webnovel

bab 4

4

Aini memulai berperang dengan alat-alat masaknya. Ia ingin membuat menu makan siang yang special buat anak dan keponakannya.

"Mbak Aini, biar saya saja yang masak! Nanti Ibu tahu saya yang di tegur!" tegur seorang pembantu di rumah Sinta. Ia tak ingin adik majikannya itu menyibukkan diri apalagi ia baru saja tiba di rumah ini.

"Tidak apa-apa, Mbok! Aku sudah biasa melakukan ini! Si mbok kerja yang lain aja!" sahut Aini cepat dan tak berhenti untuk memotong sayuran yang tersedia.

Mbok Ijah merasa kagum melihat Aini begitu cekatan dalam melakukan semuanya.

"Apa sampean tidak merasa lelah, Mbak!" tanya Mbok Ijah dengan logat Jawa yang masih begitu kental.

Aini tersenyum mendengarnya. Lalu menatap wajah pembantu kakaknya ini.

"Aku terbiasa dengan semuanya, Mbok! Aku dan kak Sinta di besarkan dalam keluarga yang serba kekurangan. Bisa dibilang kesusahan, tiap hari kita keliling ke hutan menemani Ayah dan Ibu mencari kayu bakar serta mencari jamur hutan!" Aini berhenti sejenak menerawang jauh pikirannya mengenang saat-saat masa kecil yang begitu penuh perjuangan.

"Kami bisa makan nasi sehari saja, itu sudah bahagia, Mbok! Terkadang kita harus jadi buruh cuci piring di warung tetangga! Aku bahagia kini kak Sinta bisa hidup layak seperti ini, semua serba berkecukupan dan kak Rehan tidak mempermasalahkan masa lalu kak Sinta!" Aini mengusap air matanya yang menggenang.

"Maafkan Simbok, Ya Mbak! Bukan bermaksud membuat mbak Aini menangis lagi!" Mbok Ijah merasa bersalah.

Dengan senyum manis Aini merangkul pundak Mbok Ijah.

"Semua itu masa lalu, Mbok! Dan itu tak akan menyakitiku, aku malah harus selalu mengingatnya buat menyadari bahwa hidup ini tidaklah semudah seperti dalam cerita dongeng!"

Mbok Ijah terharu mendengar ucapan wanita di hadapannya ini. Ia begitu tegar menghadapi semua problema dalam hidup. Jiwa-jiwa menyerah tak terlihat nampak di wajahnya.

"Kok, kita jadi melow sih, Mbok! Kan, kita mau memasak!" kekeh Aini lalu melepaskan rangkulannya dan melanjutkan aktivitasnya tadi.

Mbok Ijah tersenyum kecil dan ikut membantu Aini.

*****

"Tasya ....!" sambut wanita setengah baya yang masih nampak modis itu.

Gadis yang dipanggil tersenyum lalu memeluk hangat perempuan di hadapannya ini.

"Apa kabarnya, Bu! Maaf aku baru menjengukmu!" ucapnya pelan.

"Aku merindukanmu! Apa masalah kalian begitu besar, sampai-sampai Ahmar membawa anaknya kemari!" tanya wanita itu tanpa basa-basi lagi.

"Biarkan aku duduk dulu, Bu!" cetus Tasya dengan bibir manyunnya dan wanita itu segera duduk di ruang tamu rumah mewah itu.

"Tasya ....!" panggilnya saat melihat menantu idamannya itu hanya diam.

Tasya menarik nafas dalam dan akhirnya menceritakan. Bagaimana sikap dingin Ahmar padanya dan satu hal yang menyakiti hati adalah diam-diam Ahmar masih mencari tahu tentang mantan kekasihnya itu.

"Aku benci, Bu! Kenapa Mas Ahmar tak bisa melupakan Aini, bahkan waktu sudah begitu lama!" ungkap Tasya penuh emosi.

Ibunda Ahmar tak percaya akan pendengarannya, ia mengira sikap dingin Ahmar hanya ditunjukan padanya, ternyata Tasya ikut merasakan juga.

"Lalu apa rencanamu, Sya! Ibu tidak ingin kamu berpisah dengan Ahmar!"

"Akupun tak mau, Bu! Dan apa benar Ahmar sudah menikahi wanita itu, Bu!" Tasya mengajukan pertanyaan yang selama ini ditutupi oleh wanita di hadapannya ini.

"Ah, itu ... Itu tidak mungkin! Ahmar belum menikah dengan siapapun sebelumnya!" kilah Soraya dengan kegugupannya.

"Tapi, Bu! Tidak mungkin Mas Ahmar akan senekat itu mencarinya, kalau mereka belum menikah!" sanggah Tasya.

"Entahlah! Ibu juga heran!" dusta Soraya menutupi perasaannya yang semakin gundah. Ia tak ingin jika menantunya tahu bila Ahmar dan Aini memang pernah menikah meskipun tidak sah secara hukum. Mereka yang menikah diam-diam tanpa restu darinya. Ia berharap jika Aini tak pernah memiliki anak karena pernikahan itu.

Mereka diam cukup lama, tiba-tiba suara nyaring Tasya mengejutkan.

"Ibu ....! Aku melupakan sesuatu!"

Soraya menatapnya dengan wajah bingung.

"Aku sempat melihat wanita itu!"

"Dimana, kapan!" kejut Soraya. Tidak mungkin Aini akan kembali ke kota ini setelah ia memberi ancaman itu. Ia yakin pasti yang di lihat oleh Tasya adalah orang lain.

"Aku melihatnya di pasar, Bu! Dan itu, tadi pagi aku melihatnya!" jelas Tasya dan tentu saja membuat Soraya terkejut hatinya bagai tersengat lebah.