webnovel

Bab24. Bajingan

Byuurrr .... air yang mengisi ember kecil itu telah habis disiramkan pada dua orang yang masih terlelap di sana, pelukan yang terlihat menghangatkan itu terlepas begitu saja saat keduanya kaget dan langsung terbangun dari tidurnya.

Bian dan Diandra melihat Agista di sana, wanita itu tampak menatap mereka dengan penuh emosi, mata yang memerah dan nafasnya begitu memburu benar-benar menunjukan jika tidak ada lagi kesabaran yang tersisa.

Diandra mengusap wajahnya yang basah akibat guyuran air tadi, Diandra melihat dirinya sendiri yang hanya memakai kimono saat ini.

Dengan cepat Diandra menutup dadanya yang nyaris terbuka akibat ikatan kimononya yang terlepas, Diandra melirik Bian yang terlihat sama bingung dengan keadaan mereka saat ini.

"Bajingan kamu!" bentak Agista.

Keduanya menoleh bersamaan, apa yang telah terjadi antara mereka berdua, kenapa Diandra seperti ini sekarang.

"Kalian cocok, lelaki bajingan bertemu wanita murahan, cocok sekali, terimakasih sudah mau terang-terangan menunjukan semua ini sama aku."

Agista mengusap cepat air mata yang menetes di pipinya, Diandra menggeleng, tidak mungkin Diandra melakukan itu dengan Bian.

"Aku mundur, terimakasih untuk kejujuran ini."

Agista berlalu begitu saja meninggalkan kamar, Bian dan Diandra saling lirik, sedetik kemudian Bian turun dan mengejar Agista.

"Bian," panggil Diandra.

Tak ada jawaban, Diandra menarik selimut dan menutupi tubuhnya, ada apa, apa yang telah terjadi diantara mereka.

Diandra menggeleng berusaha menepis apa yang telah hinggap difikirannya saat ini, salah dan semua pasti salah, ini pasti hanya kesalah pahaman saja dan ini bukan kebenarannya.

"Gak mungkin .... enggak ini gak mungkin, enggak Diandra, enggak!" jerit Diandra diakhir katanya.

Diandra menjambak rambutnya, terus menepis semua yang hinggap difikirannya saat ini.

"Gak mungkin, ini gak mungkin."

Diandra menunduk dan terisak, sangat tidak mungkin Diandra seceroboh itu melakukan semuanya.

----

"Gista .... Gista tunggu."

Bian menarik Agista dan memeluknya untuk menghentikannya.

"Lepas."

"Kamu harus dengarkan aku dulu."

"Lepas, lepas Bian, aku bilang lepas."

Agista terus berontak agar bisa bebas dari Bian, tapi sulit karena Bian begitu kuat memeluknya.

"Lepas."

"Dengarkan aku dulu, aku gak melakukan apa pun pada Diandra."

"Lepas, lepas aku gak mau lagi berurusan sama kamu, lepas Bian."

"Agista, diam!" bentak Bian.

Seketika itu Agista diam tanpa pergerakan apa pun lagi, Agista menunduk dan menangis dalam pelukan Bian.

Hatinya telah hancur sekarang dan Bian yang telah menghancurkannya, Bian sendiri yang membuat semuanya hancur.

"Gista, aku tidak melakukan apa pun pada Diandra, kamu harus percaya sama aku."

Agista tak menjawab hanya terus saja menangis, Bian melepaskan pelukannya perlahan dan memutar tubuh Agista hingga menghadap padanya.

"Gista, kamu harus percaya sama aku kalau aku tidak mungkin melakukan hal kotor seperti itu."

Agista seketika menatap Bian, setelah semua yang Agista lihat dengan matanya sendiri, bisa sekali Bian menyangkal semua itu.

"Gista, aku ...."

Plakk .... tamparan Agista berhasil menghentikan kalimat Bian, Bian memejamkan matanya saat tamparan Agista terasa mendengung ke telinganya.

Agista menamparnya tanpa perasaan, dan itu tentu menyakiti Bian, Agista menutup mulut dengan punggung tangannya.

Untuk pertama kali Agista melakukan hal kasar seperti itu pada Bian, dan itu justru semakin menghancurkan perasaannya saat ini.

"Kamu menjijikan Bian, kamu lelaki paling menjijikan yang pernah aku temui selama hidup."

Bian menoleh dan menatap Agista, hatinya turut hancur melihat Agista menangis seperti itu.

"Kamu menjijikan, kamu masih mengelak dari semuanya bahkan setelah aku melihatnya sendiri, kamu memang sangat menjijikan."

Agista memukul pundak Bian berulang kali, kenapa Agista harus bertemu lelaki seperti Bian, kenapa Agista harus mencintai lelaki seperti Bian.

"Gista, aku tidak melakukan apa pun, aku berani sumpah aku tidak melakukan itu."

"Cukup!" jerit Agista.

"Kalian tidur dalam satu tempat tidur, dalam satu balutan selimut dan kamu memeluk dia, kamu memeluk dia yang nyaris tak berbusana, Bian."

"Aku bisa jelaskan semuanya."

"Aku gak mau dengar penjelasan apa pun, aku sudah melihatnya dan semua sudah jelas untuk aku, jadi kamu tidak perlu mengatakan apa pun lagi sekarang."

"Enggak, kamu harus dengarkan aku dulu."

"Diam .... diam atau aku akan menampar mu lagi."

Bian mengernyit, Agista hanya harus mendengarkannya sekarang, dan Bian akan menjelaskan semuanya tapi kenapa Agista begitu menolaknya.

"Kamu suka sama dia, kamu cinta sama dia, kamu bohong kan sama aku tentang siapa dia."

"Enggak, itu semua gak benar."

"Itu semua gak salah, itu benar."

"Gista."

"Diam!" bentak Agista lagi.

"Dengar aku baik-baik, aku tidak mau lagi berurusan dengan kamu dan wanita itu, silahkan kalian bersama tanpa harus sembunyi-sembunyi, aku berhenti disini dan kita berakhir, Bian."

"Enggak, aku gak mau."

"Tapi aku mau, kita berkhir, gak ada apa pun lagi antara kita mulai detik ini, silahkan kamu urus saja cinta kamu yang baru itu."

Agista berlari meninggalkan Bian, tak peduli dengan panggilan Bian dan usaha Bian untuk menghentikannya.

Agista memasuki mobilnya dan melaju pergi meninggalkan rumah tersebut, semua sudah hancur sekarang niat Agista untuk membongkar niat buruk Diandra sudah terlambat.

Agista telah kehilangan semuanya, dan yang tersisa sekarang hanya kehancuran, hatinya telah luka dan tidak akan mungkin bisa sembuh dengan mudah.

Bian telah meremukan hatinya tak bersisa, lalaki bajingan itu telah merusak kepercayaan Agista dengan cara yang menjijikan.

"Aaaaa ...." jerit Agista seraya memukul stir mobilnya.

Ditengah kehancuran hati Agista, Bian kembali masuk ke kamar Diandra tapi Bian tak lagi melihat wanita itu di sana.

Bian melihat sekitar dan mendengar suara air mengalir dari balik pintu kamar mandi, sudah pasti Diandra ada di dalam sana.

Bian melangkah dan mengetuk pintu tersebut, Diandra harus katakan jika tidak ada yang terjadi diantara mereka tadi malam.

"Diandra, Di .... buka pintunya, Di."

Tak ada jawaban, Bian justru mendengar isakan dari dalam sana, Diandra menangis dan apa benar Bian telah melakukan semuanya.

Bian mengusap wajahnya, tidak mungkin Bian melakukan itu, Bian sadar dan tidak mungkin melakukan itu pada Diandra.

"Diandra, buka."

Masih tak ada jawaban, Bian justru mendengar dering ponselnya di kasur di sana, Bian berjalan dan meraih ponselnya.

Itu panggilan dari kantor, Bian memejamkan matanya, dan Bian telah melupakan pertemuan penting pagi ini.

"Hallo, tunggu 15 menit, saya akan sampai."

Bian menutup sambungannya tanpa menunggu jawaban dari sana, Bian melirik pintu itu lagi, masih tertutup tapi Bian tidak bisa terus di sana.

Bian akan kembali setelah pertemuan itu selesai, dan semoga saja Diandra akan mau berbicara dengan Bian nanti, Bian pergi meninggalkan rumah Diandra tanpa pamit.