webnovel

Just you

Julio, seorang siswa dari sekolah SMA 1. ia hanya tinggal berdua dengan adiknya, Chelsea. Karena, Ibu mereka telah tiada, dan ayah mereka meninggalkan mereka. Julio harus mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi keperluan sehari-hari mereka, namun terjadi begitu banyak masalah berat mendatanginya yang membuat keluarga kecilnya terancam, ia harus berusaha lebih keras demi adiknya dan kehidupannya. Namun, apakah Julio bisa mengatasi masalahnya itu?

Sonzai · Teen
Not enough ratings
91 Chs

Chapter 9 [Part 4]

Chapter 9 [Part 4]

Chelsea perlahan melangkah agar tidak mengganggu pasien lain, setelah itu ia pun akhirnya menemukan kamar Julio. Ia perlahan membuka pintunya. Ia sudah sangat gembira bisa melihat Kakaknya tanpa menunggu siang hari. Namun, ia tidak melihat Kakaknya di ranjang pasien. Ia mematung, jantungnya seolah berhenti berdetak melihat Kakaknya tidak ada di ranjang, ia perlahan melihat ke sekeliling. Tidak ada, tidak ada seorang pun di ruangan itu kecuali dirinya. Ia semakin panik.

"Chelsea?"

Suara panggilan, ia langsung menoleh ke arah sumber suara itu. Ia langsung bernafas lega, karena ia bisa melihat Kakaknya lagi, Julio baru keluar dari kamar mandi, ia berjala di bantu dengan tongkat milik rumah sakit. Tunggu, tongkat? Bukankah kedua kakinya patah? Menggerakannya saja harusnya sulit. Tapi kenapa, ia bisa?

"K-Kakak… kakimu…"

Julio tersenyum tipis sambil berjalan menggunakan tongkatnya menuju ranjang dan berbaring di sana.

"Yah... Sepertinya kaki kanan Kakak terasa lebih baik saat di gerakan, jadi… ya Aku mencoba menggerakan kaki ku perlahan agar bisa ku gunakan."

"Tapi itu bahaya!"

"Ahahaha… Iya Aku tau… Terlepas dari itu, sedang apa kamu disini?

Chelsea mendekati Julio, ia hanya berkata "Aku ingin melihatmu." Julio menghela nafas, ia tidak habis pikir kalau adiknya akan datang sepagi ini dengan alasan ingin bertemu dengannya.

"Sendiri?"

Chelsea menggelengkan kepalanya lalu berkata "Aku kemari dengan Kak Herry."

"Oh begitu… (Sepertinya aku harus minta maaf pada Herry nanti.)"

Julio mengusap kepala Chelsea sambil berkata "Tenang saja, sudah kubilang kan aku tidak apa-apa." Chelsea hanya menunduk, ke khawatirannya muncul kembali. Ia benar-benar takut apa yang ia pikirkan terjadi. Ia pun bertanya "Kak… apa benar Ayah yang berbuat ini pada Kakak?"

Julio sedikit terkejut mendengar pertanyaan Chelsea, ia pun mengusap kepalanya kembali sambil tersenyum.

"Tidak… bukan Ayah."

"L-Lalu siapa?"

"Kamu tidak perlu tau."

"Kenapa?!"

Senyum Julio hilang, ia memalingkan pandangannya dari Chelsea sambil berkata "Bukannya sudah Kakak bilang… Kakak tidak ingin terjadi sesuatu, tapi nanti kamu juga akan tau siapa penyebab dari semua ini."

Chelsea hanya menunduk, Julio pun memegang tangannya lalu tersenyum. Chelsea melihat senyumannya, ia perlahan mendekat lalu memeluknya.

"Tenang saja, jangan memikirkannya… Kamu hanya harus fokus sekolah."

"Iya…" ucap Chelsea lembut.

"(Haah… Tidak ada yang berubah... Tapi, bukan berarti akan terus seperti ini kan? Suatu saat, pasti… akan ada yang mengubahnya.)" kata Julio di dalam hati.

Tiba-tiba pintu terbuka. "Sudah kuduga akan seperti ini, tapi maaf kita harus pergi Chelsea." ucap Herry yang memunculkan kepalanya saja dari balik pintu.

Chelsea mengangguk. Ia pun pamit kepada Kakaknya dan berkata kalau ia akan kemari lagi setelah pulang sekolah.

"Hati-hati…" ucap Julio.

Chelsea pun pergi keluar. Di jalan, Chelsea masih terus diam. Namun, ia tidak memasang wajah muramnya, namun ia tersenyum.

"Bagaimana?" tanya Herry.

Chelsea menjawab "Kakak baik-baik saja, ia juga sudah bisa menggunakan tongkat untuk berjalan."

"Heee... Itu luar biasa."

"Iya."

Hening kembali. Herry mencoba mencari topik pembicaraan, biasanya ia handal kalau berbicara dengan perempuan. Tapi tidak dengan adik sahabatnya ini, ia tidak tau apalagi yang harus ia bicarakan dengan Chelsea.

Di suasana hening itu, Chelsea tiba-tiba berbicara. "Sewaktu kecil, Kakak selalu di latih bela diri oleh orang yang ahli bela diri. Itu adalah keinginan dari Ayah, Kakak juga setuju ia di latih bela diri. Kakak selalu bersemangat, meski ia sering kali terluka, aku selalu khawatir setiap melihat Kakak terluka. Tapi, Kakak selalu bilang 'Ini bukan seberapa, kamu tidak perlu khawatir kok. Saat aku sudah ahli nanti aku akan bisa lebih kuat dan juga bisa melindungi mu.' Tentu aku sangat senang saat Kakak berkata seperti itu…"

"(Uwah Julio, Seharusnya kau berkata seperti itu kepada pasangan mu nanti di masa depan.)" ucap Herry di dalam hati.

"Setiap hari ia berlatih bela diri. Saat umur 10 tahun, Kakak di tes oleh keluarga utama. Di awal, Kakak melawan 1 orang pengawal dari keluarga utama, Kakak sama sekali tidak kesulitan menghadapinya, ia benar-benar sudah menjadi ahli bela diri. Namun, perlahan, perlawanan dari pengawal meningkat, orang-orangnya pun juga bertambah, sampai-sampai Kak Julio harus melawan 3 orang langsung. Saat aku mengingat ini, aku baru tersadar, kalau pengawal-pengawal itu benar-benar tidak segan terhadap Kakak. Pukulan mereka terlihat sangat bertenaga, ia seakan merasa tidak masalah bila Kakak tiada. Beberapa wajah dari orang-orang penting keluarga utama terlihat tidak menyenangkan saat Kakak berhasil mengalahkan 3 orang pengawal itu. Ayah sama sekali tidak menunjukan ekspresinya, biasanya ayah selalu tersenyum saat Kakak berlatih tanding, tapi tidak dengan sekarang. Itu benar-benar buruk saat aku mengingatnya… Karena itu, Aku… merasa heran, kenapa Kakak bisa sampai seperti itu. Lukanya membuatku ingat saat latih tanding dulu… Karena itulah Aku berfikir Ayah yang berbuat seperti itu."

Herry terdiam, ia sangat tercengang mendengar perkataan Chelsea itu. Ia tahu kalau bela diri Julio memang luar biasa, tapi ia tidak tahu kalau Julio punya masa lalu seperti itu saat ia berlatih bela diri sampai latih tanding. Herry pun menghentikan sepedanya, Ia pun memberanikan bertanya "K-Kenapa kamu berfikir kalau Ayah kamu yang berbuat seperti itu?"

Chelsea menarik nafas sangat panjang lalu membuangnya. Lalu ia pun berkata. "Sebelum tes itu dimulai, Kak Julio tidak mau menjalani tes itu… namun ia di paksa sampai di bentak… dan yang melakukannya adalah… Ayah."

"(A-Apa? Itu… tidak mungkin, paman sangat baik… tidak mungkin ia begitu saat mereka masih kecil… Kalau begitu, masalah keluarga mereka… sudah dimulai jauh sebelum…. Ibu mereka tiada, kan?)"

***

Beberapa jam kemudian, di rumah sakit.

Julio terus kanannya agar terbiasa dan tidak terlalu sakit.

"Ah… aku coba sebelah kiri, mungkin bisa." ucapnya.

Ia pun mencoba menggerakan kaki kirinya, tapi.

"Aaaakh! Sialan sakit sekali, mungkin lebih baik tidak ku gerakan." ucapnya yang menyesal.

*Kyiit*

Mendengar suara pintu terbuka, Julio langsung menoleh. Seorang pria dengan pakaian jas yang rapih dan memakai kacamata hitam, ia terlihat seperti ajudan presiden. Julio melihatnya dengan tatapan dingin, ia tidak suka dengan kehadirannya.

"Tuan muda…" ucap orang itu.

"Aku selalu bilang untuk tidak memanggilku tuan, ingat?"

"Maafkan saya."

"Terserah… Jadi? Siapa yang mengirimu?"

Pria itu pun mendekati Julio beberapa langkah, ia membuka jasnya dan juga kaos yang ia kenakan, terlihat tato matahari di sebelah dada kanannya. Julio yang melihat itu menghela nafas.

"Begitu ya, kau dari keluarga cabang. Darimana kau tau aku berada disini?" tanya Julio.

"Salah seorang keluarga utama."

"Hmm?"

"Dia adalah teman saya, dialah orang yang selalu memberi kami informasi."

"Begitu."

Julio mematap langit sebentar, Julio pun melihat orang itu yang sedang berlutut di depannya. Julio pun menyuruhnya untuk berdiri, pria itu langsung mematuhinya.

"Jadi ada apa?"

Pria itu pun mengeluarkan sebuah surat dan kotak kecil yang di bungkus seperti kado ulang tahun.

"Tuan menyuruhku untuk memberiku surat ini untuk anda." ucapnya sambil memberikan surat itu.

Julio pun menerimanya dan langsung membacanya. Julio membaca perlahan isi dari surat itu.

'Untuk Julio.

Bagaimana kabarmu? Sepertinya kondisimu kurang baik ya? Paman minta maaf tidak bisa berbuat dengan cepat, seandainya paman sedikit waspada mungkin kamu tidak berada di rumah sakit, karena itu Paman minta maaf. Keluarga utama sudah melakukan gerakannya, sepertinya wanita tua itu sudah tidak sabar, kami keluarga cabang selaku berada di pihakmu Julio. Jika saja… Kamu sudah siap, kami, keluarga cabang, akan mengikuti perintah mu. Paman akan selalu berdoa untuk kebaikan mu Julio.

Dari paman mu, Albert'

"Tuan bilang, Anda diminta untuk menjawabnya segera."

Julio menghela nafas. Ia memahami isi dari surat itu, Pamannya dan keluarga cabang berada di pihaknya, Julio juga sudah tidak tahan lagi dengan kondisinya, pilihan yang beresiko ada di tangannya. Namun…

"Bilang padanya, Itu bukanlah hak ku, Aku tidak berhak mengambilnya. Uruslah urusan kalian, Aku hanya ingin hidup damai dengan Adikku, tolong jangan libatkan Aku ataupun Adikku. Mengerti."

"Baik, akan saya sampaikan."

Julio menghela nafas lagi, beban yang ia rasakan begitu berat, ia sudah tidak tahan lagi. Ia selalu berfikir untuk mengakhiri hidupnya saja, tapi ia tidak bisa melakukan itu. Jika ia lakukan itu, Adik yang begitu ia sayangi akan terancam, tidak akan ada yang melindunginya meskipun sekarang keluarga utama terlihat tidak ada niat untuk mencelakainya, tapi akan berbeda jika ia tiada, seluruh beban yang ia bawa akan berpindah langsung pada Chelsea. Ia tidak mau itu, tidak mau.

Perhatian Julio teralih pada kotak kecil yang di pegang pria itu. "Itu… Apa yang kau pegang?"

"Ini... Mungkin anda tidak mau menerimanya."

Julio mengerutkan keningnya dan penasaran pada kotak keci itu. "Memangnya kenapa? Sudah berikan saja padaku." ucap Julio

"Tapi…"

"Cepatlah!"

"I-Iya!"

Pria itu pun memberikan kotak kecil itu, Julio membuka bungkus kotak itu dan terdapat kotak berwarna hitam di baliknya. Julio pun membukanya perlahan.

"Itu… dari nona muda." ucap Pria itu.

Terlihat beberapa foto gadis dengan latar tempat yang berbeda. Cantik dan imut, itu cukup untuk menggambarkan gadis berambut pirang panjang itu. Tapi, gambaran itu tidak berlaku untuk Julio.

"Uwah… banyak sekali fotonya, kalau Adik ku tau pasti Aku di marahi habis-habisan." ucap Julio sambil membayangkan Chelsea menemukan foto-foto ini.

"K-Kalau begitu biarkan saya bawa kembali." ucap Pria itu.

"Jangan… Aku tau anak itu pasti akan memarahimu kalau kirimannya tidak sampai." ucap Julio. "Sudah biar aku yang urus ini." lanjutnya.

"Te-Terima kasih."

Julio hanya tersenyum, ia pun mengambil foto terakhir dari kotak kecil itu. Di bawahnya, ada sebiah kertas, Julio pun membuka kertas itu. Tatapan Julio langsung berubah, ia terlihat jijik melihat surat itu.

'Kakaaaaak Aku sangat merindukan mu loh Bagaimana? Kamu suka kan foto-foto ku baguskan (*^•^*) itu hanya untuk mu loh… Aku imut kan? (^.^)

Oh iya, jangan sampai lupa makan loh, tidurmu juga harus di jaga... Kalau tidak, Aku akan khawatir (>.<). Semoga kamu lekas sembuh,

Dari saudarimu ter-imut, Rosalia'

Sekujur tubuh Julio langsung merinding saat membaca surat itu. Rasa mual pun tiba-tiba muncul di dalam diri Julio.

"Ugh… apa-apaan dia itu, pakai emoji segala lagi… bikin jijik saja, uh… aku tidak tahan."

Julio langsung merobek kertas itu dan menyuruh pria itu untuk membuangnya. Pria itu pun pamit dan keluar dari kamar Julio. Julio menghela nafas, ia pun melihat foto-foto itu lagi lalu tersenyum tipis.

"Ada-ada saja anak itu. Bikin geli saja."

Julio menaruh foto-foto itu lagi di kotak kecil dan menaruhnya di sampingnya. Julio bersandar sambil memandangi langit-langit.

"(Aku harus bertahan… ini demi Chelsea, ayo bersemangatlah!)"

To be continue

================

Pesan Author:

"Hai semua, saya minta maaf kalau jarang update dan juga maaf kalau ceritanya kurang menarik. kalian bisa kasih krisar atau pendapat kalian tentang cerita 'Just You', kalau menurut kalian jelek... ya bilang saja, oke ^_^ tidak usah merasa tidak enak.

Sekian dari saya, Author 'Just You', Sonzai"