Bara POV
Gue menolak mentah-mentah perjodohan yang digagas mama dan papa.Gue tak terima jika gue dinikahkan.Gue tidak ingin menikah walau usia gue telah matang untuk berumah tangga.
Gue baru saja menapaki karier di dunia politik.Sebagai pengusaha tambang dan kontraktor gue ingin melebarkan sayap gue di politik supaya mudah mendapatkan tender di pemerintahan. Setidaknya usaha gue tidak mendapatkan banyak hambatan mengingat gue akan menjadi anggota dewan alias anggota DPR.
Pembicaraan mama dan papa soal perjodohan membuat gue murka dan marah besar.Gue bukan anak kecil yang bisa mereka atur sesuka hati.Jika tidak mengingat dosa durhaka pada orang tua mungkin gue sudah mencak-mencak sama orang tua gue.
Provinsi Sumatera Barat baru saja menyelesaikan pemilu legislatif serentak di berbagai kota.Gue mencalonkan diri sebagai anggota dewan provinsi mewakili generasi milenial.Gue mempromosikan diri gue melalui konten-konten selebgram Padang yang gue kenal.
Gue masih deg-degan menunggu hasil pemilu apakah suara gue bisa membawa gue ke DPR.Papa malah membuat gue tambah pusing dengan pernikahan.
Gue tidak tertarik dengan namanya pernikahan dan gue tidak mau menikah.
" Gimana Bara? mama dan papa sudah punya calon istri untuk kamu.Kamu udah tua.Udah saatnya menikah.Mama gak mau kamu dibilang bujang lapuk," mama gue buka suara.
Kedua orang tua gue sedang bersiasat untuk menjodohkan gue.
" Ma,pa ini bukan jaman siti nurbaya lagi.Bara tidak mau menikah.Bara nyaman dengan kesendirian Bara," jawab gue berusaha mengontrol emosi.
Gue tipe orang paling tidak bisa di paksa, jika tetap maksa gue bakal berontak. Sekali senggol langsung gue bacok. Tak ada kata kompromi dan negosiasi dalam hidup gue.
" Bara kamu ingat.Umur kamu sudah 35 tahun.Menikahlah untuk sempurnakan agamamu.Menikah itu sunah rasul.Kami sudah semakin tua Bara jika kamu tidak menikah kapan kami akan menimang cucu? Jangan sampai kami tak sempat menggendong anakmu karena kami keburu mati," Papa menjelaskan maksud dan tujuannya menjodohkan gue.
Mama menyentuh bahu gue dengan lembut.Sikap lembut mama mampu mencairkan hati gue.Tatapan sendu mama membuat gue iba.Ah,andai mama dan papa meminta hal yang lain mungkin bisa segera gue penuhi.Menikah itu hal yang sangat sulit untuk gue realisasikan.Tak ada pernikahan dalam hidup gue.
Gue menghabiskan waktu dengan bersenang - senang.Tak ada wanita dalam hidup gue karena gue adalah seorang gay.Gue menyukai lelaki.Hasrat gue akan bangkit jika melihat lelaki tampan dan gagah.Gue selalu tergoda untuk berciuman dan menjamah lelaki berwajah Oppa Korea.
Banyak wanita yang terang-terangan menggoda gue termasuk sekretaris gue sendiri, Dian.
Dian sering menggunakan baju ketat menonjolkan dada untuk menarik perhatian gue.Kadang saking nakalnya Dian,dia sengaja membuka kancing bajunya sebelum masuk dalam ruangan gue.Dia bahkan sengaja membungkuk mengambil pena supaya gue melihat belahan dadanya.
Gue Aldebaran tak pernah tertarik dengan wanita karena gue seorang gay.Gue lebih bernafsu melihat lelaki apalagi lelaki tampan dan bersih.
Gue sangat hati-hati memilih pasangan pria karena gue tidak mau terkena penyakit.
Kalian tahulah jika kaum LGBT lebih rentan terkena penyakit HIV karena sering bertukar pasangan.
Tak ada keluarga yang tahu orientasi seksual gue karena gue menyembunyikannya rapat-rapat.
Gue main bersih dan pasangan gay gue berada di Jakarta.Sebagai pengusaha muda yang kaya, gue selalu menghabiskan weekend di Ibukota.Jumat sore gue akan terbang ke Jakarta lalu Minggu sore kembali ke Padang.
" Bara jika kamu setuju menikah kami akan mengadakan acara maminang, batuka tando, baretong dan manuak hari sekaligus," kata Papa mengagetkan gue.
Gila nich orang tua main ambil keputusan sendiri.Gue belum mutusin menerima perjodohan ini tapi mereka sudah akan menyiapkan ritual adat yang begitu ribet.
Maminang artinya meminang. Peresmiaan acara pertunangan yang disaksikan orangtua, ninik mamak dan para sesepuh kedua belah pihak.
Batuka Tando adalah bertukar tanda berupa barang pusaka seperti keris atau kain adat antara keluarga mempelai.Batuka tando adalah simbol pengikat perjanjian kedua pasangan. Simbol ini tidak bisa dibatalkan oleh sebelah pihak.
Baretong adalah merembukkan tata cara yang akan dilaksanakan nanti dalam penjemputan calon pengantin pria waktu akan dinikahkan.
Manuak Hari adalah menentukan waktu terbaik untuk melaksanakan pernikahan.
" Bara diam berarti setuju ya," Papa menegaskan ucapannya.
" Papa aku menolak perjodohan ini," kata gue mantap.Gue ga mikirin gimana perasaan kedua orang tua gue.Bagi gue kebahagiaan gue lebih penting diatas segalanya.
" Kasih kami alasan kenapa kamu gak mau menikah?" tanya papa terlihat emosi.Sorot mata papa tajam menatap gue.Berasa mau dimakan bulat-bulat.
" Aku belum ingin menikah karena mau fokus memantau hasil pemilu dulu.Jadi aku tidak mau di ribetkan dengan masalah pernikahan."
" Banyak alasan kamu.Memantau hasil pemilu bisa kamu tugaskan tim sukses kamu.Kamu tak perlu mengurus hal remeh seperti itu," papa meremehkan perhitungan suara pemilu.
Bagi gue memantau perhitungan suara merupakan hidup dan mati.Bisa saja rival politik gue bermain curang dalam memalsukan suara.Gue paling anti dicurangi.Persaingan politik sekarang begitu menyeramkan.Menghalalkan berbagai macam cara demi sebuah kursi anggota dewan.Gue sudah berjuang mati-matian demi bisa duduk di DPR provinsi.
" Tidak bisa pa.Jika bukan aku yang turun ke lapangan langsung aku tidak puas." gue berdebat dengan papa. Seenaknya saja papa meremehkan keputusan gue menjadi politisi.
Gue tahu papa tak pernah mengijinkan gue terjun ke politik karena menurut papa politik itu kejam dan bisnis keluarga lebih penting daripada menjadi seorang politisi.
" Bara kamu sudah punya pacar ya?" tanya mama.
Gue yakin mama mengira gue tidak mau dijodohkan karena sudah memiliki kekasih.
" Ga juga ma.Aku tidak mau saja berkomitmen.Kasian istri aku nanti dinomor duakan.Aku lelaki sibuk yang menghabiskan banyak waktu diluar."
" Bara ang tonggak babeleng dek kami.Kalo ndak ang sia nan melanjutkan keturunan den?" papa mengelus dada melihat tingkah gue.(Bara,kamu anak kami satu satunya, kalo bukan kamu siapa yang akan melanjutkan keturunanku.)
" Papa jangan mendramatisir dech.Ada saatnya aku menikah tapi bukan sekarang," gue menegaskan ucapan gue.
" Bara gimana kamu sebenarnya? Tidakkah kamu risih belum menikah diusia 35 tahun?Apa kamu gay?" gue bak kena sambar petir mendengar ucapan papa.
Apa kamu gay? Gue selalu mewanti wanti jangan sampai orang tua gue bertanya seperti itu.Jujur saja gue takut jika keluarga gue tahu orientasi seksual gue.Gue anak mereka satu-satunya dan gue tak mau mengecewakan mereka.Mama bisa jantungan jika tahu gue gay.
Gue tahu resiko jadi seorang gay selain dijauhi keluarga,dibenci masyarakat dan dikucilkan.Tak ada tempat untuk LGBT apalagi gue tingga di kota Padang yang masih menjunjung falsafah Minangkabau Adat Basandi Syarak,Syarak Basandi Kitsbullah.( adat berlandaskan agama, agama berlandaskan kitab Allah ).
Gue berusaha menutupi identitas gue sebagai gay. Gue tak segan berbuat nekat pada siapa pun yang berani membongkar identitas gue seorang gay.
Gue mengalah dan berusaha meredam emosi gue.Mending gue cari aman dulu untuk menghilangkan pikiran papa jika gue gay.
" Baiklah papa.Jika pernikahan ini adalah kebahagiaan kalian aku setuju menikah dengan wanita pilihan papa," kata gue tanpa ragu.Gue melihat kebahagiaan dimata kedua orang tua gue.