webnovel

Telepon dari rumah sakit

"Ya, sudah. Lebih baik kau segera persiapkan dirimu, jangan membuatku kecewa saat di ranjang nanti. Pergi dan mandi terlebih dahulu, karena aku tidak mau menyentuh wanita yang tidak steril," perintah pria asing itu, sambil berjalan ke luar kamar.

"Tapi tuan, anda mau pergi kemana?" Tanyaku sedikit takut.

"Bukankah kau ingin ibumu segera mendapatkan pertolongan medis bukan?" Jawab pria asing itu, dan dengan cepat aku menganggukkan kepalaku. "Jika begitu, lakukan apa yang tadi aku perintahkan. Aku akan kembali satu jam lagi, dan saat aku tiba nanti kau harus sudah siap dengan night town mu, ingat jangan kecewakan ekspektasi ku!" Imbuhnya nya lagi sebelum pergi meninggalkan ku sendiri di kamar sweet presiden.

"Night gown?" Ucap ku sedikit berpikir, tentang apa yang dikatakan oleh pria asing itu. "Ah sudahlah, lebih baik aku lakukan apa yang pria itu minta. Aku tidak mau membuang waktuku memikirkan hal-hal yang tidak penting," aku berjalan ke arah kamar mandi, dan membuka semua pakaian yang melekat di tubuhku. Rasanya tidak rela jika tubuh mulus dan putih milikku harus di jamah, dan disentuh oleh om-om hidung belang. Setelah berendam selama lima belas menit, aku kembali kedalam kamar. Saat aku tiba disana sudah tersedia sebuah kotak berwarna biru berukuran sedang, dengan berhiaskan pita di atasnya, menambah rasa manis dan indah.

"Cantik sekali, tapi milik siapa kotak ini? Kenapa ada disini?" Gumam ku sambil memegangi kotak itu di tanganku.

"Sepertinya ini untukku. Tapi, dari siapa? Atau jangan-jangan dari pria asing itu?" Batinku saat melihat ada nama ku di atas kotak itu.

"Baju apa ini?" Tanya ku saat melihat isi dari kotak tersebut. "Apa aku harus memakai pakaian ini?" Gumam ku sedikit mengernyitkan dahi.

"Lebih baik aku pakai saja, aku takut jika aku menolak memakai pakaian bolong ini. Pria asing itu membatalkan niatnya untuk membayar ku," akhirnya aku memakai pakaian yang ada di kotak itu. Saat aku melihat diriku di pantulan cermin, betapa kaget dan terkejutnya aku. Melihat gaun itu menempel erat di tubuhku, dan memperlihatkan setiap lekuk, pada tubuhku. Bagian dada yang sesak dan transparan, semakin membuat benda kenyal milikku terhimpit dan menyembul. Dan akan membuat siapapun tergila-gila saat melihatnya.

Flashback off.

"Akhirnya, mahkota yang selama ini aku jaga dengan baik. Harus hancur di tangan pria asing yang membayar ku," ucapku dengan lirih, aku terbangun dari ranjang yang tadi sore menjadi saksi bisu atas hancurnya harga diriku. Langkah kakiku terasa sangat berat, dan di bawah sana rasanya sangat sakit dan perih. Seluruh tulang di tubuhku, seperti remuk. Aku menarik selimut untuk menutupi tubuh polos ku, dan berjalan perlahan memasuki kamar mandi. Aku melihat ke arah ranjang sekali lagi, pria asing itu masih tertidur pulas tanpa mengenakan pakaian sedikit pun. Mungkin dia lelah sama sepertiku juga, kegilaan tadi sore sungguh menguras banyak tenaga kami.

"Aku harap dia puas dengan pelayanan ku semalam,"

*****

Waktu menunjukan pukul 20:15 WIB. Tapi, pria asing itu masih belum terbangun dari tidurnya. Aku coba memandangi wajah tampan yang terlihat sangat nyaman dengan mimpinya. Ku elus pipi pria itu dan ku sentuh bibir seksinya yang tadi sore berhasil mencuri ciuman pertama ku.

"Terima kasih sudah mau membantuku tuan, dan terima kasih atas rasa yang luar biasa ini," gumamku kembali menyentuh bibirnya. Saat aku sedang berdialog dengan hatiku, tiba-tiba ponselku berdering, dan rupanya itu panggilan dari pihak rumah sakit. Hati ku yang semula tenang, berubah menjadi waspada. Aku takut jika tujuan pihak rumah sakit menelponku hanya untuk memberikan kabar buruk tentang ibuku.

"Ha-lo?" Sapa ku di balik telepon, dengan bernada gugup.

"Selamat malam, apa ini benar ibu Meli?" Tanya pihak rumah sakit di seberang sana.

"Iya pak. Apa ada sesuatu yang penting, sehingga bapak menghubungi saya?" Tanyaku dengan tangan gemetar.

"Iya bu. Begini, saya hanya ingin menyampaikan informasi jika operasi pengangkatan sel kanker ibu anda telah berhasil." Hatiku terasa sangat jauh lebih baik, senyum itu pun terukir di bibirku sambil kembali memandang wajah pria asing itu. "Tapi, maafkan kami karena kami tidak bisa mencabut akar dari kanker itu, selain kondisi ibu anda yang lemah pengangkatan akar itu pun harus mendapatkan tanda tangan dari ibu langsung. Karena kami tidak ingin anda menyalahkan pihak rumah saat, saat terjadi sesuatu pada ibu anda," imbuh pihak rumah sakit itu lagi. Senyum yang semula mengembang, dengan cepat menghilang dan berubah menjadi tangis yang tertahan.

"Tapi, dok. Apa ibu saya akan baik-baik saja, jika akar kanker itu tidak dicabut apakah suatu saat nanti akar itu akan tumbuh kembali?" Tanyaku dengan penuh harap, semoga ibuku segera sembuh dari penyakit yang menggerogoti tubuh ibuku.

"Kemungkinan besar itu akan tumbuh kembali bu. Jadi untuk mengantisipasi hal itu terjadi, ibu anda harus tetap berada di rumah sakit ini dalam jangka panjang. Dan kita akan segera melakukan operasi kedua ini bulan depan," ujar pihak rumah sakit itu. Aku hanya bisa menghela nafas berat, operasi kedua. Heh membayangkan biaya nya saja sudah membuatku sesak.

"Operasi kedua dok?" Tanyaku memastikan.

"Iya, bu." Jawab dokter itu cepat.

"Kira-kira berapa biaya yang harus saya keluarkan untuk operasi kedua ibu saya dok!" Ucap ku sedikit frustasi.

"Operasi kedua ibu anda memerlukan biaya yang cukup tinggi, karena operasi kali ini berbeda dengan yang tadi kami lakukan. Dan biaya yang harus anda bayarkan kurang lebih 400 juta bu," papar pihak rumah sakit itu, rasanya jiwaku melayang entah kemana. Dari mana aku harus mengumpulkan uang sebanyak itu sekarang. Haruskah aku menjual tubuhku kembali, apakah ada yang akan berani membayarku mahal seperti pria asing ini. Sedangkan aku sudah tidak virgin lagi, mana mungkin ada orang kaya yang berani melakukannya.

"Hah, hidupku sungguh tidak beruntung. Saat wanita seusiaku tengah asik menikmati hingar-bingar masa remaja. Aku harus terjebak di pusaran masalah ekonomi yang memaksaku menjual kehormatan ku pada pria yang sama sekali tidak aku kenal," gerutu ku sambil berjalan ke arah balkon, untuk mencari udara segar. Disaat aku tengah sibuk dengan pikiran ku tiba-tiba dari arah belakang muncul seseorang yang memeluk pinggangku dari belakang.

"Aaa," jeritku kaget.

"Sedang apa! Disini dingin, ayo ikut aku kedalam," ajak pria asing itu padaku, anehnya aku hanya menurut tanpa tahu kata melawan.

"Mm tuan boleh aku bertanya sesuatu padamu?" ucap ku sedikit ragu.

"Silahkan. Tanyakan apa yang ingin kamu tahu tentang ku," jawabnya sambil tersenyum manis.

"Apa kau puas dengan pelayanan ku, mm maksudku apa pelayanan ku buruk tuan?" Tanya ku serba salah.

"Pelayanan mu sungguh hebat. Dalam tidurku pun, aku tidak bisa melupakan gerakan pinggul mu saat berada di atas ku," papar pria asing itu, entah kenapa ada perasaan bangga saat pria asing itu memujiku.

"Benarkah tuan. Jadi apa saya berbakat dalam bidak ini!" ucapku meminta pendapat.

"Tentu saja, pertahanan gerakan pinggul mu. Dan belajarlah mengingat gaya apa saja yang sangat di sukai oleh para laki-laki." Saat pria asing itu berkata, entah kenapa aku merasa ada guratan amarah di wajahnya. Apa dia marah jika aku melakukannya dengan orang lain, tapi siapa dia yang berani marah padaku.

"Tuan, apa anda mau tambah!" Tanyaku sedikit berbisik di telinganya, sambil mengalungkan tanganku di leher pria asing itu.