Pagi ini aku harus bersiap, menemani Manis pergi ke kota untuk mencari beberapa kain untuk keperluan menikahnya. Rasanya, benar-benar sangat sulit. Namun bagaimana lagi, toh, aku ndhak mungkin untuk menolak permintaan Biung. Meski itu sakit.
Kuhelakan napasku beberapa kali sambil memakai kaus abu-abuku. Namun, belum sempat kaus abu-abuku kupakai sempurna, pintu kamarku diketuk dengan ndhak sabaran.
Sial benar, siapa kiranya yang kurang ajar berani mengetuk kamarku sampai seperti itu? Aku benar-benar ndhak suka. Bahkan Rianti pun ndhak berani melakukannya.
"Sia—"
"Selamat pagi, Kangmas Arjuna...." suara cempreng itu terdengar sangat menyakitkan telinga. Terlebih, wajah sok cantiknya yang kini sudah tersenyum lebar ke arahku. Puri, sepagi ini? Apa dia ndhak ada cita-cita lain selain menjadi ekorku kemana-mana? Menyebalkan benar.
"Kenapa kamu ini seperti upil, sih, menempel kemana-mana dan bikin risih," dengusku. Dia malah tertawa.
Support your favorite authors and translators in webnovel.com