"Sejak kapan kamu tahu bahwa aku Fatimah mantan pacar Adnan?" Fatimah menyelidik Radinka.
"Aku pernah mendengar namamu ... dan melihatmu di sosial media milik Adnan. Saat di pesawat aku tak yakin, tapi ternyata memang benar Fatimah yang asli."
"Memangnya ada yang palsu?!"
Radinka terkekeh mendengar protes Fatimah.
"Lalu sejak kapan kamu jatuh cinta padaku, hm?"
"Sepertinya yang itu tidak perlu dibahas." Radinka menolak menjawab.
"Tentu saja perlu! Ayo katakan sejak kapan!"
"Hm ... sepertinya saat kita berjalan-jalan di Universal Studio Singapore. Aku senang melihatmu senang."
"Aku juga."
Radinka menyipitkan matanya. "Sepertinya kamu yang lebih dulu menyukaiku."
Fatimah mengerucutkan bibirnya, merasa kalah dari Radinka.
"Sudah ada yang berbaikan sepertinya," ejek Jonathan yang menghampiri Fatimah dan Radinka.
"Hai Jo," sapa Fatimah ramah. "Kemarin kamu memperingatkanku karena rencana temanmu ini ya?"
Jonathan mengangguk. "Aku tidak mau dia menyakiti wanita baik sepertimu."
"Jangan menggoda pacarku!" protes Radinka.
"Aku tidak menggodanya, Radinka. Dia memang wanita baik." Jonathan menyanggah.
Ponsel Radinka berbunyi ada panggilan masuk dari nomor tidak dikenal.
"Aku angkat dulu ya."
Radinka sedikit menjauh dari Fatimah dan Jonathan. Baru saja dia membuka mulut, seseorang diseberang sana sudah lebih dulu berbicara.
[Adnan : Jangan mempermainkan Fatimah! Aku peringatkan kamu Radinka!]
[Radinka : Oh, ternyata ini nomormu, Ad?]
[Adnan : Kamu memang tidak pernah menyimpan nomormu kan?]
[Radinka : Tentu saja. Untuk apa aku menyimpannya? Tidak penting sama sekali.]
[Adnan : Jauhi Fatimah atau aku akan--]
[Radinka : Akan apa? Kamu tidak berhak atasnya lagi, Adnan. Fatimah milikku sekarang!]
Radinka mematikan sambungan telepon sebelum Adnan sempat membalas ucapannya lagi.
Fatimah melihat perubahan ekspresi dari wajah Radinka yang terlihat menegang.
"Telepon dari siapa, Radinka?"
"Bukan siapa-siapa," jawab Radinka datar.
"Ayo masuk kelas!" ajak Jonathan pada Radinka.
"See you!" Fatimah melambaikan tangannya pada Radinka dan Jonathan.
"Fatimah," sapa Inneke teman kelasnya yang baru saja tiba.
"Hai Inneke," sahut Fatimah.
"Sepertinya lagi bahagia nih, tak galau lagi seperti kemarin?"
"Yuk ke kelas!" Fatimah menggandeng Inneke berjalan ke kelas.
Di kelas ada pria asli Singapura bernama Henry, yang memang tertarik pada Fatimah sejak awal perkenalan, namun tak berani mendekat.
Tapi hari ini Henry berbeda, dia tiba-tiba menghampiri Fatimah dan Inneke kemudian memberikan box cokelat dengan pita di atasnya untuk Fatimah.
"Apa ini, Henry?" Fatimah tentu terkejut tiba-tiba Henry menyodorkan box cokelat padanya.
"A gift for you," jawab Henry lalu berbalik.
Fatimah dan Inneke saling pandang tak mengerti.
"Apa maksudnya, Ke?"
"Mungkin cuma mau kasih kamu cokelat, Fat. Sudah dimakan saja!" saran Inneke.
Fatimah pun bingung, ingin mengembalikan pada Henry tapi takut pria itu tersinggung. Tapi menerima begitu saja tanpa tahu apa maksudnya pun membuat Fatimah sedikit merasa tak enak hati.
Jam istirahat tiba dan Radinka menghampiri Fatimah di kelasnya. Radinka melihat box cokelat yang dihiasi pita cantik di atasnya.
"Cokelat dari siapa, Fat?"
"Ah, ini." Fatimah menyentuh cokelat pemberian Henry. "Dari teman kelasku, namanya Henry."
"Laki-laki?"
"Iya."
"Kenapa memberimu cokelat?"
Fatimah mengedikkan bahu karena dia sendiri tak tahu jawabannya. "Aku juga tidak tahu, tiba-tiba saja dia memberiku ini."
"Yang mana orangnya? Biar aku kembalikan," ujar Radinka dingin.
"Jangan," larang Fatimah. "Dia sudah memberiku masa dikembalikan?"
"Tapi dia memberi pacar orang. Aku tidak suka."
"Kamu cemburu?"
"Tidak."
"Lalu kenapa?"
"Aku hanya tidak suka."
Fatimah tertawa kecil melihat Radinka cemburu. Itu artinya Radinka benar-benar menyukai Fatimah bukan?
"Ayo kita makan saja!" ajak Fatimah seraya membuka cokelat pemberian Henry.
Tanpa mereka berdua Henry melihat dari luar jendela, rahangnya mengeras karena cokelat itu ia berikan khusus untuk Fatimah. Namun Fatimah malah memakannya bersama Radinka.
***
"Fatimah!"
Henry menghadang Fatimah yang hendak keluar kelas. Semua orang sudah pulang, namun Fatimah menanggungkan catatannya dan ternyata Henry menunggunya.
"Iya? Ada apa, Henry?" tanya Fatimah ramah.
Henry menatap Fatimah dengan tatapan yang tak dapat diartikan. "Kenapa kamu memberikan cokelat dariku pada Radinka?" Nada bicaranya terdengar tidak suka.
"Ah, itu ... aku memakannya kok, dan membaginya sedikit pada Radinka." Fatimah masih mencoba bersikap tenang, meski sebenarnya dia ingin segera kabur dari sana.
Henry memajukan langkahnya mendekat yang membuat Fatimah refleks melangkah mundur.
"Ke-kenapa, Henry?"
"Aku tidak mau kamu membagi pemberianku pada pria lain!" tegas Henry.
Dalam hati Fatimah menyesal kenapa dia menerima cokelat itu kemarin jika seperti ini kejadiannya.
"Maaf, apa perlu aku kembalikan padamu? Aku kan belikan yang sama--"
"Aku menyukaimu, Fatimah. Apa kamu tidak mengerti?!" potong Henry yang membuat Fatimah kaget.
"Tapi aku sudah punya kekasih, Hen. Radinka ... dia pacarku!"
"Aku tidak peduli, Fat. You must be mine!"
Fatimah mencari celah ke kanan berniat untuk lari, namun Henry dengan cepat menarik lengannya.
"Stay away from me! Kamu membuat aku takut, Henry!" teriak Fatimah seraya mencoba melepaskan cekalan tangan Henry.
"Don't touch her ...!" Bentak seseorang disertai suara pintu yang terbuka kasar.
"Radinka!" Fatimah berlari dan berlindung di belakang kekasihnya.
"Apa yang kamu lakukan pada kekasihku?!" bentak Radinka pada Henry.
"Aku menyukainya sejak lama. Sejak pertama kali melihatnya. Seharusnya dia menjadi kekasihku!"
"Oh, ya? Sepertinya kamu keliru. Aku menyukainya lebih dulu, bahkan sebelum kami tiba di kampus. Aku bertemu dengannya di pesawat. Jadi aku lebih berhak bukan?" balas Radinka.
"Radinka, sudahlah. Ayo kita pergi!" bisik Fatimah seraya menarik kemeja Radinka, namun pria itu tak juga beranjak.
Henry menatap tajam pada Radinka, tak lama kemudian dia malah tertawa. Sepertinya Henry sudah tidak waras.
"Henry, aku menganggapmu temanku jadi tolong jangan lakukan hal bodoh." Takut-takut Fatimah berkata dari balik badan Radinka.
"Aku peringatkan kamu, jangan ganggu Fatimah atau kamu akan menyesal!" ancam Radinka pada Henry, kemudian dia menarik Fatimah pergi dari sana.
"Kamu kenapa bisa berdua bersama Henry di kelas? Dia yang memberimu cokelat kemarin kan?"
"Aku memang biasa menyelesaikan catatanku di kelas. Biasanya semua temanku sudah pulang, aku tidak sadar bahwa masih ada Henry. Saat aku ingin keluar kelas, tiba-tiba saja dia menghasangku," papar Fatimah.
"Dia tidak melakukan hal buruk kan? Untung saja aku datang, jika tidak bagaimana?" omel Radinka karena merasa khawatir.
"Tidak, karena kamu cepat datang. Terima kasih."
Ucapan terima kasih dari Fatimah meluluhkan emosi Radinka.
"Tadi siang Adnan meneleponku."
"Sudah aku duga kamu menyembunyikan sesuatu."
"Dia memperingatkanku untuk menjauhimu."
"Sudahlah, jangan pedulikan Adnan. Aku tidak tahu dia pria egois. Dia bersikeras memintaku menunggunya bercerai."
Fatimah masih ingat benar ucapan Adnan yang meminta dirinya menunggu.
"Apa kamu akan menunggunya?"
"Aku tidak sebodoh itu, Radinka. Lagi pula aku sudah punya kamu."
Radinka tersenyum menang seraya menatap Fatimah.
"Apa kamu benar-benar siap mendengar alasan kenapa hubunganku dan Adnan tak baik?"
Fatimah mengerjap tak percaya Radinka akhirnya mau membagi cerita padanya.
"Aku siap."
Terdengar helaan napas panjang dari Radinka sebelum dia memulai ceritanya.
"Ibuku ... berselingkuh dengan Ayah Adnan."