webnovel

Jodoh [Aku yang Memilihmu]

Gathan yakin kalau dia telah menjatuhkan hatinya pada wanita yang tepat. Maka dari itu dia akan menggunakan seluruh waktunya untuk mencintai wanita yang dipilih oleh hatinya. Meskipun akan sulit, tapi dia akan tetap berusaha. Sekalipun masalahnya ada pada keluarganya. Tanyakan pada hatimu, apakah ia siap untuk selamanya ku jatuhi? Jika jawabannya iya, aku akan membuatmu berada di pihak yang diperjuangkan sedangkan aku yang berjuang__Gathan. Jika jawabanku iya, tapi semesta tak mendukung kita. Apakah kamu masih mau memperjuangkan aku?__Rana.

seinseinaa · History
Not enough ratings
230 Chs

Bab 17

Gathan

| Na, gue menang!

 

Rana yang sedang berada di dalam kelas, usai pergantian pelajaran tersenyum tipis membaca pesan singkat dari Gathan yang telah selesai berperang di lapangan basket.

Gadis itu segera mengetik pesan balasan untuk Gathan.

 

Rana

| Jadi? Kita makan malam?

 

Gathan

| Iya, dong. Tadi pagi 'kan lo udah janji, kalau gue memang pertandingan basket.

| Lo harus mau makan malam sama gue.

 

Rana

Baiklah. |

 

Setelah membalas pesan dari Gathan, Rana buru-buru memasukan ponselnya ke dalam tas karena guru untuk pelajaran selanjutnya sudah datang. Senyum kecil terbit di bibir mungilnya saat mengingat telfon Gathan tadi pagi.

Flashback On

Rana tengah merapikan buku-buku yang akan menjadi jawal pelajaran untuk hari ini saat ponselnya berdering nyaring.  Gathan menelfonnya, tumben sekali padahal biasanya ia hamya akan mengirim pesan. Apa karena Rana menelfonnya lebih dulu tadi malam?

"Halo," sapa Rana setelah mendial gambar telfon warna hijau.

"Halo, selamat pagi mentari pagi yang selalu menemani hari-hariku setiap hari," sapa Gathan dengan suara yang sangat ceria.

Rana tersenyum kecil. "Apaan sih lo, Than?"

"Bagaimana kabarmu wahai pujaan hatiku? Sudah lama aku tidak melihat parasmu yang cantik, senyummu yang selalu membiusku, juga tawamu yang menyerupai alunan musik dari surga," celoteh Gathan panjang lebar.

Sudah hampir seminggu mereka tidak pernah bertemu, Gathan jarang pergi ke kantin IPA dan Rana tak ingin repot-repot menanyakan kabar pria itu yang menghilang. Pertandingan basket yang terjadi hari ini sangat menyita waktu Gathan karena Tim Basket rutin latihan setiap hari.

"Ah, lebay lo! Kapan gue senyumin lo? Kapan gue ketawa bareng sama lo? Omelan gue kali yang lo maksud kayak alunan musik dari surgawi," oceh Rana sewot.

"Lhah, terus acara kita Minggu kemarin lo anggap apa? Kita 'kan seneng-senang bareng, makan bareng, bercanda bareng," protes Gathan.

"Cuma sekali doang," cibir Rana.

"Meskipun sekali,tapi itu momen berharga buat gue. Jadi gue harap ada momen seperti itu yang akan terjadi di antara kita ke depannya."

"Ck."

"Nanti malam kita makan malam ya?" ucap Gathan tiba-tiba.

"Hah?"

"Hari ini 'kan gue tanding basket, kalau nanti gue menang. Lo mau ya, makan malam sama gue?" pinta Gathan.

Rana dapat mendengar suara Gathan yang memohon. Mengingat ucapan Binar tentang kesempatan, akhirnya dia mengiyakan ajakan Gathan.

"Demi apa?" kaget Gathan."Sumpah lo nerima ajakan makan malam gue? Serius, 'kan? Bukan settingan apalagi cuma gimmick?" tanyanya tak percaya.

"Iya, serius."

"Oke! Nanti malam gue jemput jam 7!" ujar Gathan semangat.

"Hehm. Semoga hari ini lo menang," ujar Rana sebelum mematikan sambungan telfon.

Flashback Off

 

"Jadi nanti malam lo mau ngedate sama Gathan?" tanya Kristi begitu Rana curhattentang telfon Gathan tadi pagi.

Saat ini jam istirahat sekolah, mereka berempat tengah negrumpi sambil makan di kantin. Sejak Rana pergi ke Pasar Fatmawati sama Gathan, ia sudah tak canggung lagi jika berada di satu area dengan pria itu.

"Bukan ngedate, tapi makan malam biasa. Hitung-hitung, nerayakan kemenangan Gathan pas tanding hari ini," ralat Rana.

"Halah, sama aja itu mah," sahut Moka.

"Eh, kalau nanti malam Gathan nemak lo gimana? Lo terima nggak?" tanya Kia penasaran.

Moka dan juga Kristi ikut menatap Rana meminta jawaban.

"Ya nggak mungkin lah dia nembak gue," elak Rana spontan. Gadis itu meraih gelas minuman di hadapannya dan meneguknya secara perlahan.

"Ck, bilang aja lo masih bingung, 'kan?" sindir Moka.

Rana menghembuskan nafasnya berat. "Jujur iya sih. Gue takut kalau apa yang Kia omongin barusan emang bener kejadian. Gue pasti akan nolak dia karena gue belum siap, dan itu pasti bikin dia makin sakit hati."

"Ran, ditolak atau diterima, itu udah kensekuensinya. Kalau dia mutusin buat nembak lo, itu artinya dia udah siap nerima apapun keputusan lo. Jadi lo nggak usah merasa bersalah sekalipun nanti lo nolak dia," nasehat Kristi.

"Nah, bener itu," sambung Kia.

"Lo percaya aja sama hati kecil lo. Apapun yang terjadi nanti, kita semua tetap dukung lo kok," ucap Moka menyemangati.

"Thanks girls, kalian memang sahabat gue," ucap Rana tersenyum tulus.

*****

Gathan mematut dirinya di depan cermin besar seukuran tubuhnya. Setelah kurang lebih 30 menit memilih-milih outfit di antara ratusan koleksi bajunya, pilihan Gathan jatuh pada kaos hitam yang dipalisi jas semi formal warna biru tua, celana kain warna hitam, sepatu warna putih lengkap dengan aksesoris jam tangan hitam.

Pria itu merapikan tatanan rambutnya yang di lapisi minyak rambut. Menentuhnya acak namun justru semakin menambah pesonanya.

"Oke, gue siap," gumam Gathan.

Gathan meraih kunci mobil dan juga dompetnya di atas nakas, lalu berjalan keluar siap menjemput gebetannya. Pria itu bersenandung kecil saat menuruni satu persatu anak tangga. Wajah ceria tak pernah lepas di wajah tampannya.

"Lho, Than, kamu kok sudah rapi? Mau kemana?" tanya Ratih saat melihat putranya sudah rapi dan hendak pergi ke luar.

"Mau makan malam sama temen, Ma. Merayakan kemenangan aku hari ini," sahut Gathan menghampiri Ratih yang tengah duduk santai di ruang tamu.

"Sama siapa? Teman-teman sekolah kamu?" tanya Adipura dengan suara beratnya. Meskipun fokusnya pada tablet di tangannya, namun rupanya ia sempat meilirk Gathan.

"Sama Rana, Pa," jawab Gathan pelan.

"Rana? Gebetan kamu itu?"

Gathan menggaruk kepala belakangnya. "Iya, Ma."

"Wah, ada kemajuan dong. Kamu mau nembak dia sekarang?" tanya Ratih antusias.

"Enggak tahu deh, Ma. Aku bingung, lihat nanti aja deh."

"Pulangnya jangan kemalaman, nggak baik pulangin anak orang malam-malam,"ujar Adipura lagi.

Gathan tersenyum senang. "Beres, Pa. Ya udah, Gathan berangkat dulu." Pria itu mengecup pipi Ratih sebelum berlalu pergi.

"Kamu setuju kalau Gathan pacaran?" tanya Ratih pada suaminya.

"Aku tidak pernah bahwa Gathan tidak boleh pacaran. Aku hanya ingin Gathan bertanggungjawab pada pilihannya. Tanggungjawab yang ia emban sangat besar dan butuh perjuangan. Aku tidak ingin dia menghancurkan masa depannya karena salah pilih. Mungkin memang bukan pilihannya, tapi waktunya saja yang terkadang tidak tepat."

Ratih hanya diam mendengar ucapan suaminya barusan. Menikah lebih dari 30 tahun membuatnya sangat mengerti sifat Adipura. Pria yang keras dan juga tegas. Dibalik wajahnya yang selalu datar, ia tahu kalau Adipura adalah seorang suami dan juga Ayah yang baik. Adipura tahu mana yang baik dan tidak untuk anaknya, jadi ia mendukung saja keputusan suaminya.