webnovel

Wanita Penghibur

"Ikut aku!" Joana menarik lengan Zka ketika ia baru saja tiba di J Club. Wanita itu membawanya ke ruang ganti yang biasa digunakan oleh para wanita penghibur di sana.

"Kenapa membawaku ke sini?" Zka mengernyit heran. Selama ini, dia jarang berurusan dengan para pekerja wanita yang lain, apalagi dengan Joana. Joana adalah salah satu pekerja senior di J Club, bisa dikatakan ia adalah koordinator bagi para pekerja wanita di tempat ini. Rick sudah memperingatkan Zka agar jangan sampai berurusan dengan Joana, karena wanita itu punya kuasa besar di tempat ini.

Alih-alih menjawab pertanyaan Zka, Joana malah terlihat sibuk memilih pakaian dari tempat wardrobe.

"Pakai ini!" Joana melemparkan selembar pakaian minim yang membuat Zka membelalak ngeri.

"Apa-apaan ini? Kenapa kau menyuruhkan berpakaian seperti ini?" Zka melemparkan kembali pakaian itu kepada Joana.

Joana terkejut melihat keberanian Zka. Ia maju mendekati Zka, kemudian menjejalkan pakaian itu ke tangan gadis itu. "Jangan banyak bicara. Pakai saja!"

"Aku tidak mau!" Zka membuang pakaian itu ke lantai.

"Jangan menyusahkan aku, Bocah!" Joana mencengkeram pipi Zka dengan geram.

Zka menepis tangan Joana dari wajahnya. "Katakan padaku kenapa aku harus berpakaian seperti itu?"

Joana menyilangkan tangannya di atas dada. "Kau tahu tujuh wanita andalan J Club?"

"Hmm."

"Lizzy tidak bisa bekerja untuk sementara waktu. Tubuhnya penuh lebam. Semalam ia dihajar habis-habisan oleh pria yang dilayaninya."

Zka membelalak ngeri mendengar hal itu. "Lalu apa hubungannya denganku?"

"Jangan berpura-pura bodoh! Untuk sementara waktu kau harus menggantikan Lizzy, sampai ia bisa kembali bekerja."

"Aku tidak mau. Aku dibayar untuk bernyanyi, bukan untuk menjual tubuhku seperti itu. Kau tidak bisa seenaknya menyuruhku!"

"Bukan aku yang menyuruhmu, Bodoh!" Joana mendorong dahi Zka dengan telunjuknya. "Ini perintah langsung dari Bos."

"Maksudmu Tuan Eldo?" Zka memicingkan matanya.

"Kau pikir ada bos lain di tempat ini selain dirinya?" balas Joana sinis.

"Sekalipun dia yang menyuruhku, aku tetap tidak mau!" Zka berkeras.

"Terserah! Kau membuat dirimu sendiri susah dengan penolakanmu!" Kesal dengan kekeraskepalaan gadis itu, Joana berjalan menuju sudut ruangan untuk meraih telepon. "Katakan pada Bos, gadis menyebalkan ini menolak menuruti perintahnya.

***

"Kau berani menolak perintahku?" Eldo menampakkan senyumnya yang terlihat sangat kejam. Selama ini, Eldo tidak terbiasa mendengar penolakan dan bantahan dari orang-orang di sekitarnya. Kuasanya selalu membuat mereka tunduk pada setiap ucapan Eldo. Namun gadis di hadapannya ini dengan berani telah melawannya lebih dari satu kali.

"Kau tidak bisa seenaknya menyuruhku." Zka balas menatap Eldo dengan berani.

Eldo mengangkat dagu Zka dengan telunjuknya. "Lupa dengan kenyataan bahwa kau bekerja untukku?"

"Tapi aku bekerja di sini untuk bernyanyi."

"Apa ada perjanjian kerja yang kita tandatangani bersama?" Eldo tersenyum mengejek.

Zka tercekat. Benar saja. Ia tidak pernah menandatangani kontrak kerja apa pun. "Tapi aku tetap tidak mau. Aku tidak sudi melakukan hal menjijikan seperti itu."

"Sepertinya kau memang tipe perempuan yang senang dengan paksaan. Kau ingin aku memakai cara kasar untuk memaksamu melakukan keinginanku? Baiklah. Aku turuti." Eldo menggosok dagunya, wajahnya terlihat sedang merencanakan sesuatu.

"Apa yang akan kau lakukan?" tanya Zka curiga. Ia mulai paham bahwa pria dihadapannya ini adalah orang licik dengan banyak rencana jahat dikepalanya. Apa pun yang direncanakannya, tidak pernah membuat hidup Zka tenang. Sejak Zka menerima gajinya selama enam bulan yang dibayarkan terlebih dahulu, sejak itu pula Eldo sering mempersulit dirinya.

"Aku tidak akan melakukan apa-apa padamu. Tapi aku akan menyeret ibumu ke sini dan menggantikan tugasmu."

"Kau tidak bisa melibatkan ibuku!" hardik Zka.

"Kenapa tidak bisa? Kalian berhutang padaku." Eldo tertawa senang. "Sepertinya akan lucu melihat wanita seusia ibumu berpakaian setengah telanjang dan menggoda pria-pria di sini."

"Kau gila!" Zka memukul dada Eldo dengan geram. "Kenapa harus ibuku?"

"Karena kau menolak perintahku," balasnya enteng.

"Tolong jangan libatkan ibuku." Suara Zka terdengar lirih. Demi apa pun, ia tidak rela melihat ibunya dipermalukan seperti itu.

"Kalau begitu lakukan perintahku. Semudah itu."

"Baiklah. Aku akan melakukannya. Tapi jangan pernah ganggu ibuku."

"Kalau begitu cepat ganti pakaianmu. Jangan biarkan para tamu menunggu lama."

Zka masih saja diam. Tidak bergerak sedikitpun untuk mengganti pakaiannya.

"Kenapa masih diam saja? Cepat!"

"Haruskah kau menungguiku berganti pakaian?" sindir Zka dingin.

Eldo berjalan keluar meninggalkan Zka, membanting pintunya dengan kesal. Kesal karena sikap pembangkang Zka, namun ia puas karena bisa mempermalukan gadis itu.

Sepeninggal Eldo, Zka bergulat dengan perasaannya sendiri. Ia menyesali dirinya, menyesali kesalahannya. Andai saja ia tidak pernah meminta bantuan pada orang itu. Pria berhati iblis yang tega memanfaatkan keadaan orang lain. Namun sekarang percuma, ia sudah terlanjur terjebak dalam situasi ini. Bertahanlah, Valenzka! Hanya empat bulan lagi kau harus bekerja di sini. Setelah itu carilah pekerjaan yang lain, dan jauh-jauhlah dari Iblis itu!

Zka menguatkan hatinya untuk menatap dirinya di depan cermin. Ia ingin muntah melihat penampilannya sendiri. Pakaian yang dikenakannya sama sekali tidak layak. Celana dalam dan bra berwarna merah terang dengan taburan perak, ditutup dengan outer tipis berwarna senada. Sama sekali tidak membantu untuk menutupi celana dalam dan bra yang hampir tidak menutupi bagian intimnya sama sekali. Rasanya ingin menangis karena malu.

Keasyikannya meratapi diri terganggu dengan Joana yang menerobos masuk. "Kau sudah siap?"

"Sudah," ujarnya datar.

"Apanya yang siap? Mana riasan wajahmu?" Joana berseru kesal. Ia mengambil perlengkapan rias miliknya, dan menyeret Zka ke arah sofa. "Duduk!"

"Mau apa lagi? Aku sudah memakai riasan sebelum ke sini?" protes Zka.

"Diam saja!" Joana mulai sibuk memulas wajah Zka. "Nanti, lakukan saja apa yang harus kau lakukan. Tutup saja matamu jika kau merasa ingin muntah ketika tangan-tangan itu menjamah tubuhmu. Sebisa mungkin jangan menunjukkan penolakan secara terang-terangan. Semakin kau menolak, mereka akan semakin memburumu. Kalau kau bersikap murahan dan membiarkan mereka menyentuhmu, mereka akan mudah bosan. Seperti itulah cara kerjanya. Kau harus bermain pintar jika ingin bertahan di tempat ini."

Zka diam saja mendengar nasihat yang Joana berikan. Ternyata wanita ini tidak sejahat kelihatannya.

"Jangan menangis," ujar Joana tanpa menatap mata Zka. "Aku tahu kau tidak berkeinginan menjadi wanita penghibur. Aku juga tahu kau jauh lebih berharga daripada wanita sampah macam kami. Aku tidak tahu apa yang membuatmu terjebak di tempat ini. Tapi aku ingin memperingatkanmu. Jika ada kesempatan untuk keluar dari tempat ini, segera pergilah! Jangan buang waktumu di tempat seperti ini."

"Terima kasih," ujar Zka ragu.

"Nah, sudah selesai! Ayo, cepat!" Joana kembali pada sikapnya semula, seolah ia tidak pernah mengatakan apa-apa pada Zka. "Sebisa mungkin, jaga jarakmu agar selalu berdekatan denganku. Dan ingat, jangan meminum apa pun yang ditawarkan oleh tamu. Itu tidak aman."

Entah apa maksudnya, namun Zka lebih memilih menurutinya saja. Begitu pintu terbuka, Zka mulai berkeringat dingin. Ketika mereka sudah berbaur dengan keramaian pengunjung, Zka rasanya ingin menangis. Ia merasa seakan sedang telanjang. Pakaian ini sama sekali tidak membantunya untuk menutupi tubuhnya.

Zka beradu pandang dengan Rick. Ia bisa melihat tatapan terkejut dan penuh tanya di mata sahabatnya itu. Namun Zka tidak berani mendekat.

Wajah Zka memucat ketika ia mengenali tatapan penuh nafsu yang tertuju padanya. Pria-pria yang selama ini menginginkannya, mereka yang selama beberapa bulan ini begitu ingin menyentuh tubuh indah Zka, kini bagai mendapat hadiah besar. Tubuh Zka menegang ketika seorang pria tiba-tiba menariknya dari belakang dan mendudukannya di pangkuannya. Zka memandang wajah Joana dengan tatapan memelas, namun wanita itu tidak bisa banyak membantunya. Ia hanya tetap menjaga Zka melalui pandangannya.

Eldo begitu menikmati pemandangan malam itu. Bukan tubuh Zka yang membuatnya senang, namun raut tersiksa di wajah gadis itu yang membuatnya bahagia. Eldo menyaksikan bagaimana wajah Zka menegang, setiap kali ada pria yang mendekatinya. Lalu ketika gadis itu terkesiap manakala ada tangan yang menyentuh tubuhnya. Gadis itu terlihat ingin memberontak, namun akhirnya ia akan memilih memejamkan matanya saja.

Permainan ini baru saja dimulai, namun Eldo sudah sedemikian bahagia. Entah bagaimana di akhir nanti, ketika semuanya selesai dan dendamnya terbalaskan dengan sempurna.

***

--- to be continue ---