Happy Reading
***
"Ada apa? Kenapa diam?"
Ocean menggeleng kemudian ia menghembuskan napasnya kembali.
"Jangan terlalu banyak menghela napas,, Oce. Kau mirip bapak-bapak yang banyak utang."
Ocean mendecih, lalu ia membuang muka dengan ketus. "Hus, lagian mana ada pameran buka pukul 11 malam? Pastinya sudah tutup, lagi pula ini hari terakhir pameran Javas."
Benarkan? Mana ada pameran buka hingga pukul 11 malam dan lagi ini hari terakhir pameran Javas. Pasti semuanya sudah dibersihkan dan semua hasil karya Javas sudah diantar pada pemiliknya yang baru.
"Siapa tahu kau tetap nekad kesana." Husni tetap pada pendiriannya. Sebenarnya ia ingin bertanya lebih jauh, bagaimana keluarga Cakrawala bisa berhubungan dengan seorang seniman seperti Javas. Dan lagi Tuannya seperti sedang menjauhkan Ocean dari Javas. Sedangkan Ocean sama sekali belum pernah menceritakan tentang Javas padanya, yang Ocean katakan jika Javas hanyalah kenalannya saja, tidak lebih. Tapi ia selalu mengurungkan pertanyaan itu, karena tak mau mengganggu privasi keluarga Cakrawala.
"Cih! Aku tak sebodoh itu. Dan lagi kenapa kau mempersulitku bertemu dengan Qanshana ku. Sudah 3 hari aku tak bertemu dengannya. Kau tahu dia merengek untuk hal itu."
"Kau atau Qanshana yang merengek?" Goda Husni.
"Qanshana!"
"Ok. Bukan kau yang merengek. Tapi Qanshana lah yang sangat merindukanmu. Puas!" Husni menahan tawanya sebisa mungkin saat melihat wajah Ocean yang memerah.
Hem … jika dipikir-pikir, selama 3 hari ini Ocean sangat kooperatif. Dia sama sekali tak mengeluh walau wajahnya sudah terlihat sangat lelah, bahkan Ocean sama sekali tak memaksa untuk ke pameran Javas yang ia sendiri tak pernah bertemu dengan orangnya dan selama 3 hari ini pun Ocean tidak selalu menghubungi Qanshana. Sampai Qanshana menghubunginya dan bertanya apakah Ocean memiliki wanita lain. Dan setelah mendapat berbagai penjelasan darinya, akhirnya Qanshana mengerti posisi Ocean yang sangat sibuk.
"Kau sudah menghubungi Qanshana?"
Ocean menggeleng. "Aku ingin memberinya kejutan."
"Mau menginap di sana atau pulang?"
"Menginap," jawab Ocean dengan pasti. "Aku bosan jika harus pulang ke Sky atau pulang ke rumah Papa." Ia bergidik ngeri jika harus pulang kerumah Papanya. Besok pasti, dirinya diberondong berbagai pertanyaan yang tak ada habisnya oleh Papa dan Mamanya.
"Ok, baiklah. Aku akan mengantarmu sampai tujuan."
"Setelah itu pulanglah. Aku tahu kau juga lelah. Ini hari terakhirmu kerja rodi bersamaku."
"Hahaha, setelah ini akan kembali normal."
Ocean mengangguk, semoga saja akan kembali normal seperti biasanya. Ia tak dikejar-kejar jadwal yang super padat lagi, tidak melihat tatapan tajam Kun dan tidak diikuti Husni kemanapun dirinya pergi.
Bicara soal Kun. Kemana dia pergi setelah berpisah dengannya dan Husni? Wajahnya terlihat sangat sumringah dan walau terlihat lelah, matanya berbinar amat senang tadi. Atau jangan-jangan Kun?
"Hus, kau percaya tidak jika aku mengatakan Kun sedang ada di klub malam ini? Kau lihat, tidak? Wajah Kun yang sangat sumringah tadi."
"Percaya, dong! Kun pasti sedang bercinta untuk menghilangkan penat. Benar tidak?"
Ocean menggeleng, tidak setuju dengan Husni. "Bukan itu maksudku, Husni! Apa klub hanya untuk tempat bercinta, heh!" Lanjutnya sembari menggeplak kepala Husni. "Dasar mesum!"
"Hih! Lantas untuk apa, Ocean?!" tanya Husni gregetan.
"Bisa tidak berpikiran lurus sedikit." Ocean mencibirkan bibir. "Pasti Kun diam-diam sudah punya kekasih? Dia 'kan terkenal tidak neko-neko orangnya, Husni."
"Benar juga," ucap Husni sembari mengusap dagunya kemudian mengedikan bahu sebagai tanda tidak tahu. "Eh, Kau pernah lihat Kun memakai pakaian seksi tidak, Oce?"
Ocean menggeleng dengan cepat. Setiap hari Kun hanya memakai pakaian layaknya pria, rambut pirangnya digelung rapi, pun cara jalannya tidak seluwes wanita kebanyakan. Mungkin menyesuaikan cara kerja Papanya yang super sibuk dan lebih banyak bertemu dengan mafia kelas kakap jadi penampilan Kun harus terlihat super warior dan berwibawa, 11 12 dengan bodyguard Papanya.
"Kun terlalu kaku jika memakai pakaian seksi, Hus. Sepertinya tidak cocok juga."
"Hesh, jangan salah, Oce. Siapa tahu Kun sangat seksi dan mantap jika memakai lingerie merah dan dalaman renda. Memperlihatkan sesuatu yang ditutupinya selama ini. Apalagi Kun cukup berumur, pasti … ehem, pengalaman bercintanya akan sangat mengasyikan dan lebih menantang dari kebanyakan wanita muda yang kutemui." Husni benar-benar membayangkan, bagaimana jika fantasinya menjadi nyata. Pasti ia akan terpuaskan dan menjadikan Kun candu dalam setiap seks panas yang mereka lakukan.
Plak!
Ocean menggeplak kepala Husni dengan gemas dan Husni dengan cepat mengusap kepalanya yang terkena pukulan Ocean. Kali ini lumayan sakit, membuyarkan seluruh siluet tubuh Kun yang sedang menari-nari di otaknya.
"Jangan memfantasikan Kun berlebihan, dia lebih tua dari kita dan biar bagaimanapun Kun sekretaris Papa. Hormati dia, ok!"
"Hish!" Husni ingin balik menggeplak Ocean, tapi ia urungkan. Masih mengingat batasannya.
"Aku jadi penasaran Kun berkunjung ke klub mana malam ini." Husni tak memperdulikan peringatan Ocean. Justru ia tertarik dengan keberadaan Kun. Sekretaris yang dingin dan sangat kaku. "Atau ku hubungi saja?"
"Jangan macam-macam dengan Kun. Awas saja, nanti kulaporkan pada Papa." Ancam Ocean.
"Kau yang berkuasa. Aku menyerah. Aku tak akan menghubunginya. Puas!" Husni berdecak kesal
"Yaps!" Ocean mengangguk senang. Jika seperti inikan enak.
"Oiya, kau sendiri bagaimana? Kau tidak punya pacar 'kan? Untuk menghilangkan penatmu dan fantasi liarmu pada Kun, mau kusewakan seorang wanita? Aku tahu seleramu. Itung-itung bonus untukmu. Carilah yang berkelas. Bagaimana?" tanya Ocean.
"Tidak perlu. Untuk melewati malam ini aku akan mencarinya sendiri. Aku ingin sensasi yang berbeda malam ini."
"Kau ingin sensasi yang seperti apa?" tanya Ocean cukup penasaran karena ia tak pernah bercinta dengan gadis manapun. Sedangkan Husni, saat mereka lulus kuliah dan mendapatkan pekerjaan, dia menjadi penjelajah kenikmatan akan kepuasaan bercinta dengan berbagai jenis wanita yang dimaunya. Asal ada uang, Husni bisa menyewa wanita-wanita pelacur kelas elit untuk memuaskan birahinya.
"Kau tak perlu tahu, Oce." Husni menggeleng penuh penekanan. Tak mungkinkan ia membawa anak Tuannya ke rumah bordil yang ada di pusat kota.
"Ck! Dasar pria mesum! Kau pasti akan cari yang lebih muda darimu 'kan?"
Lagi-lagi Husni menggeleng. Tebakkan Ocean salah. Gara-gara membicarakan Kun, ia jadi ingin bercinta dengan yang lebih tua.
"Lantas?" Ocean masih penasaran. Ia pun ingin tahu apa yang dimau Husni.
"Yang lebih tua dan lebih menantang, Ocean Cakrawala," jawab Husni dengan gemas. "Yang semok, montok dan bahenol. Yang bisa memuaskanku tanpa aku harus bergerak banyak. Yang bisa bercinta dengan berbagai gerakkan. Atas, bawah, samping, duduk, menungging atau bahkan berdiri. Puas!"
Mata Ocean berkedip heran, memang dalam bercinta bisa serandom itu gerakannya? Lalu ia menelan ludahnya dengan kasar, bagaimana jika ia bercinta dengan Qanshana? Apakah dirinya harus banyak bergerak atau tidak? Atau Qanshana lah yang bergerak bebas diatas tubuhnya. Eh … tapi, milikku saja tak pernah berdiri walau sudah dirangsang. Huh! Dasar memalukan. Batin Ocean gemas pada dirinya sendiri.
"Bagaimana? Puas dengan jawabanku?" Husni bertanya penasaran. Yang dipikir Husni, pasti Ocean pun sedang memikirkan apa yang dipikirkan dunia Lelaki. Pasti tidak jauh-jauh dari wanita, seks dan percintaan panas yang memabukkan. Sayang Ocean sudah memiliki kekasih jika belum mungkin ia tak akan sendiri menjelajahi berbagai klub malam di negara ini.
"Oke, oke!" Ocean menganggukan kepala. "Fantasikan apapun itu. Puas-puaskan dirimu malam ini!"
"Haha, kau juga puas-puaskan dirimu. Tak banyak waktu yang bisa kau habiskan dengan Qanshana mu itu."
Ocean menganggukan kepalanya. Ocean tak menginginkan apapun dari Qanshana, ia hanya menginginkan elusan di kepala, puk-pukan penuh kasih di punggungnya dan mengobrolkan banyak hal dengan Qashana-nya.
***
Salam
Busa Lin