webnovel

Natan Berulah

Saras melintasi koridor perpustakaan bersama dua orang sahabatnya. Mereka baru saja selesaikan tugas makalah dan ingin menuju ke kantin.

"Saraswati! Kamu utang penjelasan padaku. Jangan pikir aku percaya begitu saja dengan ucapanmu waktu itu?"

Teriakan lantang dari suara seorang pria buat dua sahabat Saras menahan lengan Saras untuk berhenti melangkah dan menoleh ke belakang mereka.

Tapi, tanpa Saras tatap pun, dari suaranya ia sudah hafal pria yang menyerukan namanya itu.

"Tidak usah diladeni. Ayo, kita langsung ke kantin saja!" perintah Saras melangkah jauh lebih lebar dari sebelumnya.

Kedua sahabatnya yang mengapitnya, mau tak mau harus sedikit berlari untuk menjajari Sarah.

Natan beri tanda pada dua orang pengawalnya untuk hentikan ketiga gadis tersebut.

Dua pria berbadan kekar langsung melesat dan berdiri tepat di depan Saras dan temannya sebagai penghalang langkah mereka.

"Berhenti! Tuan muda Natan ingin bicara!" kata salah satu di antara para pria kekar itu.

Mau tidak mau tiga orang wanita itu mendadak berhenti agar tidak tabrakan dengan otot keras di hadapan mereka.

Saras terlihat gusar. Ia paling tidak suka dengan orang yang selalu ingin paksakan kehendak.

"Siapa mereka?" tanya Viana yang berdiri di samping kanan.

"Iya, mereka mau apa, Ras?" sambung Livia dari arah sebelah kiri.

Saraswati berbalik dengan paras kesal. Rahangnya mengatup keras karena menahan amarah.

"Dasar pegecut! Beraninya hanya mencegat cewek!" maki Saras dengan memicingkan matanya menatap Natan dengan pandangan remeh.

"Kenapa? Kamu tidak suka? Itulah caraku kalau berhadapan dengan cewek sok cantik dan keras kepala seperti dirimu!" sambung Natan sambil bercekak pinggang dengan pongahnya di depan Saras.

"Kamu itu pengangguran. Beda dengan kami yang adalah mahasiswa dengan jadwal yang padat. Minggir atau kami teriak satpam kampus!" ancam Saras.

"Ya, itu benar. Satpam di sini adalah yang terbaik!" sambung Livia.

"Dan terhebat lebih dari pada Hulk!" imbuh Viana. Kedua sahabat Saras itu sudah ikut menatap Natan dari ujung rambut sampai ke ujung jempol, yang tersembunyi di balik sepatu kulitnya.

Viana memang paling unik di antara Saras dan Livia. Imajinasinya mengalahkan anak usia balita.

"Kalau saja aku mau, kampus dan semua isinya aku beli termasuk para satpam yang kalian banggakan itu. Bisa kita bicara berdua saja? Aku tidak ada urusan dengan kedua wanita benalu yang ada di samping kiri dan kananmu!" bantah Natan dengan nada yang masih angkuh, tetap tidak mau kalah dengan gertakan Saras dan sahabatnya.

"Kamu!" seru tiga perempuan tersebut bersamaan.

Ketiganya sudah bergerak melangkah maju tapi salah satu dari pengawal Natan kembali berdiri menghalangi.

"Tunggu aku di sini. Tidak akan lama!" tegas Saras karena sudah tahu kalau pemuda manja seperti Natan memang tidak bisa dibantah.

Masih ada mata kuliah lanjutan dan Saras ingin bereskan masalahnya dengan Natan saat itu juga.

"Ikut sekarang!" perintah Saras beri tanda dengan tangannya agar Natan mengekorinya.

Viana dan Livia tidak bisa ke mana pun karena ada dua pengawal Natan. Keduanya hanya bisa melihat Saras yang menuju salah satu kelas yang kebetulan sedang terbuka pintunya dan terlihat kosong, tidak ada aktivitas di dalamnya.

Mereka hanya bisa lihat dari jauh sahabatnya berdiri bersedekap berhadapan dengan Natan yang duduk menyandar di pinggiran meja.

Sialnya, tidak ada suara yang mereka bisa dengarkan jadi hanya bisa menanti.

"Rasa penasaranku membentang seluas samudera," bisik Viana.

"Sama. Tapi kamu mending diam dan jangan buat aku semakin kesal."

"Pasti emosimu sekarang sudah seperti gelegak gunung berapi Etna di Italia yang siap meletus."

"Aku khawatir pada Saras, tahu!" tegas Livia.

Sementara di dalam ruang kuliah.

"Kalau memang dia kekasihmu, dan ada di gedung yang sama, kenapa tidak kamu ajak untuk duduk bersama di dalam restoran?" tanya Natan mulai menginterogasi Saras.

"Untuk apa saya jelaskan semua hal padamu?" bantah Saras.

"Karena aku benar-benar suka padamu dan orang tuamu sudah setuju agar aku jadi pacarmu."

"Lalu, kamu pikir saya juga akan setuju dengan apa kata orang tua saya?"

"Ya, tentu saja. Lihat aku! Apa yang kurang dari diriku?" sahut Natan berputar sekali untuk tunjukkan betapa tampilannya tidak pantas diragukan.

'Dasar narsis. Oh, andai saja tidak ada hukum di negara ini, sudah aku bunuh pria ini sejak pertama kali aku jumpa dengannya,' umpat Saras sambil menarik ujung bibirnya, karena remehkan rasa percaya diri Natan.

"Pria kemarin adalah kekasihku dan hakku untuk perkenalkan dia pada keluargaku, kapan saja sesuai keinginanku!" sahut Saras dengan berikan tekanan pada setiap kata yang barusan ia ucapkan.

"Tentu saja kamu benar seratus persen. Aku bahkan punya buktinya," balas Natan dengan ekspresi ekspresi jahil.

Ia tunjukkan layar ponselnya dan nampak wajah Saras dan pria asing yang diakui sebagai kekasih dari Saras sedang asyik berciuman.

Saras spontan ulurkan tangannya untuk rampas ponsel Natan tapi pria itu tentu saja tidak tinggal diam.

Saras tidak ingin orang tuanya lihat video tak sopan itu. Dia belum siap terima konsekuensinya. Ayahnya bukan diplomat yang berhati lapang kalau menyangkut perilaku tak bermoral anak gadisnya dan segala sesuatu yang ada kaitannya dengan nama baik keluarga.

Sepertinya Natan tahu persis seperti apa karakter orang tua dari Saras jadinya ia punya kartu As untuk menaklukkan hati Saras.

Natan mengelak dengan sigap begitu lihat Saras ingin menjangkau ponselnya, dan Saras gagal merebut benda yang ia incar.

Alhasil, Saras memberengut kesal melihat tingkah kekanakan dari Natan.

Ia tidak berniat mengejar pemuda itu karena ia sama sekali tidak ingin ladeni tingkah Natan.

Sedang Natan sangat yakin kalau Saras pasti akan tetap bisa dia pacari. Hanya soal waktu saja.

"Kamu telah langgar hak pribadiku. Saya akan laporkan kalau kamu berani pakai video itu untuk kepentingan pribadi."

"Silakan saja! Aku pasti akan gunakan untuk laporkan kepada orang tua kita. Kamu tidak paham kalau kita sebenarnya sudah dijodohkan sejak kecil. Kamu saja yang pura-pura lupa!"

"Enak saja kamu kalau bicara. Sampai kapan pun, saya tidak sudi dijodohkan denganmu!" teriak Saras kesal.

"Oh, begitu! Baiklah! Aku akan beri kamu waktu untuk berpikir ulang. Untuk buktikan kalau aku calon suami yang baik hati. Juga, aku akan gunakan tindakan kamu ini tepat pada waktunya untuk buktikan bahwa aku bukan pria yang asal bicara atau mengumbar janji. Aku akan kembali lagi untuk resmikan perjodohan kita!" sahut Natan sok lembut.

Nada suaranya memang ia pelankan dan ia berikan senyuman terbaik saat bicara dengan Saras.

Sebaliknya, Saras begitu gusar dengan perasaan marah yang membuncah dalam dirinya, siap untuk dilampiaskan secepatnya.

"Dasar narsis. Sok ganteng. Lebih baik saya bunuh dari dari pada bersanding denganmu!" sahut Saras tapi ditanggapi santai oleh Natan.

Pemuda itu malah kirimkan ciuman jarak jauh pada Saras sebelum berbalik dan menggapai kedua pengawalnya untuk ikut dengannya.

Tujuannya sudah tercapai. Ia memang ingin tunjukkan pada Saras kalau ia punya bukti untuk laporkan perbuatan Saras yang tidak sopan pada kedua orang tuanya.

Natan memang langsung cekatan ambil video saat ia lihat Saras mencium pria lain. Tujuan Natan di awal adalah untuk minta orang cari tahu, siapa pria yang disebut Saras sebagai kekasihnya.

Satu minggu setelah ia dapat kabar dari orang sewaannya, barulah ia temui Saras. Ia sangat yakin kalau Saras sudah berbohong.

Dari hasil laporan yang Natan dengar dan baca, pria tersebut sudah punya pacar dan sering habiskan waktu bercengkerama berdua dengan pacarnya. Tapi, setelah ditelusuri, pacarnya bukan Saras tapi wanita lain.

Jadi, Natan akan gunakan kebohongan Saras di saat yang tepat, untuk raih keinginannya sendiri.