Melody hidup dalam kemewahan yang terlihat sempurna dari luar. Keluarga Emeraldy, salah satu keluarga terkaya di Jakarta, selalu disorot karena bisnis tekstil besar yang dijalankan oleh ayahnya, Dexton Emeraldy, dan bakat ibunya, Laura Gunawan, sebagai desainer terkenal. Namun, di balik semua kekayaan itu, keluarga mereka menyimpan luka yang tak pernah terobati.
Sebagai anak tunggal, Melody sering merasakan beban ekspektasi yang luar biasa dari orang tuanya. Dexton dan Laura, yang sangat ingin memiliki seorang putra, selalu menaruh harapan besar padanya. Keluarga Emeraldy memiliki warisan dan nama besar yang harus diteruskan, dan meskipun Melody adalah seorang perempuan, dia tetap diharapkan untuk menjadi penerus tahta keluarga. Setiap keputusan, setiap langkah yang diambil Melody, selalu diperhatikan dengan cermat oleh kedua orang tuanya.
Di tengah tekanan itu, Melody lebih suka menghabiskan waktunya di luar rumah. Les tari, les musik, olah vokal, dan pelajaran akademis menjadi pelariannya. Bagi Melody, tempat-tempat itu bukan hanya sarana belajar dan mengasah keterampilan, tetapi juga pelarian dari rumah yang terasa semakin menyesakkan. Dia menemukan kedamaian dalam gerakan tari, harmonisasi suara, dan dentingan piano, yang seakan menjauhkan dirinya dari tuntutan keluarga.
Namun, tak seorang pun tahu tentang tragedi besar yang menimpa keluarga Emeraldy bertahun-tahun yang lalu. Tragedi yang mengubah segalanya. Melody, adalah saksi bisu dari hari yang mengerikan itu. Pada suatu hari yang biasa, ketika Melody masih berusia dua tahun, rumah mereka diserang oleh sekelompok perampok. Ketiga kakaknya Christopher, George, dan Gerald baru saja pulang sekolah ketika mereka menemukan para asisten rumah tangga disekap di dalam gudang. Melody kecil sedang digiring paksa ke dalam mobil oleh para penculik.
Christopher, yang saat itu duduk di bangku SMP, bersama kedua adiknya, tidak tinggal diam. Mereka tidak bisa membiarkan satu-satunya saudara perempuan mereka dibawa begitu saja. Dengan keberanian yang luar biasa, mereka melawan. Namun, nasib buruk menimpa mereka. Christopher tertabrak mobil penculik saat mencoba menyelamatkan Melody dan meninggal di tempat. George dan Gerald, bersama Melody, dibawa oleh para perampok ke sebuah gudang tua yang terpencil.
Di gudang itu, Melody kecil terikat bersama kedua kakaknya. Tangisannya menggema di antara dinding gudang yang dingin, meminta tolong pada kakak-kakaknya.
"Kak, tolong kak! Ody sakit…" teriak Melody kecil, matanya berair dan penuh ketakutan.
"Hey Melody, kamu gak boleh nangis. Kamu lihat ada kakak disini. Kakak di sebelahmu! Kamu harus tenang. Kakak akan melindungi kamu dari para lenjahat itu!" Seru George. Sebagai anak kedua dia merasa harus melindungi kedua adiknya.
"Iya Melody, kak Gerald juga disini. Tidak mungkin kita membiarkan kamu terluka." Seru Gerald yang tak ingin kalah. Gerald adalah kembaran George.
George lahir 5 menit lebih dulu sebelum Gerald.
"Gimana kalo kita nyanyi saja?" Usul George yang berusaha tetap tenang.
"Wuah Ody suka. Ayo kak nyanyi! Ody mau denger kakak nyanyi!" Ucap Ody semangat. George dan Gerald memang pandai bernyanyi. Mereka sering memenangkan piala dalam beberapa kontes menyanyi.
Remember when I told you
No matter where I go
I'll never leave your side
You will never be alone
Even when we go through changes
Even when we're old
Remember that I told you
I'll find my way back home
Demikian cara George dan Gerald berusaha menenangkannya, meski mereka sendiri penuh ketakutan. Tapi sayang keberanian yang mereka tunjukkan tidak cukup untuk membebaskan mereka dari nasib yang tragis.
Saat itu tiba-tiba pintu gudang terbuka. Perlahan ada seorang pria paruh baya yang masuk ke dalam diikuti para ajudan yang berpakaian serba hitam.
"Uncle Sam?!" Teriak George dan Gerald secara bersamaan.
"Jono! Dasar t*l*l kenapa matanya gak ditutup!" Bentak Sammy kepada salah satu preman yang menculik mereka.
"Maaf Bos, tadi saya pikir Bos gak mungkin nemuin mereka." Ucap Jono ketakutan.
"Banyak alasan!" Bentak Sam yang disusul tamparan keras pada Jono oleh salah satu bodyguard Sam.
Sam melangkah mendekati George, Gerald dan Melody. Geroge menatap tajam saat Sam berjongkok di depan melody menatap dalam ke wajah gadis mungil itu.
"Hmm,, Wajahmu mirip sekali Laura, tapi sayang matamu selerti si B*ngs*t Dexton!"
Celetuknya sambil meludah ke samping.
"Hentikan! Jangan sentuh Melody!" Seru George Keras tatkala Sam menjulurkan tangannya untuk menyentuh wajah Melody.
"Apa kau tau? Seharusnya aku lah ayahmu! Kalau saja Dexton tidak merebut ibumu dariku!" Seru Sam.
"Dexton si B*e**ng*k itu, sudah merebut wanitaku! Sekarang dia masih sok pahlawan berani mengusik Bisnisku! Memang pecundang seperti dia pantas M**i!" Seru Sam yang semakin menggila.¹
"Tidak! Aku tahu kenapa Ibuku lebih memilih Dad dibandingkan Kau! Karena sebetulnya kaulah pecundangnya!" Ucap George kesal.
"HAHAHAH..." Tawa Sam menggelegar di seluruh penjuru gudang.
"Berani sekali! Berani sekali bocah ingusan sepertimu!" Teriak Sam yang langsung berdiri dan menendang wajah George sampai terjungkal.
"Kakak!" Teriak Melody dan Gerald yang terkejut melihat George pingsan akibat tendangan Sam.
"Dasar paman jahat! Kembalikan kakak ku! Aku mau Kak George! Kembalikan!" Seru Meloy kesal yang menangis melihat kakak tercintanya terkulai lemas.
Sam dengan cepat mendekat ke arah melody dan me**m** bibirnya dengan paksa.
"Umph.. umph..." Melody memberontak dan berusaha melepaskan diri.
"Hey B*a*ng*n! Lepaskan adikku! Dasar Tua Bangka! Beraninya Kau!" Ucap Gerald yang berusaha melepaskan diri dari ikatan nya.
Seolah tak ingin menghiraukan Gerald. Sam terus melakukan tindakan tak senonoh pada Melody. Bahkan ia tak segan-segan membuka bajunya dan menelanjangi Melody. Seolah ingin membuat luka pada gadis kecil itu. Dan membuat Gerald menyaksikan perbuatan keji dirinya pada sang adik tercinta.
Melody sangat ketakutan melihat sosok lelaki yang seumuran ayah kandungnya, justru malah mem*e*k*s*nya di hadapan sang kakak.
__________________________
Prang..
Melody melempar vas bunga di atas piano. Lalu berteriak dan menangis histeris. Dalam ruang musik yang terlihat megah dan elegan, Melody menumpahkan rasa sakitnya seorang diri.
Tragedi itu menghantui Melody hingga dewasa. Dexton dan Laura, meski mencintai Melody, tetap menyimpan kekecewaan yang mendalam. Mereka mencoba menebus kehilangan mereka dengan menuntut kesempurnaan dari Melody, tanpa menyadari beban yang mereka letakkan di bahunya.
Melody, yang tidak pernah tahu detail lengkap tragedi itu, hanya merasakan tekanan dan harapan yang begitu besar. Dia tumbuh dengan perasaan bahwa dirinya harus mencapai kesempurnaan untuk memenuhi ekspektasi orang tuanya, meski dia tidak pernah bisa memahami sepenuhnya alasan di balik tuntutan tersebut. Dalam kemewahan yang melingkupinya, Melody merasa sendirian, terkurung dalam bayangan masa lalu keluarganya yang kelam.
Di balik dinding rumah megah keluarga Emeraldy, kesedihan dan penyesalan menyatu dengan harapan yang tak pernah terwujud. Dan di tengah semua itu, Melody terus mencari cara untuk melarikan diri, menemukan dirinya dalam dentingan piano dan langkah-langkah tari yang membebaskannya dari bayang-bayang masa lalu yang gelap.