Aku tersenyum mendengar perkataannya itu, seperti dia yang paling tahu aku saja. Padahal, dia ndhak tahu apa-apa. Buktinya, aku rindu saja, dia ndhak peka.
"Seharusnya kamu bangga, dicemburui pemuda sebagus diriku," kubilang dengan percaya diri. Dia malah tertawa.
"Dasar sudah tua tetap saja ndhak tahu diri," katanya.
"Apa kamu ndhak merindukan aku? Kenapa bisa di saat aku sedang sekarat kamu malah memilih berada di sini untuk kuliah. Apa kamu ndhak merasa kalau kamu telah mengambil banyak keuntungan dariku?" kataku pada akhirnya.
Kulihat Manis tampak menundukkan wajahnya, sebuah senyum kecut tersungging di kedua sudut bibirnya. Ada apa?
Support your favorite authors and translators in webnovel.com