webnovel

Kami adalah Aku : Epiphany

Jin begitu tertantang ketika CEO di perusahaannya bekerja, Pak Pangestu tiba-tiba mengadakan serangkaian tes untuk mencari seseorang yang dapat menggantikannya di posisi CEO sekaligus menjadi suami dari putri satu-satunya Rea. Tidak sendiri, Jin bersama tiga orang lainnya memperjuangkan posisi yang sama. Tapi bukan itu masalahnya, yang terjadi adalah setelah berhasil terpilih menjadi CEO juga menikah dengan Rea, Jin harus berkompromi dengan dua pribadi Rea yang lain yaitu Gia dan Uri. Ya, Rea mengidap gangguan kepribadian disosiatif atau orang awam biasa menyebutnya berkepribadian ganda. Apakah Jin mampu menjalani hidupnya sebagai seorang suami? Apakah Rea bisa menyatukan kedua kepribadiannya dan memulai hidup normal lagi?

Priminie · Urban
Not enough ratings
327 Chs

Pengumuman

Langkah kaki cepat itu terdengar di lorong sebuah perusahaan keramik ternama di Indonesia, PT. Glomik. Sepatu pantofel hitam yang terihat sangat bersih dan mengkilap. Setelan berwarna hitam dengan hem putih juga dasi. Melirik sebentar jam tangannya, sudah lebih lima menit dari waktu undangan seharusnya.

"Shit!" Langkah kaki itu semakin kuat dan segera membuka pintu ruang meeting didepannya.

Benar saja, CEO perusahaan tersebut, Bapak Pangestu yang terhormat sudah tiba dan menatap tajam ke arah pintu masuk dimana pria itu berdiri. Disampingnya sudah duduk sekretaris kepercayaan Pak Estu, Bu Ifa.

"Mohon maaf Pak Estu, saya terlambat, tadi ad-"

"Saya tidak perlu mendengar alasanmu. Kau tahu kan tidak ada alasan untuk mereka yang terambat." Kata bos yang lebih senang dipanggil Pak Estu tersebut memotong pembicaraan.

"Mohon maaf pak." Kata sang suara tersebut. Hanya dengan intruksi tangan sang bos besar memintanya duduk dan dia hanya menurut. Langsung saja dia duduk di kursi rapat paing ujung dengan meja berbentuk oval itu. Melirik dan menyadari ada tiga orang lainnya yang duduk di sampingnya.

"Ada hal yang sangat teramat penting akan saya sampaikan kepada kalian berempat hari ini." Suasana berubah sangat hening dan tegang. Memang biasa rapat diadakan dengan CEO tapi melihat siapa yang diundang jelas bukan kombinasi yang biasa.

"Kondisi kesehatan saya sangat menurun akhir-akhir ini. Setelah beberapa kali memeriksakan diri ke dokter, juga hasil konsultasi saya dengan mereka, saya memutuskan akan menjalani pengobatan kangker hati di Singapore. Saya ingin hidup sehat lebih lama karena bagi saya pribadi masih banyak hal yang ingin saya lihat dengan mata kepala saya sendiri kedepannya." Pak Estu menatap satu per satu mata pria yang duduk di depannya itu.

"Saya berencana akan pensiun dini dari jabatan CEO. Hanya akan fokus sebagai dewan direksi sekaligus pemegang saham terbesar di pabrik ini. Oleh karena itu, saya mengumpulkan kalian berempat disini karena salah satu dari kalian yang akan menggantikan posisi saya sebagai CEO sekaligus menikah dengan anak sulung saya, Rea." Tentu saja pernyataan tersebut membuat keempat pria di depannya itu terkejut bukan main tapi tidak bisa terlalu bersemangat karena sang CEO masih menatap mereka.

"Saya secara pribadi memilih kalian berempat secara sadar berdasarkan penilaian secara subjektif maupun objektif yang telah saya lakukan sekitar dua bulan belakangan ini. Kalian akan menjalankan serangkaian tes baik tertulis maupun wawancara dengan saya untuk menentukan apakah kalian cocok menduduki posisi tersebut dan terutama menjadi suami dari anak saya." Ujar sang CEO lagi.

"Saya harap tidak perlu kalian membesar-besarkan berita ini dan cukuplah apa yang saya katakan hanya bergema di ruang ini. Akan ada lima kali tes yang akan diberikan bertahap dan pada masing-masing tes akan ada satu kandidat yang gugur atau mungkin dua atau mungkin tidak sama sekali semua bergantung pada hasil kalian nanti. Jadi sampai titik ini, apa ada di antara kalian yang ingin mengundurkan diri?" Tanya Pak Estu tanpa basa-basi.

Begitu banyak pertanyaan yang ada dalam benak mereka berempat. Tapi tentu saja semua memilih bertahan entah karena takut atau memang ingin berjuang.

"Baik kalau semua setuju. Saya undur diri. Masih banyak pekerjaan yang harus saya lakukan." Pas Estu berdiri meninggalkan ruang pertemuan dengan diikuti Bu Ifa dibelakangnya.

Seketika ruangan menjadi riuh. Sang pria langsung menoleh pada lainnya.

"Elah pada tegang banget sih." Arjun memulai pembicaraan.

"Tau nih pada kenapa coba." Edo menimpali.

"Padahal sebenernya sih Pak Estu tuh B aja loh. Tapi auranya kalo udah nongol beeh, lebih ngeri dari mertua tatapannya." Garin merespon.

"Ini gara-gara Jin juga nih. Gila lu ya. Uji nyali lu? Pake acara telat ketemu Pak Estu. Jadi ngeri gua mah ngeri kesemprot juga." Garin bicara lagi.

"Ya am so sorry bro. Kebetulan ada orang ekspedisi telpon tadi. Mau ditutup eh dia nya nyerocos mulu." Jawab Jin yang namanya ikut dicatut.

"Eh tapi ngomong-ngomong, tiba-tiba banget ya beritanya. Gak ngerti kudu seneng apa senep nih perut gua." Edo menimpali.

"Iya bener. Kalo soal jadi tes jadi CEO sih gua gak masalah. Gagal ataupun lolos pun kita sendiri yang rasain, tapi kalo jadi suami anak Pak Estu sih," Garin yang seorang manajer engineering menggantung ucapannya.

"Emang kenapa? Kamu udah pernah ketemu anak Pak Estu?" Jin penasaran juga karena memang putri Pak Estu tidak pernah menampakkan dirinya bahkan di acara besar perusahaan.

"Gua pernah. Ya secara gua asistennya Pak Estu. Pernah sekali gua datang kerumahnya cuman buat anter dokumen. Pas di halaman tuh gua gak sengaja nengok ke atas ternyata kamar anak ceweknya Pak Estu. Ya cuman diem nglamun di kamar gitu." Cerita Arjun.

"Terus gimana? Cantik gak?" Tanya Edo supervisor HRD penasaran.

"Cantik sih, tapi katanya sih agak-agak," Arjun menunjuk kepalanya sendiri dan memutar telunjuknya.

"Apaan sih? Gila gitu maksudnya?" Garin asal jeplak saja.

"Lu lebih gila anak CEO lu katain gila, dongo lu!" Edo bicara lagi.

"Ya tapi Garin bener emang. Bukan gila sih tapi kaya punya kepribadian ganda gitu gak tau lah apa istilahnya. Tapi ya gua juga gak tau separah apa." Cerita Arjun.

"Owh beneran? Ya ada sih itu kalo di psikologi namanya gangguan identitas disosiatif. Biasanya sih terjadi karena trauma masa kecil. Ya kasian juga sih kalo gitu." Edo yang memang lulusan psikologi itu bicara lagi.

"Emang kepribadian ganda itu bisa sembuh ya?" Jin penasaran juga dengan kisah di balik sakit nya putri sang CEO.

"Bisa kok. Ya emang gak bisa instan ya. Butuh pengobatan berkelanjutan supaya kepribadiannya bisa bersatu. Ya kalo itu psikiater lah nanti yang lebih ngerti. Gua mah apa atuh." Edo menjelaskan singkat.

"Jadi gimana kalian masih mau lanjut?" Garin bertanya pada teman-temannya.

"Nothing to lose sih lanjut gas pol." Arjun bicara lagi. Obsesinya untuk menjadi pemimpin perusahaan memang sudah ada sejak dulu itu kenapa dia bisa menjadi asisten CEO di usia nya yang cukup muda yaitu 26 tahun bersama dengan Bu Ifa.

"Gua kayanya juga bakalan lanjut. Penasaran juga sih sama anaknya Pak Estu." Edo yang memang berharap bisa lebih mudah memahami putri Pak Estu yang mengalami gangguan psikologi.

"Gak ada salahnya sih. Siapa tahu emang rejeki kita lewat Pak Estu kan. Takdir orang masing-masing gak ada yang tahu." Jin bicara lagi.

"Ya udah deh kalian semua lanjut gua juga lanjut aja. Anggap aja dapat durian runtuh kalo lolos. Bisa jadi CEO sekaligus dapet istri. Bapak emak gua di Jawa pasti langsung sujud syukur ngadain selametan tujuh hari tujuh malam." Garin bicara disambut tawa renyah dari keempat pria tersebut.