang di padukan dengan jeans berwarna biru pudar. Dia terlihat cantik dengan rambut yang di urai sebahu. Agar lebih manis dia menambahkan jepit rambut bergambar bunga berwarna pink yang di gunakan di sisi kanan rambutnya.

"Yuk. Jangan lupa di kunciin ya rumahnya." Langit tersenyum melihat kekasihnya yang cantik itu. Dia meraih tas besar yang di bawa Rania demi membantu Rania agar tak terlalu berat membawa barang bawaannya.

"Udah kok. Yuk. Telat lagi nanti. Kasihan kalau yang lainnya nunggu kita terlalu lama." Rania meraih tangan Langit dan menggandeng tangannya dengan begitu erat. Langit tersenyum ke arahnya. Senyum manis yang beberapa hari terakhir ini menjadi pemandangan indah bagi Rania. Karena sebelumnya memang Langit tak pernah bisa tersenyum sedikitpun. Namun entah kenapa, semenjak Rania menciumnya malam itu, Langit yang awalnya dingin, kini berubah menjadi lebih hangat. Yah, meskipun belum bisa menjadi romantis. Tapi tak apa. Begitu saja Rania sudah sangat bahagia.

"Ikut aku ambil uang dulu ya. Buat persiapan. Takutnya kalau pas di gunung kita kehabisan uang." kata Langit. Rania mengangguk mengiyakan.

Pagi ini mereka berdua bersama dengan Inez dan juga Kevin berencana untuk pergi menghabiskan malam tahun baru dengan berkemah di pegunungan yang memang ramai di gunakan untuk muda-mudi mengisi malam pergantian tahun. Lokasinya yang berjarak tempuh sekitar 6 jam membuat mereka berempat harus berangkat pagi-pagi sekali agar mereka tak kehabisan tempat.

**

"Serahkan uangnya! Atau akan aku bunuh pacar kamu ini!" seseorang menodongkan pisau ke arah Rania dan menyanderanya di depan ATM setelah Langit mengambil uang.

"Oke! Aku kasih uangnya. Tapi kamu lepasin dulu pacar aku." kata Langit. Dia terlihat khawatir melihat Rania.

"Serahkan dulu uangnya." kata penjahat itu. Penjahat itu semakin rapat mencengkeram tubuh Rania. Dia bahkan semakin dalam menancapkan mata pisaunya ke arah leher Rania sehingga leher Rania tergores dan berdarah.

Tak ada seorang pun yang menolong mereka. Bahkan security pun sudah di buat pingsan oleh penjahat yang ingin merampok mereka tersebut.

"Heh. Jangan kurang ajar kamu ya! Berani-beraninya kamu melukai dia. Lepaskan dia atau kamu aku bunuh, penjahat kurang ajar!" teriak Langit. Dia tampak begitu terpengaruh setelah melihat Rania terluka.

"Langit. Tenang. Aku nggak apa-apa. Jangan kasih uang sepeserpun pada penjahat kayak dia. Dia nggak akan membunuhku. Percaya sama aku. Dia hanya menggertak dan menakut-nakuti kita." Rania masih terlihat tenang meskipun darah mengalir semakin deras dari lehernya.

"Tapi kamu terluka." Langit tak tahan melihat Rania terluka.

"Ah. Jangan banyak bicara. Serahkan uangnya sekarang. Atau kalian berdua akan mati." penjahat itu kini menodongkan pisaunya ke arah Langit.

Langit masih diam di tempatnya. Dia tak bergeming. Dia tak takut dengan ancaman penjahat itu. Yang dia pikirkan hanya Rania. Rania terluka.

Sedangkan Rania, tak ada sedikit pun kekhawatiran yang tergambar di wajahnya. Dia begitu tenang.

Melihat ada celah ketika penjahat itu menjauhkan pisau dari lehernya dan menodongkannya ke Langit, Rania mulai menunjukkan kebolehannya dalam berkarate. Dia segera menghajar dan melumpuhkan penjahat itu hanya dengan beberapa pukulan pamungkas. Tanpa banyak perlawanan, penjahat itu akhirnya pingsan.

Setelah berhasil membuat penjahat tadi tak sadarkan diri, Rania dan Langit berniat untuk cepat-cepat pergi dari tempat itu. Namun ternyata Rania tak menduga kalau penjahat itu terbangun Lagi. Dia berlari dengan cepat ke arah Langit dan hendak menusukkan pisau tajam yang di bawanya kepada Langit dari arah belakang.

Rania yang melihat itu segera memasang badan, berniat untuk menyelamatkan Langit. Hingga akhirnya pisau itu mengenai perut Rania dan membuat darah bercucuran ke mana-mana.

Langit begitu terkejut melihat apa yang Rania lakukan untuk menyelamatkan dirinya.

Penjahat yang menyerang mereka juga terkejut karena dia salah sasaran. Dia segera melarikan diri karena takut ada orang lain yang datang dan menyelamatkan mereka.

Langit yang masih terkejut, segera mengangkat tubuh Rania yang terluka dan segera membawanya ke rumah sakit. Rania masih bisa membuka matanya, namun dia tak mampu berbicara karena tubuhnya yang begitu lemah, menatap Langit dengan pandangan matanya yang nanar. Dia seakan ingin mengatakan sesuatu, namun dia tak memiliki kekuatan untuk itu.

"Sabar ya Ran. Sebentar lagi kita sampai. Kamu harus kuat." kata Langit di kursi kemudi. Dia mengendarai mobilnya dengan begitu cepat.

Dia terlihat begitu khawatir. Dia seperti tak ingin kehilangan Rania. Dia seperti akan mati jika kehilangan Rania.

Tangannya yang terlihat kokoh kini menjadi gemetar saat memegang kemudi. Keringat bercucuran keluar dari dalam tubuhnya. Matanya berkaca-kaca seakan ada mendung yang siap menumpahkan hujan di atas muka bumi. Melihatnya seperti itu membuat semua orang yang melihatnya akan tahu bahwa 'Langit yang tinggi' itu kini akan runtuh.

**

"Langit! Apa yang terjadi dengan Rania?" Inez yang datang bersama Kevin, bertanya kepada Langit yang duduk tertunduk di kursi depan ruang operasi.

"Kami hampir di rampok di depan ATM. Rania mencoba menyelamatkanku saat penjahat itu ingin menyerangku." Langit masih saja tertunduk. Dia tak ingin mengangkat wajahnya. Dia tampak begitu menyesal karena tak bisa melindungi Rania.

"Terus, gimana keadaan Rania?" tanya Kevin. Dia juga tampak begitu mengkhawatirkan Rania.

Langit tak menjawab. Dia hanya menggeleng pelan tanda dia belum tahu tentang bagaimana kondisi Rania saat ini.

"Semoga dia enggak kenapa-kenapa. Rania wanita kuat. Dia wanita hebat. Berkali-kali dia terluka seperti ini karena menyelamatkan orang lain. Bahkan di saat kami masih SMP dulu, dia juga pernah seperti ini. Dia berusaha sok jagoan menyelamatkan seorang Ibu yang di rampok di pasar. Padahal waktu itu dia baru belajar karate. Tapi dia udah berani banget sama penjahat yang tubuhnya gedhe." Inez mengenang masa remajanya dulu bersama Rania. Dia memang bersahabat dengan Rania semenjak mereka duduk di bangku kelas 3 SMP. Sejak saat itulah mereka tak pernah terpisahkan. Inez begitu menyayangi Rania yang cantik dan baik. Sedangkan Rania juga begitu menyayangi Inez yang cantik dan perhatian.

"Konyol sekali dia. Seharusnya aku yang terluka. Tapi tanpa berpikir panjang, dia menghalangi penjahat itu, sehingga dia yang akhirnya terluka. Aku juga bodoh karena tak bisa menyelamatkannya. Dia bahkan bertarung melawan penjahat itu sendirian, dan aku hanya diam saja." Langit memegang kepalanya. Dia tampak begitu menyesal.

"Kamu nggak perlu menyalahkan diri kamu sendiri. Rania tahu kalau kamu nggak bisa menyelamatkannya karena ada alasannya." Inez mencoba meringankan rasa penyesalan yang Langit rasakan.

"Maksud kamu?" Langit sedikit tak mengerti dengan apa yang Inez katakan.

"Kami sudah tahu kalau kamu dulu atlet karate juga. Kevin yang kasih tahu aku dan Rania. Dan Kevin tahu berita tersebut karena dia sudah ingin menjadi atlet karate sejak kecil. Jadi sejak kecil dia selalu mengikuti berita tentang karate. Pada saat itu dia melihat kamu di berita olah raga kalau kamu adalah atlet karate yang berbakat. Kamu selalu menang di setiap kejuaraan. Namun sayang, karir kamu cuma sebentar. Kamu pensiun menjadi atlet karena kamu cedera. Setelah mendengar cerita Kevin, Rania segera mencari informasi tentang penyakit 'cedera tulang belakang'. Itulah sebabnya Rania berusaha melindungi kamu. Mungkin dia tahu kalau kamu masih merasakan rasa sakit karena cedera itu sampai saat ini. Dia tak ingin kamu mengalami luka yang semakin membuatmu merasakan sakit yang lebih parah dari sebelumnya." Inez menjelaskan panjang lebar.

Langit diam mendengar penjelasan Inez.

"Rania sayang banget sama kamu. Tolong jaga dia. Jangan sakiti dia." Inez memohon.

Langit menoleh ke arah Inez. Dia tak mengatakan apapun. Tatapan matanya begitu nanar. Ada luka yang tampaknya sedang dia tahan rasa sakitnya. Entah itu di sekujur tubuhnya karena cedera sepuluh tahun lalu yang memang masih belum sembuh, ataukah luka itu terletak di hatinya. Tak ada yang tahu. Dia hanya terlihat begitu menyedihkan.

***