16 'Waktu' itu 'Candu'

Sorry for my typo and enjoy..

_____________________

"Nggak ada agenda keluar sayang?" Tanya Meisya sambil meletakkan secangkir teh hangat di atas meja yang juga digunakan Nadira mengutak-atik laptopnya.

"Eh Mama.. enggak nih Ma.. Dira di rumah aja."

"Sibuk banget kayaknya semenjak kerja.." ujar Meisya lagi.

Merasa Mamanya ingin ditemani mengobrol, Dira menutup laptopnya saja dan mulai menyentuh secangkir teh yang disediakan Mamanya itu.

"Hmm.. enak.. makasih Ma tehnya.." ucap Dira lega. "Mama nggak minum teh juga? Kok cuman aku sih yang dibuatin?"

"Enggak. Mama lagi gak pengen minum apa-apa pagi ini. Kamu beneran gak ada jadwal keluar gitu sama siapa?"

Dira menggeleng saja dengan gampang.

"Beneran? Ini kan minggu nak.."

"Ih Mama ini tanya apa nebak sih. Dibilangin juga Dira gak ada janji apa-apa kok. Kenapa sih Ma?"

Meisya menggeleng pelan dan terkekeh pelan. "Masa yang namanya Angkasa itu gak ngajakin kamu jalan sih?" Tanya Meisya lagi.

"Ih Mama nanyain mas Asa.. enggak lah ngapain juga mas Asa ngajakin aku jalan."

"Ya kan biasanya kalau PDKT kan begitu sayang.. memangnya dia gak ada ngajakin sama sekali?"

Nadira menggeleng lagi karena memang tidak ada ajakan keluar dengan Angkasa.

"Mama ini aneh yaa.. dulu aja sebelum aku kerja kalau keluar sama Dela dilarang-larang. Di kasih waktu harus pulang jam segini dan gak boleh macem-macem. Ini giliran Dira deket sama cowok aja pengen banget Dira keluar rumah. Gak kebalik ya Ma? Hahaha..." ujar Dira gemas sendiri dengan tingkah Mamanya.

"Ya bukan gitu Dira.. maksud Mama itu.. kenalin kesini lah. Biar Mama bisa ketemu dia langsung daripada cuman tahu dari foto di ponsel kamu kan." Rajuk Mamanya.

"Ya sabar dong Ma.. yang harus maju duluan kan mas Asa, bukan aku. Yakali aku tiba-tiba suruh dia kesini. Baru juga kenal belum lama. Aku gak mau bikin kesalahan di mata dia lah Ma.. kayak mama gak pernah muda aja deh ah.."

"Haha iya iyaa Dira sayang.. gapapa kok. Mama tunggu dia beneran kesini deh ya. Semoga kalau kamu memang suka sama dia, dimudahkan hubungannya yaa nak.."

Dira tersenyum sambil memejamkan matanya senang. "Amiinn makasih Maa.."

"Sebenernya Mama pengen ditemani kamu sih Dir ke butik Mama yang ada dideket Mall. Kan udah lumayan lama tuh Mama gak ngunjungin pegawai disana, Mama cuma pantau dari sekretaris mama aja. Mau nggak?"

Dira terlihat berpikir sejenak. "Iya deh boleh. Dira siap-siap dulu kalau gitu abis minum teh ini.."

"Oke deh Mama juga ke kamar dulu ya sayang.."

"Iya maa.."

*

Dibacanya judul per judul dari baris-baris punggung novel yang berjajar di rak khusus novel. Jemarinya meraba satu per satu punggung novel yang sekiranya menarik perhatiannya.

Nadira sengaja meninggalkan Meisya di butiknya itu. Karena gadis itu bosan hanya diam dan melihat-lihat model baju sendirian sementara Mamanya sibuk berbincang dengan seluruh pegawainya. Jadilah Dira tersesat sudah dalam dunia fantasi seisi cerita dari novel-novel yang berjajar di rak buku.

Gadis itu berada di sebuah toko buku dalam sebuah Mall yang dekat dengan letak butik Meisya. Langkahnya berirama ringan, menjelajahi setiap sudut toko buku ini dan melihat setiap tema dari setiap bagian rak buku-buku. Tanpa disadarinya ia kini berdiri di depan sebuah rak yang lebih tinggi darinya. Rak tersebut banyak berisi buku ataupun novel bertema tentang cinta dan hati.

Nadira terdiam sejenak, tiba-tiba saja ia teringat saat dimana Karina menangis terisak dengan segala keluh kesah yang keluar dari mulutnya beberapa hari lalu. Dalam benak Nadira timbul begitu banyak pikiran juga pertanyaan. Apakah benar cinta serumit itu hingga banyak cerita tentang cinta yang membuat semua tokohnya pasti mengeluarkan air mata? Apakah benar cinta bisa dengan mudahnya mengubah emosi seseorang? Apa benar juga bahwa cinta itu bisa mengubah perasaan manusia kapanpun dan dimanapun? Apa benar juga walaupun sudah menjalin hubungan lama masih ada peluang untuk retak?

Nadira menggeleng pelan, berusaha mengusir pikiran buruknya yang singgah. Hatinya bergejolak, entah dari mana ia tiba-tiba saja berpikir bahwa Angkasa akan meninggalkannya begitu saja.

Ditenangkan pikirannya sendiri dengan duduk di sebuah sofa di pojok ruangan yang disediakan disana untuk membaca dan bersantai bagi pengunjung. Gadis itu menghela napas lelah, hari ini moodnya berubah. Tidak ada sebuah buku ataupun novel yang menarik untuknya hari ini. Dira mendesahkan napasnya gusar karena melihat pesannya yang hanya dibaca oleh Dela. Mungkin temannya itu sedang sibuk di kota yang berbeda dengannya.

Baru kali ini Dira merasakan kebosanan yang luar biasa. Tanpa sahabat yang biasanya ada untuknya, ya lebih tepatnya sedang tidak ada yang menemaninya sekarang.

Dira merasakan sofa yang ia duduki bergerak empuk tanda bahwa ada yang duduk disampingnya. Namun gadis itu diam saja sambil memandangi layar ponselnya yang menghitam dengan berpangku tangan malas.

"Cantik-cantik nyasar ke toko buku. Pake pangku tangan segala. Sendirian lagi. Ntar kesambet gimana?"

Kedua mata Dira terbelalak. Suara tegas itu Dira sangat tau siapa pemiliknya. Namun Dira enggan menoleh ke kiri sama sekali, ia malah memejamkan matanya dan menggelengkan kepalanya bahwa itu hanya imajinasinya saja kalau Angkasa berada di sampingnya.

"Hei! Ini Nadira Aisyah kan? Kok merem-merem gitu sih?" Tanya Angkasa dengan kekehannya.

Benar! Dia Angkasa! Nadira tidak berimajinasi. Harus apa dia sekarang?

Nadira membuka matanya perlahan laku menoleh ke kiri dan terpampang jelas bahwa Angkasa duduk di sampingnya dengan posisi santai dan memegang sebuah buku. Hari ini lelaki itu terlihat tampan, ia memakai kemeja bersih polos berwarna moca dan bawahannya jeans berwarna putih dan memakai sneakers warna maroon.

Nadira mengedipkan matanya dua kali, masih tidak percaya bahwa Angkasa ada di sampingnya dan menatap jelas raut wajah Dira yang seperti fans terhadap idolanya.

"Ra? Kamu kenapa? Kamu gapapa kan?" Tanya Angkasa khawatir.

"Eh mas? Ah enggak.. gapapa kok gapapa. Aku kaget aja tiba-tiba mas Asa ada disini." Ucap Dira gelagapan dan berusaha mengatur detak jantungnya.

"Ohh aku udah lama sih disini. Aku juga liat kamu masuk kesini tadi cuman aku pikir bukan kamu, eh ternyata kamu beneran. Yaudah aku samperin kesini. Kamu mau beli buku apa?" Tanya Angkasa yang terlihat sangat cerah hari ini.

'Duh mas Asa ganteng banget sih. Jadi minder gue ada di sampingnya.' Ucap Dira dalam hati.

"Emm anu.. tadinya sih mau cari novel genre teenromance yang remaja-remaja gitu mas. Tapi mendadak gak ada yang bikin tertarik yaudah diem disini dulu deh." Jawab Dira masih dengan kegugupannya.

"Kamu lucu ya kalau abis kaget. Kayak gugup gimana gitu..hahaha.."

"Ish apaan sih mas Asa. Mas Asa kalau keluar gini kelihatan beda ya.. beda banget sama penampilan di kantor."

"Ya iyalah lah Raa.. masa harus sama terus penampilannya. Kenapa? Ada yang aneh gak?" Tanya Angkasa khawatir kalau penampilannya di mata Nadira ada yang kurang.

Dira menggeleng. "Enggak kok. Rapi. Aku kira dokter muda. Eh malah mas Asa..hehe abisnya pakek pakaian bersih gitu kayak dokter muda tauk.."

Angkasa terkekeh saja atas ucapan Nadira. "Ya ampun berarti aku masih kelihatan muda kan ya? Udah 26 tahun loh ini.."

"Gak kelihatan segitu kok.. ya mas kelihatan fresh aja kalau dilihat. Oh iya mas cari buku apa tuh?" Tanya Dira ketika melihat sebuah buku yang sedari tadi di pegang oleh Angkasa.

"Oh ini adek aku minta dibelikan novel karya Tere Liye ini judulnya Moga Bunda Disayang Allah. Buat kerja kelompok bahasa Indonesia katanya." Ucap Angkasa lembut.

"Oh mas punya adek? Cewek atau cowok?"

"Cewek. Cerewetnya persis kamu..hahaha"

"Idih ngeledekin.." ujar Dira sambil mencubit pinggang Angkasa kecil.

Tak mereka rasa bahwa banyak pengunjung yang menatap mereka iri. Senyum dan tawa mereka terlihat sama dari segi wajah. Banyak yang melewati mereka dengan mulut berbisik 'wahh' ataupun 'ih cocok banget sih'.

Waktu pun akan kalah dengan kebersamaan mereka hari ini. Hari dimana mereka benar-benar tidak sengaja bertemu setelah beberapa hari miscomunication. Tidak ada yang mengusik tawa dan canda mereka hari ini. Semua orang ingin tersenyum ketika mereka sama-sama tertawa karena suatu hal yang lucu.

Tidak ada yang bisa mencegah Angkasa untuk selalu mengusap pucuk kepala Nadira dengan gemas. Juga betapa sukanya mereka berbagi perihal yang sama. Dan langkah keduanya selalu beriringan entah itu berjalan santai atau berlari kecil di area permainan. Dan sang waktu pun mengerti, bahwa mereka sebenarnya saling membutuhkan. Hingga sang waktu pun lupa akan dirinya yang seharusnya mengingatkan untuk berpisah lagi.

To be continued...

avataravatar
Next chapter