webnovel

Jebakan Terindah

"Kalian mikir! Dia itu orang kaya. Kalau mau begituan sama aku, masa iya dia milih di kebon orang." Seorang Gadis berteriak pada warga yang ada di depannya. "Intinya, dia ndak akan menikahi aku. Aku sendiri yang akan membayar denda, jang—" "Aku akan menikahi kamu." Laki-laki itu memotong. Sontak saja Si Gadis langsung menoleh. "Eh, Si Kampret. Otakmu kelelep apa?" bisiknya. Cakra, 35 tahun. seorang anak dari pengusaha restoran sukses dituntut oleh kedua orang tuanya agar segera membawakan mereka seorang menantu. Karena tuntutan tersebut Cakra pun pergi ke salah satu kota di Jawa Timur untuk mencari seorang istri sekaligus mengembangkan bisnis restoran di daerah tersebut. Setelah sampai di daerah tersebut, banyak kejadian lucu yang terjadi hingga mendekatkan dirinya dengan seorang gadis bernama Asta. Mereka berdua sering berseteru bahkan berkelahi, hingga takdir membuat mereka harus menikah karena fitnah dari mantan calon suami Asta. Dan ketika Asta merasa insecure karena harus ke Jakarta untuk bertemu dengan sang mertua, ternyata banyak hal tak terduga tentang keluarga Cakra yang membuat dirinya sempat menggeleng tak percaya. Setelah melewati berbagai hal, akhirnya kebahagian pun mulai datang. Namun semua kebahagiaan tersebut kembali terusik ketika cinta pertama Sang Suami datang bahkan masuk ke dalam kehidupan pernikahan mereka. Mampukah Asta mempertahankan rumah tangganya? Bisakah Cakra menyadari jika kebaikan hatinya adalah malapetaka untuk kisah cintanya sendiri? #ketika kebaikan hati harus mempunyai batas.

Si_Mendhut · Urban
Not enough ratings
15 Chs

Aneh

"Akhhh!" pekik seorang pemuda yang sedari tadi dikejar oleh gadis yang mengangkat sandalnya tinggi-tinggi tersebut.

Pemuda itu kini terjatuh di pinggir jalanan tersebut, sedangkan Cakra yang terkejut karena tak sengaja menabrak pemuda tersebut pun langsung menghentikan motornya.

'Untung pelan,' batin Cakra sembari turun dari motornya.

"Kamu tidak ap—" Kalimat Cakra terhenti ketika mendengar teriakan gadis tadi.

"Modar kowe!" Gadis tersebut berhenti dengan tangan yang memegangi lutut, ngos-ngosan karena sedari tadi mengejar pemuda yang ditabrak oleh Cakra tersebut.

Cakra pun langsung menoleh, menatap ke arah gadis tersebut dengan tanda tanya besar di wajahnya.

Namun dengan cepat gadis tersebut berlari ke arah Cakra. "Ayo ngaleh," ucapnya sambil menarik lengan Cakra yang kini nampak bingung.

Cakra yang tak mengerti perkataan gadis tersebut pun langsung mengerutkan keningnya.

"Malah plonga-plongo," ujar gadis di dekat Cakra tersebut sembari terus menarik tangan Cakra.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Cakra sembari berjalan mengikuti tarikan gadis tersebut.

Mendengar ucapan Cakra, kini ganti gadis tersebut yang mengerutkan keningnya. "Bukan orang sini?" tanya gadis tersebut merubah cara bicaranya.

"Buk—"

"Hoe mandeg! (Hei berhenti!)" teriak pemuda yang tadi ditabrak oleh Cakra sembari berusaha bangun dari tempatnya saat ini.

Cakra yang mendengar teriakan tersebut pun langsung menoleh, namun tarikan kuat dari gadis di dekatnya pun langsung membuat Cakra kembali menghadap gadis tersebut.

"Sudah ayo kita pergi, dia nggak akan mati," ucap gadis tersebut sembari terus menarik tangan Cakra.

Cakra yang masih bingung dengan situasi tersebut pun akhirnya mengikuti tarikan dari gadis itu. Seperti terkena sihir, ia pun menuruti perkataan gadis tersebut dan membonceng gadis itu meninggalkan tempat tersebut.

\*\*

Lima menit kemudian.

Stttt! Cakra mengerem motornya di pinggir jalan raya yang entah di mana ia pun tak tahu, yang jelas terasa sudah cukup jauh dari tempat tadi.

"Kok berhenti?" tanya gadis yang kini sedang diboncengnya.

"Turun," ucap Cakra dengan tegas.

Dan tentu saja gadis tersebut langsung turun dari motor tersebut, karena bagaimana pun juga mereka sama-sama tak saling kenal.

"Kenapa, kamu ingin kembali ke sana?" tanya gadis tersebut dengan santai. " Asal kamu tahu, dia itu orang ruwet. Kalau kamu kembali ke sana, palingan kamu bakal didenda sama dia habis-habisan," imbuhnya.

Mendengar ucapan gadis di depannya, Cakra pun mengerutkan keningnya untuk kesekian kalinya. "Kamu itu siapa? Kenapa memberi tahuku tentang ini dan—"

"Anggap saja kita ini saling menolong," sela gadis yang kini berdiri di dekat Cakra sembari membetulkan tas slempangnya. "Kamu menolong aku balas dendam ke laki-laki kampret itu dan aku menolong kamu agar tidak ditipu dia," imbuhnya sambil menatap ke arah Cakra dengan santai.

'Gadis ini benar-benar … akhh,' pikir Cakra sambil terus memberikan tatapan aneh ke arah gadis tersebut.

"Dih, jangan ngelihatin aku seperti itu," ucap gadis tersebut sembari menatap lurus ke arah Cakra. "Ya sudah terima kasih balik, semoga kita tidak berjumpa lagi." Setelah mengatakan hal tersebut, gadis itu pun melangkah menjauh dari Cakra.

Dan Cakra saat ini hanya diam dan terus menatap heran ke arah gadis yang semakin menjauh dari hadapannya itu. "Apa ada yang lebih aneh dari gadis itu," gumamnya lalu menggeleng pelan.

\*\*

Dua hari kemudian.

Tok! Tok! Tok! Terdengar suara ketukan di pintu salah satu kamar hotel yang saat ini ditempati oleh Cakra.

"Tunggu sebentar," ucap Cakra sembari melangkah membukakan pintu kamar yang disewanya itu.

Dan ketika dibuka, terlihat seorang gadis muda yang sedang memegang sebuah nampan berisi sepiring nasi goreng dan jus jeruk di atasnya. "Ini pesanan Anda Mas," ujar gadis berseragam pelayan hotel tersebut dengan sebuah senyuman penuh arti.

"Ya, terima kasih." Cakra dengan cepat mengambil nampan di tangan gadis pelayan hotel tersebut.

Namun setelah beberapa saat makanan itu diambil dan pelayan hotel tersebut tak kunjung pergi, Cakra pun menatap gadis di depannya itu dengan aneh. "Ada apa?" tanyanya.

"Oh iya," ucap Cakra lagi sembari  mengambil uang dari dalam sakunya.

"Bukan Mas, bukan," tandas gadis tersebut sembari menggoyang-goyangkan tangannya tanda menolak.

Mendengar penolakan tersebut Cakra pun langsung mengerutkan keningnya.

Mendapat tatapan tak biasa dari Cakra, gadis itu pun langsung tersenyum malu-malu. "Itu Mas, nama Mas-nya itu siapa?"

"Saya?" tanya Cakra memastikan.

Gadis itu pun langsung mengangguk.

"Cakra, kenapa?"

"Ndak apa-apa, Mas ini apa model atau artis? Apa boleh minta foto?" tanya gadis tersebut sembari mengedip-ngedipkan matanya beberapa kali.

'Apa-apaan gadis ini,' batin Cakra yang merasa risih dengan tingkah gadis tersebut.

"Maaf tapi saya alergi dengan kamera," tolak Cakra dengan santai.

"Hmm …," gumam gadis itu sembari menunjukkan kekecewaan di wajahnya.

"Kalau begitu …," ujar gadis tersebut sembari mengambil sesuatu dari sakunya, "ini Mas, tolong simpan nomor saya ya Mas," imbuhnya sembari memberikan selembar kartu pada Cakra.

'Kartu nama,' batin Cakra sembari mengambil benda tersebut dengan sebuah senyum canggung di wajahnya.

"Terima kasih Mas," ucap gadis itu sambil berlari meninggalkan Cakra yang masih menatap kartu nama yang baru diberikannya.

"Ada apa dengan gadis itu," gumam Cakra sambil menggeleng pelan ketika menatap gadis yang tengah berlari tersebut.

Setelah itu Cakra pun membawa masuk nampan berisi sarapannya tersebut dan meletakkannya di atas meja di dalam kamar.

"Akhh … para gadis-gadis itu memang aneh," ujarnya sembari mengambil ponsel yang ada di atas meja dekat nampan tersebut.

Sesaat kemudian sebuah senyum pun terukir di wajah Cakra. "Bagus juga kerjanya," gumam Cakra sembari terus menatap ke arah layar ponselnya.

Dan setelah beberapa saat berbalas pesan dengan seseorang di ponselnya, kemudian Cakra pun meletakkan ponselnya kembali sambil berkata, "Nanti sore … baiklah, aku harus mendapatkannya."

\*

Sore harinya.

Seperti yang direncanakan oleh Cakra dan orang yang menghubunginya tadi, saat ini mereka sudah berada di jalanan kecil berpaving di salah satu desa di kota itu.

"Masih jauh?" tanya Cakra pada orang yang kini sedang duduk di sampingnya.

Orang yang sedang berkonsentrasi menyetir mobil di samping Cakra itu pun menjawab dengan santai, "Nggak, paling lima menitan lagi."

"Hem …," gumam Cakra mendengar jawaban laki-laki yang seusia dirinya itu.

"Oh iya Kra, aku dengar dari Dimas kamu ini sedang cari istri katanya?" tanya Deni, laki-laki yang sedang menyetir mobil yang dinaiki oleh mereka.

Deni adalah salah satu teman dekat Cakra dan Dimas saat kuliah, dan ia kini berdomisili di kota itu.

"Ck, dia ngomong apa saja?" Cakra bertanya balik dengan wajah gusarnya.

"Kamu kaya nggak hafal dia aja. Si kampret itu ngomong panjang lebar, tapi intinya dia nyuruh aku nyariin jodoh buat kamu di sini," terang Deni.

"Ck." Sebuah decakan kembali terdengar dari bibir Cakra.

Kemudian Deni pun kembali berkata, "Jangan kesal, dia itu cuma pengen bantu kamu. Kalau dipikir-pikir nasib percintaan kamu memang seret dari dulu."

"Huff …." Helaan napas kasar pun akhirnya muncul dari Cakra.

"Dimas aja udah nikah, bahkan anakku saja sudah dua. Lha kamu?"—Deni melirik Cakra—"Orang paling mateng di antara kita … gandengan saja nggak punya," imbuhnya.

"Belum selesai?" ketus Cakra.

"Hahaha!" Tawa menggelegar pun muncul seketika dari bibir Deni, menertawakan raut wajah Cakra yang kini seperti cucian kusut.

Tiba-tiba ….

Sssrttt! Deni mendadak mengerem mobilnya.

"Kenapa?" tanya Cakra yang terkejut.

Deni pun langsung menoleh ke arah Cakra. "Itu Kra …." Ia menunjuk ke arah depan.

"Itu …." Cakra mengerutkan keningnya ketika melihat dua orang gadis dan beberapa orang laki-laki yang terlihat sedang mencegat dua gadis tersebut tak jauh di depan mobil mereka.

"Gadis itu …," ujar Cakra sembari melihat lurus ke arah salah satu gadis tersebut.

"Kamu kenal?" tanya Deni yang penasaran dengan ekspresi aneh wajah temannya itu.

"Dia—"

"ASTA, AWAS!"