webnovel

Tentang Waktu

Terkadang manusia berpikir bahwa kehidupan orang lain lebih indah dari pada hidupnya. Mereka berpikir bahwa apa yang mereka rasakan tak pernah bisa orang lain rasakan. Namun percayalah, sebenarnya kehidupan orang yang kamu pikir baik tak seindah apa yang kamu pikirkan.

Park Ha Na kembali lagi ke korea selatan, setelah beberapa tahun ia menetap di Indonesia. Ha Na melanjutkan sekolah SMA-nya yang tertunda di Indonesia di kota Seoul, Seoul High School. Ia duduk di kelas dua, untung saja ia pindah ketika ajaran baru dimulai, jadi ia tidak terlalu tertinggal pelajaran.

Ha Na asli keturunan Korea, namun ia berdarah campuran, dari ibunya yang berdarah asli Indonesia. Dulunya, Ha Na memang tinggal di Seoul dari ia lahir, namun tiga tahun sebelumnya ia pindah ke Indonesia, dan baru sekarang ia kembali lagi ke Seoul, melanjutkan study-nya.

Ha Na sangat suka memainkan violin. Walaupun ia baru bermain violin selama tiga tahun kurang, namun ia sudah lumayan mahir memainkannya. Ia berlatih se-sering yang ia bisa, ketika Ha Na sudah bisa memainkan instrumen yang ditugaskan oleh ibunya, Ha Na langsung menampilkannya di depan ibunya. Ha Na memang baru belajar bermain violin, tapi mungkin karena ia mempunyai darah dari seorang pemain violin profesional, Ha Na dapat memainkannya tanpa perlu waktu yang lama.

Selama tiga tahun hidupnya ia isi dengan berlatih bermain violin bersama ibunya. Violinnya pun ia dapatkan dari violin ibunya. Violin yang sangat berharga bagi Ha Na.

Untungnya ketika ia kembali pindah ke Seoul, sahabatnya tidak melupakan Ha Na. Ha Na memilih sekolah yang sama dengan sahabatnya, namanya Choi Jun Ki. Lelaki yang kembali mau menemani Ha Na ketika ia datang ke Seoul. Jun Ki juga yang menyarankan agar Ha Na pindah di sekolahnya saja. Mereka bersahabat ketika mereka berada di sekolah dasar. Sudah lumayan lama ternyata.

Ha Na senang ketika mendengar kalau sekolah barunya mempunyai club music dari berbagai jenis alat musik. Ha Na bisa masuk dan kembali menjatuhkan hatinya pada violin kesayangannya. Ah bukan. Violin kesayangan ibunya.

Ha Na ingin menata kembali kehidupannya di Seoul. Ingin menemukan alasan ia harus bertahan di Seoul. Ingin menikmati masa remaja di Seoul. Dan juga ingin merasakan jatuh cinta lagi, di Seoul tentunya.

Ha Na berharap kedatangannya kembali ke Seoul membuat orang disekitarnya bahagia, walaupun Ha Na yakin tidak semua orang bahagia di saat bersamaan.

Apa kamu tahu, saat ini aku sedang berusaha agar semuanya tetap baik-baik saja.

Park Ha Na

Seoul, Musim Semi 2020

...........

Ha Na tidak akan menceritakan bagaimana saat pertama ia masuk ke sekolah barunya. Bagaimana teman-teman barunya menatap menuntut penjelasan akan siapa dirinya. Tidak, itu hanya akan membuang-buang waktu Ha Na saja. Karena semuanya sama saja.

Say hello. Memperkenalkan diri. Dan mendapat pertanyaan dari salah satu teman barunya. Seperti..

'Kenapa kau pindah ke Seoul?'

'Ku dengar orang Indonesia ramah-ramah. Apa kau juga ramah?'

Kurang lebih seperti itu pertanyaan yang dilontarkan untuk Ha Na. Choi Jun Ki yang ternyata satu kelas dengan Ha Na hanya tersenyum menahan tawa mendengar pertanyaan kedua yang di tujukan pada Ha Na.

Sudah satu minggu Ha Na bersekolah, tapi Ha Na sudah mendapatkan banyak tugas sekolah, dan juga menyusul mata pelajaran yang tertinggal selama satu bulan sebelum ia masuk.

Ha Na lelah, ia masih belum bisa terbiasa untuk kembali menjalani belajar yang super padat di Korea Selatan. Karna di Indonesia ia belajar tidak terlalu sepadat seperti sekarang.

Ha Na memenuhi keinginannya untuk mengikuti club musik. Rasanya sangat berdebar saat membayangkan ia akan berkumpul dengan orang-orang yang mahir dalam ber musik. Ha Na tidak bisa di bilang amatir walaupun ia terhitung baru beberapa tahun mempelajari violin, namun tidak juga dibilang jenius untuk ukuran pemula.

Dalam ruangan ini terdapat banyak murid yang mengikuti Club Musik. Ha Na duduk di belakang bersama sahabatnya Choi Jun Ki, memperhatikan beberapa murid yang mengobrol dengan akrab sambil sesekali tertawa bahagia.

"Eotte? (Gimana) Apa kau gugup?"

Ha Na menatap Jun Ki yang berada di sebelahnya. Ia tidak mengelak jika ia tidak gugup. Ha Na sangat gugup mendengar informasi dari Jun Ki jika ada anggota baru yang masuk ke club musik, anggota itu di wajibkan untuk memperkenalkan diri dan juga mencoba menampilkan konsentrasi apa yang ia ambil di club musik.

Club musik disini di bagi menjadi empat konsentrasi pilihan. Piano, biola, tarik suara atau bernyanyi, dan dancer. Dan tentu saja Ha Na memilih biola, karena alasan ia masuk ke club ini agar ia bisa lebih mahir dalam memainkan violinnya.

"Bagaimana jika permainanku buruk?" Tanya Ha Na pada Jun Ki yang juga menatapnya.

"Entahlah, aku tidak yakin. Karna aku belum pernah mendengar kau bermain dihadapanku."

Ha Na memukul bahu Jun Ki. Namun yang di pukul hanya tertawa memperlihatkan gigi kelincinya. Bukannya menyamangati, Jun Ki malah membuat Ha Na semakin gugup.

"Ya! Jantungku berdegub sangat cepat." Ha Na memegang dadanya dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanannya menggenggam tangan Jun Ki.

"Kalau jantungmu tidak berdegub, artinya kau sudah mati."

Ha Na menghempaskan tangan Jun Ki kesal. Percuma saja ia berbicara padanya yang selalu dibalas dengan candaan. Jun Ki tertawa melihat tingkah Ha Na yang memanyunkan bibirnya. Ia gemas. Ingin menariknya sampai bibir itu panjang seperti bebek.

"Ya! Taek Won-ah! Yeogi! (Disini)" Jun Ki berteriak memanggi orang yang baru saja masuk keruangan Club. Ha Na melihatnya, menaikkan sebelah alisnya, meneliti apa yang dilakukan Kim Taek Woon, sahabatnya Jun Ki di club musik dan juga teman sekelas Ha Na dan Jun Ki.

Taek Won menemukan suara yang memanggilnya dan langsung menghampiri Jun Ki. Ha Na kira Taek Won akan duduk di belakangnya dan Jun Ki. Namun salah. Taek Won malah duduk disamping Ha Na.

"Kenapa kau telat?" Tanya Jun Ki, kepalanya sedikit ia majukan agar bisa menatap Taek Won.

"Kau tahu apa yang aku lakukan." Jawabnya dengan senyumnya yang lebar. Ha Na tidak mengerti apa yang di maksud Taek Won 'kau tahu apa yang aku lakukan'. Ha Na hanya takut ketika Taek Won tersenyum selebar itu akan dapat merobek mulutnya.

"Ya! Berhentilah bermain-main."

"Belum ada yang mampu membuatku berhenti."

Mereka berdua bertanya di tengah keberadaan Ha Na. Ingin rasanya Ha Na pindah tempat duduk. Ha Na seperti menjadi orang ketiga diantara mereka berdua.

"Ngomong-ngomong Ha Na-ya, kau ikut club musik juga?" Taek Won bertanya pada Ha Na yang sedari tadi hanya diam menyimak obrolan antara Jun Ki dan Taek Won. Ha Na menoleh membalas tatapan Taek Won.

"Ne. (Iya). Wae? (Kenapa?)"

"Anio. (Tidak). Aku tidak menyangka kalau kau akan ikut club musik." Jawab Taek Won masih dengan senyuman lebarnya.

"Kau benar! Akupun tidak menyangka kalau dia akan masuk club musik." Tambah Jun Ki sambil menunjuk Ha Na.

"Ya! Kalian berdua ingin-ku pukul?!" Ucap Ha Na menatap mereka bergantian. Jun Ki dan Taek Won hanya menanggapinya dengan tertawa.

"Lalu, apa kau gugup?" Taek Won kembali bertanya, namun tidak dengan sambil terkekeh.

"Aku gugup." Ucap Ha Na sambil meremas ujung roknya.

"Tenang saja, Jung Saem pasti tidak akan memberimu permainan berat."

Inilah yang Ha Na butuhkan sedari tadi. Kata-kata penenang. Bukan seperti Jun Ki yang malah membuat Ha Na kesal saja.

Ruangan yang tadinya ramai dengan suara kini mulai sepi. Menandakan kalau guru musik sudah datang. Ha Na yang duduk di belakang tidak terlalu jelas melihat guru musiknya. Ia tidak terlalu memaksakan diri untuk tahu wajahnya, karna nanti ia akan bertatapan langsung ketika memperkenalkan diri ini.

"Good afternoon all." Sapa guru musik yang ada di depan. Soktak semuanya membalas dengan kompak.

"Aku yakin hari ini keadaan kalian baik-baik saja. Jadi aku akan memperkenalkan anggota baru di club musik kita."

Semuanya langsung berbisik menerka siapa anggota baru yang akan bergabung dengan mereka. Jun Ki dan Taek Won yang sudah dapat menerka siapa yang Jung Saem maksud hanya menatap Ha Na sambil menampilkan senyum lebar dari keduanya. Ha Na yang di tatappun bertambah gugup.

"Aku tahu kalian sudah penasaran siapa orangnya. Park Ha Na, silahkan maju kedepan." Kata-kata yang singkat namun mampu membuat Ha Na sangat gugup.

Ha Na berdiri, dan semua orang yang berada di ruangan ini langsung menatap Ha Na.

"Hwaiting!" Bisik Taek Won menyemangati.

Ha Na maju kedepan. Ia semakin gugup ketika ia tahu semua mata tertuju padanga.

"Baiklah silahkan perkenalkan dirimu." Ucap Jung Saem yang berdiri disamping Ha Na.

"Annyeong Hasimnikka. Je ireumeun Park Ha Na imida. (Halo. Nama saya adalah Park Ha Na). Aku mengambil konsentrasi biola."

"Woaahh!" Semuanya bersorak, dan Ha Na semakin gugup.

"Apa kau membawa biolamu?" Tanya Jung Saem. Ha Na mengangguk, meng-iyakan. "Ambil dan bawalah kemari."

Ha Na kembali ketempat duduknya mengambil biola yang ia letakkan di atas kursinya. "Ya! Kenapa kau tidak membawanya?" Omel Jun Ki.

"Diamlah!" Ha Na hanya menjawabnya singkat. Ia kembali kedepan, dan kegugup-annya tidak juga menghilang.

"Baiklah. Aku tidak akan memberimu tes lagu yang sulit. Kau hanya perlu memainkan lagu We Wish You a Merry Christmas dan Happy Birthday."

Ha Na terdiam menatap Jung Saem. "Waeyo? Kau tidak berpikir aku akan menyuruhmu memainkan karya Chopin atau Niccolo Paganini kan?" Tanya Jung Saem di tengah diamnya Ha Na. Murid yang menatap Ha Na pun ikut terdiam.

"Ya! Santaikan dirimu. Aku tidak mungkin langsung menyuruhmu memainkan karya Chopin dan yang lainnya." Jelasnya yang diakhiri kekehan kecil dengan senyum yang lebar.

Ha Na mengangguk meng-iyakan. Kemudia ia mulai memainkan lagu yang Jung Saem katakan. Tidak membutuhkan waktu lama untuk memainkan kedua lagu itu.

Ha Na menatap Jung Saem dan juga anggota club musik. Menanti tanggapan apa yang akan mereka berikan. Namun pada detik kelima, semua yang ada diruangan ini bertepuk tangan meriah. Entah untuk menghargai penampilan Ha Na atau memang permainan Ha Na yang bagus. Entahlah Ha Na tidak memikirkan itu.

"Sudah berapa lama kau bermain biola?"

"Hhmm sekitar tiga tahun kurang, mungkin?"

Jung Saem hanya mengangguk-anggukkan kepalanya sambil memegang dagu layaknya orang sedang berpikir atau menilai.

"Baiklah, kau bisa kembali ke tempatmu."

Ha Na kembali ke tempat duduknya masih dengan keadaan gugup. "Ya! Aku tidak menyangka kalau kau benar-benar bisa bermain biola." Ucap Jun Ki ketika Ha Na baru saja menempelkan bokongnya.

"Dan aku juga tidak menyangka jika Jung Saem masih sangat muda dan tampan. Berapa usianya?" Bukannya menanggapi ucapan Jun Ki, Ha Na malah membahas perihal Jung Saem yang masih sangat muda dan tampan.

Jun Ki mendengus mendengar ucapan Ha Na, berdecih karena Ha Na malah mengalihkan pembicaraan.

"Aku lebih tampan dari pada Jung Saem."

Ha Na yang mendengar ucapan Taek Won yang disampingnya langsung menoleh. Menatap Taek Won yang sedang berlagak sok tampan. "Ya! Apa kau sedang bercanda?"

"Tidak! Memang benar kalau aku ini tampan."

Ha Na yang mendengarnya berdecih sambil kembali menatap kedepan dimana Jung Saem berada.

"Kau ku maafkan karna itu hanya bercanda."

"Ya! Kubilang aku tidak bercanda!"

"Ya!"

"Ya!"

Ha Na dan Taek Won beradu argumen, Jun Ki yang menyaksikannya hanya terkekeh tidak berniat memisahkan mereka berdua. Sampai suara Jung Saem terdengar dan menghentikan perkelahian kecil antara Ha Na dan Taek Won. "Oke guys, karena kalian sudah mendengar anggota baru kalian bermain. Sekarang kita berkumpul diruangan masing-masing."

"Nee!!" Semuanya kompak bersuara.

"Ruangan masing-masing? Apa maksudnya?" Tanya Ha Na menoleh ke arah Jun Ki dan Taek Won, meminta penjelasan.

"Ah ya, aku lupa kalau kau anggota baru. Jadi untuk setiap konsentrasi memiliki ruangan yang berbeda." Jelas Taek Won sambil berdiri dan menatap Ha Na.

"Jadi?"

"Jadi kau ke ruang biola, Taek Won ke ruang piano, dan aku keruang tarik suara." Jelas Jun Ki sambil terkekeh kecil.

"Ya! Ku kira kau ikut konsentrasi biola!"

"Kapan aku pernah bilang seperti itu?" Jun Ki membela diri sambil berdiri dan hendak meninggalkan Ha Na yang masih duduk di kursinya.

"Ya! Aku tidak punya teman di club biola."

"Kau akan mendapatkannya nanti. Sampai jumpa di kelas, selamat mencari teman baru." Taek Won langsung pergi dengan Jun Ki setelah berkata seperti itu.

Ha Na yang di ditinggalpun hanya mengehela nafas pasrah. Ia sangat malas bersosialisasi untuk saat-saat tertentu. Dan sekarang ia sangat malas.

Tapi mau tidak mau Ha Na melangkahkan kakinya dengan berat ke ruang biola. Memang ruangan konsentrasi club musik tidak terlalu jauh, hanya terhalang tembok saja.

Kembali Ha Na gugup ketika masuk ke ruang biola. Namun ia mencoba untuk relax dan mencoba mengakrabkan diri agar ia nyaman.

....................

"Ya! Park Ha Na! Kenapa kau lama sekali?!"

Ha Na yang baru saja masuk kelas langsung dikagetkan dengan teriakan yang berasal dari kursi belakang. Siapa lagi kalau bukan sahabatnya, Choi Jun Ki.

"Ha Na menghampiri Jun Ki yang sedang duduk dengan langkah lebar. "Ya! Kenapa kau tidak bilang jika Song Ye Jin ikut club musik dan konsentrasi yang sama denganku?! Dan juga kenapa kau berteriak?! Aku tidak tuli!" Omel Ha Na yang diawali dengan memukul kepala Jun Ki. Yang dipukulpun hanya meringis memegangi kepalanya.

"YA! KENAPA KAU MEMUKULKU?!" Teriak Jun Ki.

"KENAPA KAU BERTERIAK?!" Jawab Ha Na berteriak juga.

Jun Ki hanya membuang nafas asal menatap Ha Na yang berdiri di hadapannya. "Sudahlah. Kenapa kau lama sekali? Aku dan Taek Won menunggumu lama." Jun Ki mengalah dan kembali berbicara normal.

"Aku sedang bersosialisasi di club biola. Untung saja ada Ye Jin yang ku kenal dari kelas kita." Ha Na duduk di kursinya, memasukkan buku yang ia simpan di bawah meja.

"Anyeong Ye Jin-ah. Apa Ha Na membuatmu repot? Jika Ha Na membuatmu repot, kau bisa memukulnya." Ucap Jun Ki sambil terkekeh.

"Kau yang akan ku pukul sampai mati." Ucap Ha Na yang ingin melemparkan bukunya ke wajah Jun Ki.

Ye Jin berjalan ke tempat duduknya. Tertawa menyaksikan kedua manusia yang ada di hadapannya sedang beradu argumen.

"Ya Choi Jun Ki. Kenapa kau tidak memberitahuku jika Ha Na masuk club musik dan satu konsentrasi denganku?"

"Benar, kenapa tidak memberitahu?" Ha Na membeo.

Jun Ki menatap Ha Na dan Yu Jin bergantian. "Ingin saja." Jun Ki mengangkat bahunya acuh yang diakhiri dengan senyum lebarnya.

"Ha Na-ya, kenapa kau bisa bersahabat dengan makhluk seperti itu?" Tanya Ye Jin sambil menunjuk Jun Ki dengan dagunya.

"Entahlah. Sepertinya aku melakukan dosa besar dimasa lalu sampai-sampai dikehidupanku yang sekarang malah bersahabat dengan makhluk seperti itu." Jelas Ha Na yang juga menunjuk Jun Ki dengan dagunya.

"Ya! Apa yang kalian maksud dengan 'makhluk itu'?"

Ye Jin terkekeh. "Ha Na-ya, aku pulang duluan. Samlai jumpa besok." Pamit Yu Jin tanpa merespon pertanyaan Jun Ki.

"Hati-hati!"

"Kau bilang tadi kau menungguku dengan Taek Won. Lalu kemana dia?" Tanya Ha Na menghadap Jun Ki yang duduknya tepat di belakangnya.

"Dia sedang melakukan sesuatu." Ucapnya sambil memainkan ponsel.

"Sesuatu apa?"

"Kau tanya saja sendiri."

Bukannya menjawab, Jun Ki malah menyuruhnya bertanya langsung. "Bagaimana hari pertamamu di club?" Tanya Jun Ki yang duduk sambil bersandar di bangkunya.

"Jung Saem sangat baik padaku. Dan juga dia sangat tampan." Ha Na terkekeh mendengar jawabannya sendiri. Ia senang ketika melihat wajah Jun Ki yang berubah seakan-akan mengatakan 'aku tidak bertanya tentang Jung Saem!', sangat lucu.

"Berkat Ye Jin aku dapat bersosialisasi dengan baik. Dan juga sepertinya mereka semua baik juga?" Jawab Ha Na bertanya pada dirinya sendiri.

Jun Ki terkekeh mendengar ucapan Ha Na yang terakhir. "Mereka akan menganggapmu sebagai saingan jika menyangkut tentang kompetisi." Ucapnya memberitahu.

"Kompetisi?"

"Tentu saja kompetisi mendapatkan sertifikat untuk masuk universitas nanti. Mereka akan saling baku hantam dan dorong mendorong agar bisa mengikuti kompetisi itu." Jelas Jun Ki menatap Ha Na yang serius menyimak.

"Benarkah?"

Jun Ki mengangguk meng-iya-kan. "Untung saja aku dan Taek Won tidak satu konsentrasi denganmu. Jadi tidak ada alasan untukku mengalahkanmu." Ucap Jun Ki masih dengan kekehannya.

"Apakah semengerikan itu?"

Jun Ki kembali mengangguk. "Ku dengar tiga minggu lagi akan ada pengumuman kompetisi di setiap konsentrasi club musik. Jika kau ingin bisa mengikuti kompetisi itu, aku sarankan kau harus lebih keras mengasah violinmu." Ucapnya menasihati.

Mereka berdua terdiam beberapa detik sampai Taek Won datang dari pintu depan.

"Mianhae. Apa kalian menunggu lama?" Ucap Taek Won melangkah ke kursinya memasukan beberapa buku kedalam tas.

Ha Na menggeleng, berkata kalau ia tidak menunggu lama. "Memangnya kau habis dari mana?" Tanya Ha Na menatap Taek Won yang memasukkan buku terakhirnya.

"Ada sesuatu yang harus aku bereskan." Jawabnya sambil menyampirkan tas ke bahu kirinya.

"Kalau begitu ayo kita pulang."

Hari ini Ha Na banyak dibuat penasaran dengan arti kata 'sesuatu'.

...

Mereka bertiga menunggu bus datang di halte sekolah. Suasana sepi untuk beberapa saat. Ha Na memperhatikan yang ada di sekelilingnya. Seoul mengalami banyak perubahan besar hanya dalam waktu tiga tahun.

Ha Na mengenal Taek Won saat Ha Na pertama kali masuk sekolah barunya. Jun Ki mengenalkan Taek Won sebagai sahabatnya, mau tidak mau Ha Na harus mencoba mengakrabkan diri. Ha Na kira akan sulit berteman dengan Taek Won, karna awalnya Ha Na berpikir jika Taek Won adalah orang yang lumayan dingin dilihat dari wajahnya yang datar ketika sedang diam. Tapi nyatanya tidak seperti apa yang Ha Na bayangkan.

"Kau tidak hagwon? (les/ bimbingan belajar)." Tanya Jun Ki menatap Taek Won yang ada disebelah Ha Na. Lagi lagi Ha Na seperti menjadi orang ketiga diantara Jun Ki dan Taek Won.

"Ani (tidak). Aku ada acara malam ini. Ayahku baru saja pulang dan akan ada makan malam keluarga." Jelas Taek Won.

Rumah Ha Na dan Jun Ki berada di satu komplek. Rumah mereka berdekatan yang hanya dipisahkan beberapa rumah. Dan kebetulan juga rumah Taek Won hanya berbeda beberapa komplek dari rumah Ha Na dan Jun Ki. Itulah mengapa mereka bertiga sering atau bahkan setiap hari pulang bersama.

"Ngomong-ngomong soal hagwon, aku sedang mencari tempat hagwon yang bagus. Apa kalian punya rekomendari untukku?" Tanya Ha Na menatap bergantian Jun Ki dan Taek Won.

"Bagaimana jika ditempatku?" Taek Won menawarkan Ha Na. Yang ditawarkan mengangguk-anggukkan kepala seakan akan sedang berpikir. Padahal nyatanya tidak. "Jika kau mau, aku bisa membawakan brosurnya untukmu."

"Boleh juga." Jawabnya diakhiri dengan senyuman. "Ya Choi Jun Ki! Kau tidak mau merekomendasikanku tempat hagwon?"

"Kau hagwon di tempat Taek Won saja. Aku datang ke tempat hagwon hanya ketika sedang ingin."

Ha Na mendengus mendengar jawaban Jun Ki. "Lalu apa yang kau lakukan jjka tidak hagwon?"

"Bermain game, apa lagi?" Jawabnya sambil terkekeh menampakkan gigi kelincinya.

Bus datang dengan penumpang setengah penuh. Mereka bertiga langsung bergegas naik, tidak ada tempat duduk yang kosong, membuat mereka bertiga harus berdiri sambil memegang pegangan yang sudah di sediakan.

Tak ada percakapan selama perjalanan pulang. Mereka semua disibukkan dengan kesibukannya masing-masing. Choi Jun Ki dengan game-nya, Kim Taek Won dengan earphone-nya, dan Park Ha Na dengan pikirannya.

Angin musim semi datang membelai kulit setiap manusia. Menandakan bahwa ia sudah datang membuat warna baru untuk memanjakan mata.

Ha Na ingin seperti musim semi. Datang dengan sejuta warna. Dan selalu membuat orang bahagia. Ha Na memang tidak bisa seperti itu, tapi setidaknya Ha Na tidak ingin membuat mereka menganggapnya sebagai beban.

..................

Ha Na menatap hasil ujian harian pelajaran matematika yang di adakan dadakan kemarin. Ia mendengus kesal. Meratapi nasibnya yang memang tak pernah beruntung untuk urusan hitung menghitung. Ujian yang sudah diberitahu kapan akan diadakan saja nilainya hancur, apa lagi yang dadakan?! Ha Na sangat kesal. Nilainya benar-benar hancur saat ini.

"Sial!"

Ha Na memaki pelan. Hari ini moodnya hancur, padahal sekarang masih pagi, tapi Ha Na sudah dibuat kesal dengan Kang Saem. Guru matematika yang mengadakan ujian dadakan kemarin. Sangat kesal sampai ia ingin memaki siapapun yang mengganggunya saat ini.

"Ha Na-ya!"

Salah satu teman Ha Na yang duduk di depan memanggil Ha Na dengan suara yang cukup keras. Lee Kyun Soo, laki-laki dengan gaya rambut belah tengah atau biasa disebut curtain haircut menoleh kearah Ha Na menatap menunggu responnya.

Yang dipanggil tidak merespon, malah sibuk membalik hasil kertas ujian matematikanya.

"YA! PARK HA NA!"

"AH WAAAEEE!!!"

Ha Na berteriak, menatap garang Kyun Soo yang juga sedang menatapnya. "Ada yang mencarimu." Ucap Kyun Soo masih menatap Ha Na.

"Terserah." Jawab Ha Na acuh, melanjutkan kegiatannya meratapi hasil ujian.

"Ya!"

Ha Na berdecih. Matanya masih menyoroti tatapan ingin membunuh pada Kyun Soo. Ingin mencungkil mata ketua kelasnya yang menatap Ha Na tak kalah garang. "Nugu? (siapa?)" Tanya Ha Na kemudian.

"Hae Min Sunbae."

Ha Na melangkah keluar kelas dengan langkah malas. Meninggalkan kertas hasil ujiannya di kolong meja. Moodnya masih buruk. Dan ia harus menemui orang yang tak ia kenal.

Ha Na menihat nametag yang berada di sebelah dada kiri lelaki yang ada di hadapannya saat ini. Namanya Kang Hae Min.

"Anyeong Ha Na-ya." Sapanya dengan senyum yang sangat manis.

Ha Na membalasnya dengan senyum tipis, sekedar untuk menghargainya sebagai senior. Ha Na tidak tahu jika Hae Min senior disekolahnya. Itu karena Kyun Soo yang menyebutkan tadi jika Hae Min seorang senior (sunbae).

"Apa aku mengganggumu?" Tanya nya.

"Hhmm. Kau menggangguku." Jawab Ha Na tidak memperdulikan wajah Hae Min yang berubah tidak enak. Siapa suruh ia datang ketika masih jam pelajaran dan saat mood Ha Na sedang buruk.

"Aku ingin berbicara denganmu. Apa kah kau punya waktu sebentar?" Ajaknya dengan hati-hati.

Ha Na menatap diam Hae Min. "Aku ada waktu. Tapi apakah sunbae ada waktu? Aku tidak tahu jika kelas akhir mempunyai waktu untuk ke kelas dua." Jawab Ha Na menatap Hae Min datar.

"Apakah hari ini suasana hatimu sedang buruk?" Tanya Hae Min menatap Ha Na dengan tatapan yang tak ingin Ha Na katakan.

"Sangat buruk. Seperti nilai matematikaku yang buruk."

Hae Min langsung paham mendengar jawaban Ha Na. Hae Min tersenyun, dan Ha Na enggan mengatakan arti dari senyumannya itu.

"Mianhae. Kedatanganku malah semakin memperburukmu. Kalau begitu kapan-kapan saja kita mengobrolnya." Hae Min pergi dengan senyuman yang kelewat manis, ia mengelus kepala Ha Na sekali. Ha Na yang diperlakukan seperti itu hanya diam melihat kepergian Hae Min.

"Ya! Park Ha Na! Sejak kapan kau dekat dengan Hae Min sunbae?" Tanya Jih Yo, perempuan yang duduk di depan Ha Na.

"Benar. Sejak kapan?" Minji membeo, menghampiri kursi Ha Na.

"Aku tidak mengenalnya." Jawab Ha Na singkat kemudian kembali menatapi hasil ujiannya.

"Keojitmal!" (Bohong).

Ha Na menatap Minji yang mengatakan bahwa Ha Na berbohong. "Tak ada gunanya aku berbohong." Ha Na menghela nafas berat. Moodnya semakin buruk.

Minji dan Jih Yo kembali pada kesibukannya, tidak ingin bertanya jauh alih-alih hanya membuat Ha Na murka dilihat dari moodnya yang buruk sejak Kang Saem membagikan hasil ujian matematika.

"Gwaenchanh-a?" (Kau baik-baik saja?)

Ha Na menoleh ke belakang, manetap Taek Won yang duduk di kursi Jun Ki.

Ha Na kembali menghela nafas berat, wajahnya menandakan antara sedih dan kesal. "Ani."

"Wae? Apa karna hasil ujian matematika? Atau karna Hae Min sunbae?"

Ha Na diam, pertanyaan Taek Won mengenai tepat sasaran kenapa moodnya buruk hari ini. "Padahal aku sudah mengikuti hagwon di tempatmu selama 10 hari ini. Tapi tetap saja nilaiku masih buruk. Aku memang selalu tidak pandai di matematika." Ucap Ha Na panjang lebar sambil membenamkan kepalanya di meja Jun Ki.

"Ngomong-ngomong dimana Jun Ki?" Ha Na mengangkat kepalanya sambil menelusuri setiap sudut kelas.

"Ke toilet."

Taek Won menatap Ha Na diam, memperhatika wajah Ha Na yang nampak lelah. "Semuanya butuh proses." Ucap Taek Won dengan senyumannya.

Ha Na menghela napas pelan. "Kau benar. Tapi aku membenci proses."

Taek Won terkekeh mendengar ucapan Ha Na. "Bagaimana jika kau aku ajarkan matematika? Aku lumayan pandai di matapelajaran itu."

Ha Na menatap Taek Won sambil menaikkan sebelah alisnya. "Ya! Kau merendah atau sedang meninggi?! Aku tahu jika nilai matematikamu mendekati sempurna. Lagipula kau sudah sibuk, aku tidak ingin membuatmu semakin sibuk." Ucapnya panjang lebar.

"Kau benar, aku memang sibuk." Taek Won kembali terkekeh. "Tapi kita bisa belajar bareng sebelum matahari terbenam dan pergi untuk hagwon. Kita ada waktu pulang sekolah, walaupun tidak terlalu banyak. Setelah belajar kita bisa pergi hagwon bersama. Bagaimana?" Tawarnya menjelaskan pembagian waktu belajar yang tepat.

"Aku sih setuju saja jika kau tidak keberatan. Tapi bolehkah aku request tempatnya?" Tanya Ha Na antusias.

"Tentu saja." Taek Won mengangguk sambil tersenyum.

"Aku muak jika harus belajar di dalam ruangan lagi. Apa kau ada tempat luar yang bagus untuk belajar?"

Taek Won menempelkan jari telunjutknya di dagu, berpura-pura berpikir. "Aku ada satu tempat yang cocok untuk kita belajar." Ucapnya dengan senyum lebar.

"Dimana?"

"Diatap."

"Diatap?" Ha Na membeo.

"Benar. Diatap." Jawab Taek Won sambil menunjuk keatas. "Kita mulai hari ini setelah jam pulang sekolah." Ucapnya kemudian mengacak-acak rambut Ha Na.

...

Ha Na dan Ye Jin sedang berada di toilet. Ha Na mengantuk ketika pelajaran kimia berlangsung. Makanya Ha Na langsung pergi ke toilet untuk cuci muja ketika pelajaran kimia selesai.

Ha Na menghela napas beratnya. "Apa kau masih memikirkan hasil ujian pagi tadi? Atau memikirkan Hae Min sunbae?" Tanya Ye Jin yang sedang mencuci tangan.

"Entahlah. Moodku sangat buruk hari ini."

"Sudahlah. Kau masih banyak kesempatan. Kedepannya kau harus selalu mempersiapkan diri untuk jaga-jaga adanya ujian dadakan lagi. Dan juga, aku tidak tahu kalau kau akrab dengan Hae Min sunbae." Ucap Ye Jin sambil mengeringkan tangannya dengan tissue.

"Sudahku bilang kalau aku tidak mengenalnya!"

"Lalu kenapa dia memanggilmu? Apa yang kalian bicarakan? Atau jangan-jangan Hae Min sunbae menyukaimu? Ya! Kau sangat beruntung! Hae Min sunbae sangat populer di sekolah ini!"

Ha Na yang mendengar ocehan Ye Jin menghela nafas menatap pantulan wajahnya di cermin toilet. "Tidak mungkin. Apa yang disukainya dari wajahku yang pas-pasan ini?" Ha Na menjawab sambil mengibaskan tangan didepan wajahnya seolah-olah sedang menilai.

"Ya! Kau merendah. Jika Hae Min sunbae menyukai perempuan, itu artinya perempuan itu cantik." Ye Jin terkekeh mengatakannya.

"Ya! Bagaimana hubunganmu dengan Taek Won?"

"Aku akan memutuskannya hari ini."

"Kau yakin?"

Ha Na dan Ye Jin terdiam mendengar percakapan dua perempuan yang baru masuk kedalam toilet.

"Yakin tidak yakin." Ucap perempuan dengan rambut panjang yang ujungnya di blow.

"Kau sangat labil." Balas teman perempuan itu yang mencuci tangan di samping Ha Na.

Mereka berdua keluar, menyisahkan Ha Na dan Ye Jin yang terdiam.

"Apa Taek Won yang aku pikirkan adalah Kim Taek Won teman kelas kita? Tanya Ha Na tiba-tiba menatap Ye Jin.

Ye Jin terdiam beberapa detik. "Majayo. (Kau benar)." Jawab Ye Jin singkat.

"Aku tidak tahu jika Taek Won punya pacar. Ku kira dia tidak punya pacar." Ucao Ha Na berbica kepada dirinya sendiri.

"Taek Won memang lumayan terkenal di sekolah. Mantan pacarnya pun banyak."

"Chinca?!" Ha Na terkejut. Ye Jin hanya mengangguk meng-iyakan.

"Kudengar juga jika hubungan Taek Won dengan pacarnya tidak lebih dari 20 hari saja."

Ha Na terkejut mendengarnya  dengan mulut yang sedikit terbuka. Kemudian Ha Na terkekeh. "Aigoo ternyata Taek Won badboy." Ucap Ha Na masih dengan kekehannya.

Ye Jin hanya terdiam mendengar ucapan Ha Na. Memang benar jika Taek Won populer dikalangan wanita. Mereka berdua kemudian segera pergi meninggalkan toilet, takut jika sudah ada guru yang masuk.

...

Ha Na menaiki tangga menuju atap sekolahnya. Sendirian, tidak dengan Taek Won. Sebelumnya mereka akan pergi bersama ke atap, namun Taek Won mengatakan kalau ia harus melakukan sesuatu terlebih dahulu. Taek Won memberitahu Ha Na kalau Ha Na harus naik 15 menit kemudian.

Perduli setan dengan perkataan Taek Won yang menyuruhnya naik 15 menit kemudian. Ha Na langsung pergi naik ke atap setelah melihat sosok Taek Won menghilang di belokan lorong kelas.

Nafas Ha Na tidak beraturan. Ia lelah. Padahal hanya menaiki dua lantai saja. "Kenapa tangganya sangat banyak sekali?" Gumam Ha Na lelah.

"Akhirnya. Hosh.. Sampai juga." Ucapnya dengan nafas tersenggal.

"Woah. Keren!" Ha Na memperhatikan setiap sudut dengan nata berbinar. Sampai matanya menatap dua sosok yang tak asing.

"Apa yang ingin kau katakan." Ucap laki-laki yang berdiri membelakangi Ha Na.

Ha Na dapat mendengar samar walaupun jarak mereka lumayan jauh.

"Apa kau sudah tidak mencintaiku?" Tanya perempuan itu menatap wajah lelaki dihadapannya.

Ha Na mengingat perempuan itu, perempuan yang ia temui di toilet tadi dan, laki-laki yang membelakanginya Ha Na yakin adalah Taek Won.

Taek Won hanya diam membalas tatapan gadis itu, belum menyadari kehadiran Ha Na. "Taek Won-ah." Panggil gadis itu dengan nada lirih.

Taek Won masih diam tak membalas satu katapun. Ha Na tidak bisa melihat bagaimana ekspresi Taek Won saat ini.

"Sepertinya lebih baik kita putus saja." Ucapnya kemudian. Air mata gadis itu jatuh, tapi Taek Won masih dalam posis diamnya.

"Jika itu yang kau inginkan, akan ku turuti." Akhirnya Taek Won bersuara setelah diam untuk beberapa saat.

Gadis itu tersenyum kecut mendengar apa yang baru saja Taek Won katanya. Air matanya kembali mengalir dengan deras.

"Jika kau tidak mencintaiku, kenapa kau menerimaku menjadi pacarmu?" Tanya gadis itu mengusap pipinya yang basah karena air mata.

"Aku pergi." Ucap gadis itu meninggalkan Taek Won tanpa mencegah kepergiannya. Taek Won tidak mengejar, ia masih diam di tempatnya berdiri.

Gadis itu melewati Ha Na, menatap Ha Na yang juga sedang menatap gadis itu. Ha Na tidak berekspresi, ia hanya diam mempethatikan drama kecil yang ada di atap. Sangat tidak di sangka.

Taek Won membuang hafas kasar sambil mengusap kasar wajahnya. Taek Won berbalik, terkejut melihat Ha Na berada tak jauh di belakanya.

"Sudah berapa lama kau berdiri disana?" Tanya-nya masih dengan ekspresi terkejut.

"Entahlah, aku juga tidak yakin?" Jawab Ha Na sambil mengangkat kedua bahunya acuh.

"Seberapa banyak yang kau dengar?"

"Semuanya."

Mereka berdua terdiam. Sampai Ha Na menarik lengan Taek Won untuk duduk di meja lebar yang ada di pojok kanan.

"Aku kan sudah bilang, kau naik ke atas setelah 15 menit." Ucap Taek Won menatap Ha Na yang menaruh buku paket matematika di ujung meja persegi yang lumayan lebar namun tidak terlalu tinggi.

"Wae? Apa karna kau takut aku tahu apa yang sedang kau lakukan di atap juga?"

Ha Na membaringkan tubuhnya di atas meja yang lebarnya tak seberapa, menjadikan buku mapetnya sebagai bantal, kakinya menggantung menyentuk lantai dingin.

"Hari ini kita tidak usah belajar dulu. Aku dan kau sama-sama lelah. Sini tiduran disampingku." Ha Na menepuk tempat kosong kirinya yang ada di sampingnya. Taek Won menatap Ha Na diam, menerka apa yang sedang Ha Na pikirkan.

Taek Won menuruti apa yang Ha Na suruh, ia membaringkan tubuhnya disamping Ha Na, kakinyapun ia biarkan menyentuh lantai. Mereka berdua menatap langit biru kejinggaan, suasana sore membuat keadaan sedikit menenangkan.

"Apa gadis tadi itu kekasihmumu?" Tanya Ha Na tanpa mengalihkan pandangannya memandang langit.

Taek Won menoleh kearah Ha Na sebentar kemudian kembali menatap langit. "Bukan kekasihku lagi."

"Jadi, maksud sesuatu yang harus kau lakukan tadi itu adalah bertemu kekasihmu?"

Taek Won berdecak lidah. "Kubilang dia bukan kekasihku lagi! Kau sudah mendengarnya tadi."

Ha Na terkekeh, menatap Taek Won yang sedang menatap laingit sore. "Aku jadi teringat ketika pertama kali aku masuk club musik. Kau telat masuk club dan bilang kalau kau harus melakukan sesuatu terlebih dahulu." Ha Na menjeda ucapannya, mengingat kembali pada waktu yang Ha Na maksud.

Taek Won menoleh menatap Ha Na yang sedang menatap langit, menunggu Ha Na melanjutkan ucapannya. "Dan juga ketika kita pulang bersama di hari yang sama, kau bilang kau harus melakukan sesuatu. Apa sesuatu yang maksud itu juga berhubungan dengan mantan kekasihmu?" Lanjut Ha Na tanpa menatap Taek Won yang sedang menatapnya.

Taek Won menatap langit dengan yang mulai berubah menjadi jingga. Menghela nafas perlahan, menjeda beberapa detik sebelum menjawab pertanyaan Ha Na.

"Benar. Sesuatu yang aku lakukan adalah bertemu dengannya."

Ada jeda beberapa detik sebelum Ha Na bertanya pertanyaan yang membuat Taek Won berpikir keras. "Apa kau mencintainya?"

Taek Won diam. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Perasaan yang ia rasakan pada gadis itu bukan seperti perasaan orang yang sedang jatuh cinta. Ia hanya... entahlah? Mungkin bisa dikatakan jika Taek Won ingin mencoba menerima perasaan gadis itu dan mencoba untuk menyukainya juga?

"Hari ini aku mendengar rumor tentangmu." Ucap Ha Na, masih menikmati menatap langit dan juga awan berjalan perlahan.

"Rumor apa? Tentang hubunganku yang tak lebih dari 20 hari?" Tanya Taek Won tepat sasaran.

Ha Na tersenyum tanpa menatap Taek Won. "Benar. Apa ada alasan kenapa bisa seperti itu?"

"Entahlah. Aku hanya tidak tega jika menolak perasaan orang yang menyatakan perasaannya padaku. Aku tidak ingin membuatnya terluka."

"Tapi kau hanya berujung menyakiti dirimu sendiri. Bukannya hanya satu hati yang kau sakiti, tapi dua." Ucap Ha Na tersenyum.

"Taek Won-aahh." Panggil Ha Na dengan lembut.

"Mau ku beritahu sesuatu?" Ha Na menatap Taek Won yang ternyata sedang menatapnya juga. "Perasaan seseorang itu bukan tanggung jawabmu. Jika kau tidak suka, kau harus mengatakannya. Memaksakan perasaan itu hanya akan membuatmu tidak nyaman."

"Kapan terakhir kali kau jatuh cinta?" Lanjut Ha Na kembali menatap langit.

"Tidak tahu." Jawab Taek Won singkat yang juga kembali menatap langit.

"Aku ingin menjalin hubungan dengan waktu yang lama. Tidak singkat sepertimu. Satu tahun. Dua tahun. Tiga tahun. Atau mungkin selamanya." Ucap Ha Na mengangkat tangannya kanannya, menerawang waktu dengan telapak tangannya yang ingin ia habiskan bersama orang yang ia cintai.

"Aku tidak ingin menjalin hubungan dengan waktu yang singkat. Karna itu hanya membuang-buang waktu dan perasaanku saja." Lanjut Ha Na diakhiri dengan simbol hati di jarinya.

"Aku tidak tahu caranya berhenti."

"Berhenti untuk apa?"

"Untuk menolak perasaan seseorang yang tidak aku sukai." Jawab Taek Won.

"Kau yang bilang padaku tadi pagi, kalau semua itu butuh proses." Ucap Ha Na dengan senyuman.

Taek Won diam memikirkan perkataan Ha Na barusan. Baru kali ini ada orang yang menasihati Taek Won perihal perasaan. Sahabatnya Jun Ki tidak pernah berkomentar jika menyangkut hubungan asmara Taek Won.

Ha Na bangkit dari posisi tidurnya, namun Taek Won masih dengan posisi rebahannya.

"Ya! Kim Taek Won! Ileona! (Bangunlah!)." Ha Na menarik tangan Taek Won dengan penuh tenaga. "Ya! Kenapa kau sangat berat sekali!"

Taek Won membiarkan Ha Na yang kesusahan menariknya untuk bangun. "Wae-yo?"

"Tolong foto aku. Senjanya sangat bagus." Ucapnya. Ha Na menyerah membangunkan Taek Won dengan tenaganya. Tubuhnya jauh berbeda dengan tubuh Taek Won yang tinggi dan berat.

Taek Won bangkit, menghampiri Ha Na di tembok pembatas. "Berikan ponselmu."

"Aku tidak membawanya."

"Lalu kenapa kau menyuruhku untuk memotretmu?" Tanya Taek Won menaikkan sebelah alisnya, bingung.

"Pakai ponselmu saja. Nanti kau kirim ke ponselku."

Ha Na mulai berpose ketika Taek Won mulai mengarahkan kamera ponselnya. Beberapa kali Ha Na merubah posenya. Dan beberapa kali juga Taek Won mendapan omelan karena foto yang ia hasilkan tidak sesuai dengan apa yang Ha Na mau.

Taek Won terkekeh melihat tingkah Ha Na yang seperti anak kecil. Taek Won heran, kemana perginya sikap dewasa Ha Na yang tadi menasihatinya perihal perasaan?

"Aku suka foto yang ini." Ucap Ha Na menunjukkan fotonya yang menghadap kearah senja dan membelakangi kamera.

"Padahal wajahmu tidak terlihat."

"Gwaenchanha. Aku akan menguploadnya di instagram." Ucap Ha Na dengan senyuman yang lebar.

Taek Won dan Ha Na menghabisi sisa waktu sore mereka menikmati senja yang perlahan menghilang digantika dengan gelap di atap sekolah sebelum mereka pergi untuk hagwon.

Taek Won menatap Ha Na yang sangat menikmati angin sore. Ha Na menutup matanya sambil tersenyum. Taek Won memotret Ha Na diam-diam dan ikut menikmati senja.

Senja tidak datang ketika sedang hujan. Dan hujan tidak datang ketika sedang senja. Dan rindu, selalu datang kapanpun ia mau.

Seoul, Musim Semi 2020