LONELY SAKURA, itulah namaku. Rambutku lurus berwarna hitam dan panjang sebatas pinggang, bermata agak sipit dengan iris warna coklat keemasan, alis mata yang tebal, hidung mancung, bibirku tidak tebal dan juga tidak tipis, pipiku sedikit gendut alias chubby. Bentuk tubuhku langsing dengan tinggi 165 cm. Berkulit putih dan berjari-jari ramping yang panjang. Iya, itu aku.
Aku lahir di salah satu rumah sakit swasta di Jepang. Kala itu Dad, Mom dan kakakku sedang menikmati liburan di Jepang sambil menunggu mekarnya bunga Sakura. Mungkin karena kelelahan sehingga Mom harus melahirkanku lebih cepat dari waktu perkiraan kelahiran alias HPL. Setelah seharian bersenang-senang, malamnya Mom tiba-tiba mengalami pendarahan. Dad langsung melarikannya ke rumah sakit terdekat menggunakan mobil yang disediakan oleh pihak hotel tempat mereka menginap. Tidak memakan waktu lama untuk tiba di rumah sakit karena sepanjang jalan begitu sepi. Ini dikarenakan sebagian besar masyarakat berkumpul di taman kota sambil menikmati keindahan bunga Sakura yang sedang mekar. Bukan hanya jalanan yang sepi, ternyata keadaan rumah sakit pun sepi. Tenaga medis yang berjaga malam itu pun sangat terbatas. Hanya ada sekitar tiga atau empat perawat yang berjaga di UGD.
Tak berapa lama dokter kandungan yang dihubungi salah satu perawat yang bertugas itu pun tiba di ruang UGD dan segera menangani Mom. Di bangku tunggu depan ruang UGD, Dad duduk sembari mengelus lembut rambut kakakku yang sedang berbaring dipangkuannya. Dad sangat gusar namun berusaha ia sembunyikan karena khawatir membuat kakakku takut. Lima jam kemudian aku lahir, tepat pukul 3 dini hari. Tangisan bayiku begitu kencang sehingga memekakkan telinga orang-orang yang mendengar. Menambah suram suasana rumah sakit yang saat itu sangat sepi. Dan menurut Dad, seketika itu juga nama 'LONELY SAKURA' terlintas di kepalanya. Begitulah yang mereka ceritakan padaku bila aku atau pun yang lainnya bertanya soal namaku yang agak aneh kedengarannya.
Nama Dadku Ryuji Yamamoto, ia memiliki darah campuran Jepang. Nama Momku Ika Wulan. Aku punya seorang kakak laki-laki bernama Kafsya Yamamoto dan seorang adik perempuan bernama Savira Yamamoto. Aku sendiri yang tidak menyandang nama Yamamoto karena menurut Dad nama Sakura sudah menunjukkan ada darah Jepang mengalir dalam tubuhku.
"Lonely! Lonely! Where are you … !?"
Teriakan Bima mengagetkanku dari lamunanku. "Auwww," aku meringis kesakitan karena daguku tertoki di atas meja. Posisi melamunku yang salah. Aku menopang dagu sambal duduk di kursi yang ku condongkan ke depan, kedua kaki kursi belakangnya sedikit terangkat. Kedua mataku sampai berkaca-kaca menahan nyerinya.
TOK TOK TOK!!! KLIK!
Dua kepala muncul bersamaan di balik pintu kamarku yang diketuk dan dibuka kasar. Wajah mereka sudah cengingisan melihatku kesakitan dan sontak saja mereka pun tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perut mereka. Mereka memang usil, kelewat usil malah. Pria kembar identik dengan tinggi 170 cm, rambut hitam lurus dengan bela samping favorit mereka, kulit kuning langsat yang memikat, 1 lesung pipi di bagian kanan wajah makin menambah pesona mereka. Mereka adalah Bima Bagaskara dan Sakti Bagaskara. Nama yang menurutku tidak kreatif dari sang pemberi nama untuk anak kembar identik seperti mereka berdua, Bima dan Sakti. Aku yakin kalau ada orang yang mendengar nama mereka disebut pasti berpikir bahwa mereka adalah orang dengan perawakan yang berbeda, Bima – Sakti. Kenapa tidak Roy – Rey, Aril – Aris, Randy – Sandy, atau nama lain yang pelafalannya mirip? Tapi apapun itu, mereka selalu nampak santai menanggapi keanehan nama mereka. Dengan kompak mereka berkata, "Kembar Nakula dan Sadewa juga punya nama yang aneh, kan?"
"Sudah puas tertawanya?!"
Nah, itu suara orang yang selalu jadi malaikat pelindungku. Berjalan masuk dan bersandar di dinding kamarku sambil melipat kedua tangannya di dada. Dialah yang paling dewasa dan paling bijak diantara kami. Namanya Brian Alexander. Pria berdarah campuran yang selalu menarik perhatian kaum hawa. Tinggi 180 cm, badan kekar dengan perut sixpack, rambut hitam yang selalu disisir ke belakang dan kulit sawo matangnya yang menunjukkan kecintaannya pada matahari.
Ha ha ha, olah raga maksudku. Dia terkenal sangat dingin oleh orang yang belum mengenalnya. Bukan Cool tapi Cold ya!
Aku sendiri adalah tipe orang introvert. Hanya mereka bertiga yang bisa buat aku nyaman dan bebas berekspresi sepuasnya. Tapi, bagaimana kami bisa dekat satu sama lain? Jawabannya sederhana, yakni karena kami adalah tetangga rumah, bersekolah di sekolah yang sama dan selalu sekelas, hobi kami pun kebanyakan sama sehingga hampir setiap event kami selalu terlibat bersama-sama, dan ditambah lagi orang tua kami pun sangat akrab.
Jangan berpikir kalau aku berpenampilan feminim seperti adik perempuanku karena aku satu-satunya cewek di gank ini. Aku sedikit tomboy dan rada cuek. Childish, itu ejekan mereka kepadaku. Wajar karena umurku 2 tahun di bawah mereka. IQ-ku yang tinggi membuat aku bisa sekelas dengan mereka. Tapi untuk yang lain, aku adalah gadis jutek dan dingin.
"Melamun terus! Mau jodohmu kakek-kakek?" ejek Sakti kepadaku.
"Aaah, kembar jelek, nyebelin. Pergi kalian dari kamarku!" ucapku sembari berusaha mendorong si kembar keluar dari kamarku.
"Hei, hentikan. Sampai kapan mau ribut? Sudah jam berapa nih? Bisa-bisa kita telat sampai tokonya. Ayo, jalan!" ucap Brian sembari menarik lenganku keluar kamar.
Si kembar dengan gerakan lincahnya tanpa aba-aba langsung bereaksi. Bima menarik tasku di atas kasur dan Sakti mengambil topiku di atas meja. Keduanya pun mengikuti kami turun ke lantai satu untuk berpamitan kepada Dad dan Mom sebelum pergi. Kami pergi dengan mengendarai dua motor. Sikembar dengan motor Ninja hijaunya dan aku dibonceng Brian dengan motor Ninja hitam merahnya.
Tujuan kami ke toko di tengah kota yang menjual berbagai macam barang. Kami harus membeli beberapa perlengkapan yang harus disiapkan saat mengikuti masa orientasi nanti. Tahun ini kami telah menyelesaikan pendidikan di SMA dan berhasil masuk ke salah satu universitas negeri terkenal di kota ini. Universitas Guna Bhakti Namanya. Bangganya kami karena kami masuk tanpa harus melalui tes seleksi, tapi melalui beasiswa penghargaan dan pendidikan atas prestasi-prestasi kami. Bahkan kami diberi kebebasan boleh memilih dua fakultas ataupun jurusan yang berbeda di waktu bersamaan selama jadwalnya tidak bertabrakan satu sama lain.
Tahun ini juga untuk pertama kalinya ada perbedaan diantara kami. Pilihan pertama kami jatuh pada jurusan Manajemen dan Akuntansi, sehingga memungkinkan kami akan berada di kelas yang sama. Pilihan kedua berbeda-beda. Aku memilih jurusan Fashion Design, Brian memilih jurusan Hukum dan si kembar Bima – Sakti memilih jurusan Hubungan Internasional. Tentu saja pilihan pertama kami karena tuntutan orang tua kami. Tapi kami bersyukur diberi kesempatan kedua, sehingga kami bebas menentukan sendiri sesuai minat kami. Kami tahu ini akan terasa berat dan melelahkan. Tapi kami tetap punya target untuk bisa menyelesaikan pendidikan keduanya sesuai waktu yang ditentukan dan kalau bisa menyandang predikat Cumlaude.
Pasti Bisa!!