webnovel

PERJALANAN MENUJU IBUKOTA ANYI

BAB 9 : PERJALANAN MENUJU IBUKOTA ANYI.

Baru hari pertama tinggal di kediaman Chunshi, Bai Xue Jian telah menemukan fakta yang mengejutkan tentang suaminya. Tidak menyangka bahwa penjahat kerajaan bahkan menargetkan seorang Pangeran bodoh untuk dibunuh supaya tidak menghalangi jalannya kepemimpinan.

Malam ini, masih sama seperti malam-malam yang sebelumnya dihadapi. Tidak pernah bisa memejamkan mata apalagi tertidur pulas. Pikiran dibuat tak tenang karena memikirkan keselamatan Helian Qi suaminya.

Ya, sejak masuk dan tinggal di kediaman Chunshi, Bai Xue Jian mengetahui kalau Pangeran Xuan diperlakukan sangat buruk bahkan oleh pelayannya sendiri. Tidak ada yang menghormati Helian Qi meskipun dia adalah seorang Pangeran kerajaan Wei ini.

Kini, ketika menatap bulan dari balik jendela persegi, di dalam penuh dengan rasa penyesalan. Penyesalan karena telah datang terlambat. Bai Xue Jian berpikir, jika saja dirinya datang lebih awal, maka pria yang sangat berjasa dalam hidupnya ini akan hidup jauh lebih baik dan dihormati oleh semua orang.

Suasana tengah malam yang hening, bulan di langit gelap mulai redup cahayanya tertutup oleh awan. Pandangan Bai Xue Jian terlihat kosong, memikirkan semuanya yang masih terasa segar, seperti baru terjadi kemarin saja.

Flashback.

Hari ini adalah pertama kalinya Bai Xue Jian masuk ke Ibukota Anyi. Gadis berumur tujuh tahun itu sangat antusias. Dari balik kereta kuda, dia terus menatap keluar jalan dari balik jendela kecil yang tertutup tirai.

Seakan tidak ingin melewatkan pemandangan selangkah pun selama kereta kuda berjalan. Matanya terus menatap jalan yang masih dipenuhi pohon-pohon rindang di luar.

Sebenarnya masih belum sampai Ibukota Anyi tapi kesabaran gadis berumur tujuh tahun itu tidak bisa terbendung karena kesenangannya. Sang Ayah yang ada di samping hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku anaknya yang sangat bersemangat itu.

"Jian'er, masih ada beberapa jam lagi untuk sampai Ibukota. Tidur lah dulu, setelah bangun kita baru sampai di Ibukota Anyi," katanya memberi nasihat.

"Tidak mau!" Bi Xue Jian menjawab dengan tegas. Matanya tidak timbul rasa kantuk sama sekali. Apalagi dirinya tidak mau melewatkan setiap pemandangan indah menuju Ibukota, mata yang mengantuk pun tetap tidak akan dipejamkan olehnya.

Setelah menjawab, pandangan Bai Xue Jian tertuju kembali ke arah luar. Tirai dibuka sedikit untuk dalam melihat celah pemandangan luar. Walaupun tak leluasa tapi ini sudah lebih cukup karena dapat memuaskan matanya dalam melihat pemandangan jalan.

Bai Xue Jun merasa senang melihat putri kecilnya yang sedang bergembira. Pada awalnya sebenarnya tidak ada niatan Bai Xue Jun untuk mengajak putrinya ke Ibukota karena perjalanan dari Kota Jiang menuju Ibukota memakan waktu dua hari dua malam lamanya.

Dia takut putrinya itu akan merasa jenuh karena lamanya waktu di perjalanan. Namun tak menyangka dua hari ini Bai Xue Jian kecil masih sangat antusias dan dipenuhi dnegan semangat. Itu membuat Bai Xue Jun merasa lega dan tenang karena kekhawatirannya sama sekali tidak benar.

Tuk tuk tuk ...

Suara tapakan kaki kuda terus terdengar di telinga Bai Xue Jian. Dirinya terus menantikan kapan akan tiba di Ibukota Anyi yang katanya dipenuhi dengan hal-hal menyenangkan. Kota besar yang ramai, pasti banyak sekali hal menarik dibandingkan dengan kota Jian yang ada di ujung Kerajaan Wei ini.

Bruk!!!

"Aaa!!!"

Tiba-tiba saja kereta kuda menjadi miring dan terdengar suara aneh dari luar. Bai Xue Jun dengan sigap menarik putrinya ke dalam dekapan untuk melindunginya.

"Kau baik-baik saja, kan?" tanyanya sambil mendekap erat Bai Xue Jian.

"Hum hum ..." Gadis kecil bermata biru giok itu mengangguk-angguk. Dia memberikan tatapan yang mengisyaratkan pada Ayahnya kalau dirinya baik-baik saja dan tidak terluka sedikitpun.

"Ada apa ini?!" tanya pria yang bergelar Jenderal itu pada orang-orangnya yang ada di luar.

"Maaf, Jenderal. Roda kereta kudanya mengalami kerusakan. Kami akan memperbaikinya dengan segera," jawab Sang kusir yang mengendalikan kereta.

"Aa! Baiklah!"

Mau bagaimana lagi? Biarpun kesal pun tidka ada gunanya, hanya bisa pasrah saja karena gangguan ini.

Dengan hati-hati Bai Xue Jun keluar dan turun dari kereta kuda dengan menggendong putri semata wayangnya itu. Perjalanan menuju Ibukota terpaksa terhenti akibat gangguan yang tidak dapat diprediksi ini.

Bai Xue Jun berjalan ke belakang kereta kuda guna melihat langsung seberapa parah kerusakan pada roda kendaraannya itu. Dengan masih menggendong anaknya, dia melohat dengan jelas kalau sebagian roda kanan kereta kuda ada retakan dan mulai patah. Kerusakan yang cukup parah ini hanya bisa menggantinya dengan roda yang baru.

"Ayah, kapan kita akan sampai di Ibukota Anyi?" tanya Bai Xue Jian kecil yang masih digendong Ayahnya.

"Masih cukup lama tapi kita sudah hampir sampai diperbatasan kota," jawab pria itu.

"Ayah, aku ingin cepat sampai di Ibukota. Ayo pergi sekarang, ayah!" Bai Xue Jian mulai merengek meminta pada Sang Ayah. Bahu yang tak bersalah jadi dipukul-pukul olehnya yang mengharuskan menuruti permintaannya ini.

"Tunggu sebentar, ya? Roda kereta kudanya haus diganti terlebih dulu baru kita lanjutkan perjalanan. Jian'er pintar dan pasti mengerti, jadi harus sedikit sabar, oke?"

Sebisa mungkin memberikan penjelasan siapa Sang anak mengerti dan aku belajar tentang kesabaran. Raut wajah Jian'er kesayangannya yang terlihat kecewa memang menyakiti hatinya. Namun mau tidak mau harus menerima kenyataan ini, harus menunggu sampai para pengawal selesai memperbaiki roda kereta kudanya.

"Baiklah ..." Bai Xue Jian pun pasrah. Wajahnya terlihat murung dan menundukkan kepalanya. Semangat yang tadi membara seketika hilang entah kemana.

Bai Xue Jun yang menggendong anaknya merasa tak tega melihat semangat putrinya itu hilang. Jian'er yang dipenuhi senyuman dan tawa jauh lebih menggemaskan dari pada bersedih seperti ini.

Dirinya memutar otak mencari cara supaya putrinya ini menghilangkan rasa kecewanya dan mau menunggu. Walaupun ada pelayan dan pengurus yang bisa diajak bermain, tapi Bai Xue Jun sangat mengenal sifat putrinya ini. Jian'er pasti tidak ingin bermain jika sedang bersedih. Cara satu-satunya adalah menemukan sesuatu yang menarik perhatiannya siapa bisa melupakan semua kesedihannya.

"Jian'er jangan sedih, ya? Jika tidak salah ingat, di sekitar jalan ini ada sungai yang dikatakan ajaib oleh warga setempat. Bagaimana jika Jian'er pergi melihatnya sambil menunggu kereta kudanya siap?" kata Bai Xue Jun.

"Benarkah? Apa ada sungai ajaib di dunia ini?" tanya Jian'er untuk lebih memastikan.

"Tentu saja. Konon katanya sungai itu sangat indah, airnya juga sering dijadikan obat oleh warga sekitar karena bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit," terang Bai Xue Jun.

Walaupun cerita ini hanya karangannya saja, tapi melihat wajah putrinya yang penasaran malah membuat hatinya lega. Bai Xue Jian terpaksa berbohong dengan cerita khayalannya sendiri supaya membuat anaknya tidak bersedih lagi.

"Baiklah. Turunkan aku! Aku mau pergi melihatnya!" pinta Bai Xue Jian.

Semangat yang tadi hilang kini telah kembali. Bai Xue Jian yang sangat aktif menjadi gembira lagi dan penuh dengan antusias.

Next chapter