webnovel

Hari Pertama, Tugas Pertama

Suara deringan jam weker di atas nakas, membuat mata si gadis cantik langsung terbuka dengan sempurna. Ini adalah hari pertamanya bekerja dengan orang yang super super perfeksionis. Jadi, jangan sampai dia melakukan kesalahan fatal yang akan menyebabkan dirinya di pecat di hari pertama bekerja.

"Huft, untung aku memasang alarm jadi aku tidak akan terlambat," gumam Rania tersenyum penuh rasa bangga. 

Namun, ketika gadis itu hendak turun dari ranjang, tanpa sengaja netranya menangkap arah jarum jam kini menunjuk ke angka berapa.

"Hah! Ini gila! Bagiamana bisa ini sudah jam tujuh pagi? Aku ingat betul kemarin memasang alarm itu jam lima," gerutu Rania penuh kekesalan.

Wanita itu langsung masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka dan juga menggosok gigi. Tak ada waktu untuknya bermanja-manja dengan air saat ini karena sudah pasti dia akan sangat terlambat.

Setelah beres dengan aktivitasnya menyegarkan wajah, Rania kembali mengganti pakaiannya dengan tergesa-gesa. Menyemprotkan parfum dengan begitu banyak pada tubuhnya, hanya agar tubuhnya wangi meskipun tidak mandi.

Begitu yakin penampilannya sudah sempurna, Rania segera memesan taksi online agar tidak membuatnya repot harus mencari dulu kendaraan di jalanan. Baru setelah itu dia keluar dari apartemennya dengan tergesa-gesa.

"Duh, mudah-mudahan aku enggak telat," gumam Rania di sela langkah kakinya.

Lift yang sebenarnya bergerak dengan normal, namun bagi Rania lift itu terasa tidak bergerak sama sekali. Beberapa kali dia menghentakkan kakinya kesal karena tak kunjung sampai ke lantai dasar.

Deringan ponselnya membuat Rania yang sedang menggerutu harus mengatur sejenak emosinya. Apalagi, ternyata yang menghubunginya itu adalah Kriss.

"Hallo, Tuan Kriss. Maaf saya akan sedikit terlambat hari ini. Emmm … sebenarnya saya …."

"Tidak apa-apa. Tapi saya ingin kamu mengambil berkas yang akan dipakai saat meeting nanti di apartemen Tuan Alva. Nanti bilang saja pada petugas di sana kalau kamu adalah orang suruhan Tuan Alva sendiri. Nanti saya juga akan membantu kamu untuk berbicara dengan mereka," ucap Kriss tanpa jeda.

"Baiklah, di mana alamatnya?" tanya Rania penuh harapan kalau hal ini akan membuatnya tidak mendapatkan hukuman dari Alva.

"Di jalan xxx. Ingat, nanti kamu hubungi aku saja kalau sudah sampai di sana!" ulang Kriss yang mungkin takut kalau Rania akan berada dalam kesulitan karena tidak bisa masuk ke apartemen Alva.

"Baik, Tuan," jawab Tania mengerti tugasnya.

"Hem, bagus!"

Tut.

Kriss langsung mematikan sambungan teleponnya mambuat Rania menghela napas lega.

Ting.

Suara pintu lift yang terbuka itu pun membuat semangat gadis itu semakin menggebu untuk melaksanakan tugas pertamanya sebagai seorang sekretaris.

"Dengan Nona Rania?" tanya sopir taksi sepertinya memang pesanan Rania tadi.

"Iya, Pak. Ayo kita segera berangkat! Saya  sedang terburu-buru saat ini," pinta Rania dan dijawab anggukan kepala oleh sopir taksi nya.

Sepanjang perjalanan Rania benar-benar dalam keresahan. Sesekali dia melihat jam di ponselnya dengan perasaan yang campur aduk. 

Bagaimana tidak! Dalam sejarah hidupnya, ini pertama kalinya Rania bangunan kasiangan. Kalau bukan karena kelakuan saudara lucnut nya, tidak mungkin Rania mendapatkan kesialan yang seperti ini.

"Huft, ingin sekali aku menendang wanita itu ke Planet Mars. Mungkin dengan begitu dia tidak akan menggerecoki hidupku lagi," gerutu Rania penuh kekesalan.

Setelah perjalanan yang menguras tenaga, akhirnya wanita cantik itu tiba juga di apartemen yang disebutkan oleh Kriss tadi. 

Buru-buru wanita itu melangkahkan kakinya memasuki gedung yang berdiri dengan gagah itu, setelah menitip pesan pada si sopir taksi untuk menunggunya sebentar saja.

Sampai di dekat security yang memang menjaga lift khusus untuk para pemilik hunian kelas mewah, Rania berhenti dan mengatakan siapa dirinya.

"Saya sekretaris Tuan Alva. Saya diperintahkan beliau untuk mengambil berkas yang ketinggalan untuk meeting," ucap Rania berharap orang itu tidak mempersulit nya hingga harus menghubungi Kriss.

"Apa Anda memiliki bukti, Nona?" tanya security itu dengan tatapan yang penuh selidik pada Rania.

"Ya ampun, saya bukan pencuri, Pak! Saya ke sini karena memang disuruh oleh Tuan Alva.  Bentar, saya telepon dulu Tuan Kriss supaya Bapak percaya," jawab Rania menahan segala kekesalan di hatinya.

"Silahkan!" 

Rania segera mengambil ponselnya lalu menghubungi Kriss agar membantunya berbicara dengan security. Beruntunglah Kriss tidak membuatnya menunggu terlalu lama.

"Hallo, Tuan. Biasakah Anda berbicara dengan security? Saya tidak di perbolehkan masuk," kesal Rania dengan bibir yang sudah mengerucut.

"Baiklah, berikan ponselnya pada security," titah Kriss.

Rania segera memberikan ponselnya pada security dengan wajah yang benar-benar tidak bersahabat.

"Ini Tuan Kriss ingin berbicara padamu," ucap Rania.

Security itu segera mengambil ponsel Rania lalu berbicara dengan Kriss.

"Baik, Tuan. Iya, akan saya lakukan," ucap security itu.

Entah apa yang mereka bicarakan Rania pun tidak tahu. Tapi tak berselang lama security itu memberikan ponselnya pada Rania.

"Mari Nona saya antar Anda menuju apartemen Tuan Alva," ucap security itu mempersilahkan Rania masuk.

Dari pada semakin telat, Rania memilih tidak banyak protes. Dia segera masuk ke dalam lift bersama si securuty.

Security itu menempelkan sebuah kartu ke lift dan lift itu pun mulai bergerak maju. Rania rasa, tempat tinggal Alva bukanlah apartemen biasa melainkan sebuah penthouse. Terbukti, akses untuk menuju ke sana harus menggunakan kartu khusus seperti ini.

"Pak, sudah lama bekerja dengan Tuan Alva? Menurut Bapak, dia orang yang seperti apa?" tanya Rania penasaran.

"Saya tidak berhak menilai bagaimana Tuan Alva. Tapi tentu selalu ada timbal balik dari apa yang kita lakukan. Saran saya, sebaiknya Anda jangan banyak bertanya dan lakukan apa pun yang Tuan Alva katakan. Jangan sampai membuatnya marah. Tuan Alva tidak akan pernah mentolelir kesalahan apa pun dan siapa pun yang melakukannya," sahut si security tanpa menoleh ke arah Rania sedikitpun.

Rania hanya mengangguk dengan pikiran penuh prasangka. Seperti apa kali ini orang yang akan menjadi Bos-nya itu? Apa benar-benar orang yang sangat menyeramkan dan tidak tersentuh?

Ting!

"Mari, Nona!" ucap si security membuyarkan lamunan Rania.

Gadis itu mengangguk dan mengikuti langkah kaki si security menuju lorong yang hanya menuju satu pintu saja.

Dugaannya benar kalau Alva memang tinggal di sebuah penthouse dan bukannya apartemen biasa.

Si security kembali menempelkan kartu dan pintu yang ada di depan mereka langsung terbuka lebar.

Rania langsung membulatkan matanya begitu takjub melihat kemewahan penthouse Alva yang lebih dari sekedar kata mewah saja.

"Astaga, ini lebih mewah dari istana!" gumam Rania berdecak kagum.

"Nona, sebaiknya Anda cepat! Tuan Alva tidak suka dibuat menunggu terlalu lama!" ucap security mengingatkan.

Rania mengangguk dan segera menuju meja yang tak jauh dari posisinya. Menurut pesan dari Kriss, di sanalah Alva meninggalkan berkas penting yang akan digunakan untuk meeting pagi ini.

Benar saja, di meja itu ada berkas yang tergeletak dengan sampul biru seperti yang dikatakan Kriss. Dengan senyum merekah Rania segera mengambilnya dan kembali membalikan badan berniat untuk keluar dari sana.

Namun, matanya tanpa sengaja menangkap foto yang tidak asing baginya terpajang di salah satu dinding penthouse. Itu membuat Rania mematung karenanya.

"Itu kan …."