webnovel

Bab34. Tinggalkan Saja

"Kenapa sih, Mamih?" tanya Burhan.

"Bian, kenapa ya jam segini belum juga pulang ke rumah?"

Burhan mengernyit mendengar pertanyaan Asti, untuk apa bertanya seperti itu, biarkan saja memangnya kenapa kalau Bian belum pulang sekarang.

"Mamih, kenapa sih?"

"Bian, itu harus segera pulang sekarang, Bian berhutang penjelasan pada Mamih tentang hubungannya dengan Gista yang berantakan."

"Berantakan .... maksudnya Mamih apa?"

"Ya makanya itu, Bian harus jelaskan kenapa bisa Agista memutuskan hubungan mereka begitu saja."

Burhan diam, apa benar seperti itu, tapi kenapa Burhan tidak tahu sama sekali tentang hal itu.

Dan apa mungkin ini maksud dari ucapan orang kantornya, Agista datang ke kantor dan mencarinya pasti untuk bicara soal hubungan dengan Bian.

"Papih, telepon Bian dong, kenapa hanya diam saja."

Burhan menoleh dan mengangguk, Burhan menuruti permintaan Asti untuk segera menghubungi Bian.

Tapi sayang ponsel Bian tidak bisa dihubungi saat ini, mungkin memang lelaki itu masih sibuk, atau mungkin juga memang sedang mengurusi masalahnya dengan Agista.

"Bagaimana?" tanya Asti.

"Tidak ada, ponselnya Bian tidak aktif."

Asti memejamkan matanya dan berpaling, lalu kemana anak itu sekarang, kenapa belum juga sampai ke rumah, bukankah Asti sudah minta agar Bian segera jelaskan permasalahannya dengan Agista.

"Mungkin saja Bian sedang menenui Agista sekarang, lagi pula kan Bian pasti baru pulang kantor dan pasti baru bisa menemui Agista."

Asti tak menjawab, kalau memang seperti itu Asti tidak masalah, tapi jika tidak seperti itu kebenarannya, maka Asti akan semakin marah saja padanya.

"Mamih, sudahlah."

Asti menoleh dan mengangkat kedua bahunya sekilas, Asti berlalu begitu saja meninggalkan Burhan, terserah saja Asti tidak akan mau bicara sebelum Bian menjelaskan semuanya.

"Mamih."

Burhan menggeleng dan mengusap dagunya, kenapa Bian tidak katakan apa pun padanya tentang permasalahan itu, dan apa juga penyebabnya.

Burhan kembali menghubungi Bian, tapi tetap saja tidak tersambung, mungkin benar jika Bian sedang bersama Agista sekarang dan sengaja mematikan ponselnya.

"Baiklah, lebih baik menunggu saja dari pada banyak menerka hal yang berlum pasti."

Burhan mengangguk dan meninggalkan tempatnya, Burhan menyusul kepergian Asti tadi yang tidak akan salah pasti ke kamar juga.

----

Pintu di hadapan Bian terbuka dan terlihat Intan yang membukakannya, Bian tersenyum dan salam padanya.

"Sore, Tante, apa Gista ada di rumah?"

"Tentu saja, dia sedang menangis karena ulah kamu."

Bian mengangguk, apa mungkin jika Agista telah mengatakan semuanya pada Intan, tapi hanya saja Intan tidak mengatakan itu pada Asti.

"Kenapa kamu diam?"

"Maaf, Tante, tapi kalau boleh aku mau ketemu sama, Gista."

"Untuk apa, untuk membuatnya semakin sedih lagi?"

"Aku akan jelaskan semuanya pada Gista, dan tolong Tante izinkan aku menemui Gista, dia hanya salah paham saja sama aku."

Intan diam, apa benar kalau Agista hanya salah paham saja sekarang, tapi mungkin saja benar bukankah selama ini Bian memang tidak pernah melakukan apa pun hal yang memang aneh.

"Tante, aku mohon."

"Ya sudah, tapi kedatangan kamu sekarang untuk memperbaiki semuanya, bukan untuk memperburuk semuanya."

"Iya, Tante."

"Ya sudah sana masuk, Gista ada di kamarnya sekarang."

Bian menangguk lantas pamit untuk menemui Agista di kamarnya, lagi pula Bian tidak punya banyak waktu untuk bicara dengan Agista.

Bian telah mengatakan akan menunggu Diandra di rumah sewa itu, jadi Bian harus segera sampai di sana sebelum Diandra datang ke sana.

"Gista," panggil Bian seraya mengetuk pintu.

"Gista ini aku, boleh aku masuk sekarang, kita harus bicara."

Bian melihat sekitar, apa benar jika Agista ada di dalam sana, mungkin saja Agista sedang pergi atau ada di ruangan lainnya.

"Gista, kamu ada di dalam kan, ayo buka pintunya."

Bian kembali mengetuk pintunya tapi tak juga mendapatkan jawaban.

"Gista, maaf aku buka pintunya ya."

Bian lantas membuka pintunya dan memasuki kamarnya perlahan, rupanya Agista memang berada di kamar itu dan dia memang sengaja tak menjawab Bian.

"Gista," panggil Bian.

"Untuk apa kamu kesini, aku tidak mau lagi bertemu sama kamu untuk alasan apa pun juga."

"Tapi aku harus jelaskan semuanya, kamu salah paham, Gis."

Agista bangkit dan berbalik menatap Bian, salah paham apa lagi, Agista sudah melihat semuanya jadi tidak ada lagi salah paham.

"Gista, semua yang kamu lihat itu tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya."

"Aku gak peduli Bian, mau seperti apa pun kebenarannya, tapi yang aku lihat itu sudah cukup menyakitkan, kamu sudah keterlaluan sekali."

"Iya tapi itu gak sengaja."

"Gak sengaja kamu bilang, kamu tidur dan peluk dia itu tidak sengaja."

"Iya tapi aku gak melakukan apa pun juga."

"Alah berisik, sekarang kamu pulang karena aku sudah gak peduli lagi dengan kamu, terserah mau itu benar atau tidak."

"Gista, aku ...."

"Kalau kamu sudah gak mau sama anak saya silahkan pergi, tidak perlu menyakitinya seperti itu."

Intan tiba-tiba datang dan menyela obrolan Bian dan Agista di sana, keduanya menoleh bersamaan.

"Mamah, kenapa sih biarkan dia masuk kesini, gak penting tahu gak."

"Gista, aku sudah katakan sama kamu, semuanya salah paham."

"Salah paham apa, Bian?" tanya Intan.

Bian menoleh dan diam, apa benar Intan juga tidak tahu apa-apa tentang penyebab permasalahan Bian dan Agista.

"Salah paham apa, jelaskan," ucap Agista.

Bian memejamkan matanya sesaat, mereka berdua sedang menyudutkan Bian sekarang, apa Bian harus tetap mempertahankan Agista.

Wanita itu sudah jelas mengatakan tidak peduli lagi dengan semuanya, jadi mungkin percuma juga Bian terus jelaskan.

"Kenapa kamu diam saja, bicara sama aku tadi kamu berisik banget, sekarang ditanya sama Mamah kamu diam saja."

Bian tak bergeming, mungkin saja Agista dan Intan sengaja seperti itu sekarang, dan mungkin saja Intan sudah tahu semuanya.

"Kamu tidak bisa jelaskan apa pun sekarang, kalau begitu sudah jelas kamu memang sengaja cari masalah dengan Gista hanya untuk bisa pergi dari dia kan?"

"Tante, aku sama sekali tidak berniat seperti itu, apa yang Agista lihat dan yang difikirkan itu tidak benar."

"Ya apa yang Agista lihat?"

"Aku lihat dia tidur sama perempuan lain, memeluknya sepanjang malam, dan perempuan itu adalah Sekrestarisnya sendiri."

Intan mengernyit mendengar penjelasan Agista, apa benar seperti itu, bagaimana caranya untuk Intan bisa percaya semua itu.

"Tante, itu semua salah."

"Mamah, gak percaya sama aku?"

Intan tak tahu harus menjawab apa, tak tahu harus percaya atau tidak, selama ini Bian selalu menunjukan sikap baik terhadap Intan.

Tapi kenapa Agista justru berkata seperti itu tentang Bian sekarang.