webnovel

-11- Take my Hand

Alfon sudah merasa ada yang aneh dengan Elsa yang sampai memohon agar Alfon menikah dengannya. Namun, ia tak mungkin bertanya pada Elsa. Jadi, usai makan malam dengan Elsa dan papa-papa mereka malam itu, Alfon langsung pergi mencari Aira. Wanita itu bilang, ia yang akan pergi ke rumah Alfon.

Saat itu pun, Aira yang meminta Alfon untuk pura-pura menolak perjodohan itu, meski itu adalah hal yang tak mungkin ditolaknya. Aira tahu sesuatu.

Ketika Alfon tiba, yang lain sudah menunggu, seolah mereka sudah siap untuk ini. Tidak hanya Aira, tapi yang lain juga ada. Ekspresi mereka tampak serius ketika Alfon tiba di penthouse-nya.

Dio kemudian berdiri dan menghampiri Alfon. “Al, aku tahu selama ini Aira emang keterlaluan, tapi kali ini aku juga mikir kalau dia udah keterlaluan banget. Selain Rey, aku sama yang lain juga baru tahu tentang apa yang Aira tahu dan kita juga nggak suka cara Aira, tapi …”

“We have no choice,” potong Aira. Wanita itu berdiri dan menatap Alfon. “Aku cuma mau bantu kamu. Dan Elsa.”

Alfon mengerutkan kening menatap. “Kamu tahu, apa yang mau aku tanyain ke kamu?”

Aira mengangguk. “Kamu nggak pernah seserius itu sebelumnya. Kalau ada satu hal yang bisa bikin kamu serius, itu Elsa. Dan masalahnya,” jawab Aira. “Ini pasti tentang alasan kenapa aku nyuruh kamu pura-pura nolak perjodohan kalian, kan? Juga, alasan kenapa Elsa butuh perjodohan itu.”

Alfon mengerjap, lalu mengangguk. Aira mengedik ke arah sofa, meminta Alfon duduk. Alfon diikuti Dio dan akhirnya duduk di sofa.

“Dari mana kamu tahu kalau Elsa membutuhkan pernikahan ini? Dan kenapa … dia seputus asa itu tentang pernikahan ini?” tanya Alfon tanpa basa-basi.

Aira menarik napas dalam. “Dia kena masalah di perusahaan, sahamnya anjlok. Papanya ngejodohin kalian buat beresin masalah itu. Sebenarnya, Elsa bisa aja nolak. Tapi, otomatis dia pasti harus keluar dari perusahaan. Dan itu adalah hal yang paling nggak dia inginkan.”

“Dia … sesuka itu ada di perusahaan?”

Aira tersenyum getir. “Justru sebaliknya. Meski dia benci harus bertahan di perusahaan itu, tapi dia harus. Karena dia udah janji sama kakaknya. Dia harus mempertahankan perusahaannya. Dan Elsa pasti akan ngelakuin apa pun buat itu.”

Alfon mengernyit. Kakak Elsa … yang sudah meninggal itu. Janji …. Ugh. Alfon mendadak merasa begitu brengsek.

“Dia nggak punya pilihan lain, Al. Meski kakaknya udah nggak ada, tapi buat Elsa, itu alasan hidupnya. Mungkin, itu juga alasan kakaknya minta Elsa janji kayak gitu. Well, dulu aku sama Elsa sama sekali nggak ngerti tentang itu. Tapi sekarang … semua jadi lebih jelas. Suka-nggak suka, mau-nggak mau, Elsa tetap harus mempertahankan perusahaannya. Dan nikah sama kamu adalah salah satu caranya. Bahkan meski kamu nolak. Dan alasan aku minta kamu jual mahal juga … aku pikir itu akan bantu kamu. Kalau kamu nunjukin kamu nggak tertarik, Elsa juga pasti akan berusaha keras buat dekatin kamu. Kamu … pengen dapatin Elsa, kan?”

Alfon mengernyit merasakan tusukan tajam yang menyakitkan di dadanya, disusul rasa sesak yang tak nyaman. Alfon memukul dadanya, berusaha mengusir rasa tak enak di sana.

“Kamu tahu masalah dia dan kamu bikin aku manfaatin semua itu,” sebut Alfon.

“Aku cuma berusaha bantu …”

“Kamu bikin aku manfaatin situasi dia!” bentak Alfon marah.

Alfon merasakan seseorang menepuk bahunya, berusaha menenangkannya.

Di depan Alfon, Aira menarik napas dalam, lalu mengangguk pasrah.

Alfon mengumpat kasar. “Dia percaya sama kamu, Ai. Bisa-bisanya kamu manfaatin situasi dia kayak gitu. Dia …” Alfon tercekat. Membayangkan apa yang harus dialami Elsa membuatnya tersiksa. “Argh …” erang Alfon seraya memukul dadanya.

“Al, tenangin dirimu dulu,” ucap Ken yang duduk di sofa lain.

Alfon menggeleng dan berdiri. “Udah cukup aku ngikutin permainanmu, Ai. Sekarang, aku akan ngikutin kata hatiku. Harga diri? Aku nggak peduli. Dan ya. Aku emang suka sama Elsa. Sepuluh tahun lalu, dan setelah sepuluh tahun berlalu. Aku suka sama dia, oke? Jadi, jangan pernah lagi nempatin aku di posisi kayak gini. Jangan bikin aku jadi bajingan yang nyakitin dia, oke?”

Alfon sudah pergi ke pintu kamarnya, tapi ia berhenti dan berbalik, menatap Aira dan yang lain.

“Aku nggak peduli dia nggak suka aku, benci aku, atau apa pun itu. Aku juga nggak berharap dia mencintaiku. Tapi, satu hal yang pasti, aku cuma butuh dia ada di sampingku. Aku bahkan siap ngasih apa pun ke dia. Semuanya. Segalanya.”

Lalu, Alfon masuk ke kamarnya. Tak lupa ia memastikan membanting pintunya.

***

Di akhir upacara pernikahan Elsa dan Alfon, Elsa tanpa sadar mengembuskan napas lega.

“Kamu nggak pa-pa?” tanya Alfon di sebelahnya.

Elsa menoleh kaget, lalu menggeleng. Lagi-lagi pria itu memperhatikannya. Sejak malam makan malam bersama papa mereka minggu lalu, Elsa merasa pria itu jadi lebih sering memperhatikannya. Apa ia merasa kasihan pada Elsa karena apa yang diucapkan papa Elsa malam itu?

Belum reda keterkejutan Elsa karena perhatian itu, tiba-tiba Alfon merangkul Elsa dan mengecup puncak kepalanya. O-ke. Apa lagi ini?

“Aku akan nepati janjiku,” Alfon berkata. “Aku akan selalu ada di sampingmu, dalam situasi apa pun. Dan apa pun yang terjadi, aku akan selalu ada di pihakmu.”

Tadi, ketika Alfon mengucap janji itu, entah kenapa mata Elsa seketika berair. Elsa pikir, itu karena semalam ia kurang tidur. Namun, kali ini pun, pelupuk matanya mendadak kembali terbenam air. Elsa mengerjap dan menunduk.

Ia lantas teringat sesuatu. A perfect husband. Benar juga. Itu yang Elsa minta dari Alfon. Hampir saja Elsa melupakan itu. Astaga, ada apa dengannya?

Elsa mengeringkan matanya dengan cepat lalu kembali menatap Alfon dan tersenyum.

“Aku juga akan nepatin janjiku. Semua janjiku,” Elsa menekankan.

Alfon mengernyit, tampak terganggu. Elsa sudah akan bertanya, apa ada masalah, ketika rombongan pertama datang untuk menyalami mereka. Perhatian Elsa seketika teralih. Ia menyalami para tamu undangan dengan senyum. Sebagian besar adalah dewan direksi dan rekan perusahaannya. Sebagian lagi orang-orang dari perusahaan Alfon dan kenalan papa Alfon. Banyak dari mereka datang dari luar negeri. Elsa tak begitu mengenal mereka.

Sampai seorang pria yang tampak seumuran dengan Alfon, dengan rambut pirang hasil cat, berhenti di depan Alfon. Pria itu mengenakan jas bercorak aneh dan berwarna kuning mencolok. Ia kemudian bertanya pada Alfon,

“Where’s your Mom?”

Elsa mengerutkan kening. Mama Alfon? Elsa … bahkan tak tahu tentang mama Alfon. Pertama, ia tak pernah mendengar berita tentang mama Alfon. Pria itu juga … tak pernah mengatakan apa pun tentang mamanya. Bahkan hari ini pun, di hari pernikahan mereka, mama Alfon tidak hadir.

“It’s none of your business.”

Dari balasan dingin Alfon, Elsa tahu, pria berambut pirang itu bukan teman dekat Alfon. Pria berambut pirang itu kemudian bergeser ke hadapan Elsa dan menatap Elsa dengan kening berkerut.

“A new one?” Nada suara pria itu terdengar meledek.

Sebelum Elsa sempat membalas, Alfon sudah menarik pria itu dan mencengkeram kerah jas kuning mencolok pria itu.

“Jaga mulutmu di depan istriku, Bajingan.”

Elsa tertegun. Sejujurnya, ia terkejut. Ia tak pernah melihat Alfon semarah ini. Alfon tampak … sangat marah.

“Wow wow, easy, Man …” Pria itu menarik jasnya dari cengkeraman Alfon. “Kamu kelihatan lebih menyedihkan kalau gini.”

Oke, cukup. Elsa tak lagi bisa tinggal diam. Ia menjentikkan jari dan Pak Indra langsung tiba di sebelahnya dalam hitungan detik.

“Panggil staf keamanan. Ada tamu nggak diundang di sini.”

Pria berambut pirang itu melotot marah menatap Elsa. “Hey, you can’t do that! I’m your husband’s friend.”

“I’m sorry, but you can’t come in if you’re not invited. Or you can show me your invitation,” balas Elsa tenang.

Pria berambut pirang itu mengumpat kasar. Terlebih ketika staf keamanan datang dan menyeretnya pergi. Elsa menatap Alfon yang juga menatapnya. Pria itu terperangah.

“Kalau dia emang temanmu, putusin hubunganmu sama dia sekarang juga,” kata Elsa.

Alfon mengerjap, lalu mengangguk dan tersenyum.

“Aku pikir aku akan ngehadapin deretan mantan-mantanmu. Cewek. Siapa sangka, malah makhluk kayak tadi yang muncul,” ungkap Elsa.

Alfon tiba-tiba tersenyum dan menangkup wajah Elsa, lalu menciumnya di sana. Elsa tentu terkejut. Terlebih, itu bukan hanya ciuman ringan seperti ketika mereka diresmikan menjadi suami-istri tadi. Tak ingin mengecewakan Alfon, Elsa memberanikan diri membalas ciuman pria itu. Dalam hati berharap, kali ini pria itu tak akan menarik diri.

Namun, Alfon tidak berhenti. Sampai ia menyadari Elsa kehabisan napas. Pria itu juga berusaha menormalkan napasnya sebelum menyandarkan keningnya di kening Elsa.

“Will you marry me?”

Wait, what? Elsa tidak salah dengar, kan? Apa Alfon melamarnya? Sekarang? Ketika mereka sudah menikah?

Oh, siapa pun tolong, antarkan akal sehat Alfon yang entah tertinggal di mana.

***