webnovel

Pusat Perhatian

"Ya, udah. Gue tunggu ya, ntar gue ke kantin dulu biar lo nggak canggung."

Dengan sangat berat hati, Jasmine mengangguk pelan dan tersenyum paksa menatap Romeo yang mulai berjalan pergi dengan tetap mempertahankan senyumnya yang sok tampan itu.

Di tengah jalannya, Romeo berhore-ria dan mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ia sangat senang akan bisa menghabiskan waktu makan siang bersama dengan gadis yang ia suka. Dengan senyum bangganya anak laki-laki tersebut membusungkan dada dan terus berjalan, menyapa setiap orang yang ia lewati dengan ramah, hingga ia sendiri lupa bahwa dirinya tak pernah menyapa satu orang pun di sekolahnya. Sikapnya yang mendadak ramah ini membuat orang-orang merasa canggung dan aneh, terlebih pada senyum anak laki-laki itu yang tak kunjung pudar hingga ia memasuki ruang kelasnya.

Sesampainya di kelas, Romeo langsung menyapa dengan sangat hangat orang-orang yang baru datang beberapa saja tersebut. Gadis dengan bando pink khasnya itu merasa sangat aneh dengan sikap Romeo, hingga merasa sedikit takut dan bergidik ngeri. Sementara beberapa anak laki-laki tak memedulikannya dan beberapa anak gadis yang lain justru semakin terpanah dengannya.

'Boleh banget nih, ide brilian otak gue. Jarang-jarang otak ini mau dukung kemauan hati,' batin Romeo merasa sangat Bahagia.

Anak laki-laki itu langsung duduk dan tersenyum menatap ponselnya yang baru saja ia keluarkan dari saku seragam. Ia langsung terkikik geli mengingat apa yang telah ia lakukan di balik semua ini.

***

Romeo tengah berjalan menuju kelasnya saat tiba-tiba ia mendengar beberapa orang yang ia lalui tengah membicarakan acara festival dan juga lomba-lomba yang diadakan. Walau sebenarnya bukan hal itu yang membuatnya menghentikan langkah.

"Iya, ya. Harusnya si Kiran ikut Putra-Putri Pilihan, pasti kagak bakal ada tandingannya. Dia kan, cakep, kaya, pinter, minus akhlak sama keanggunan aja, sih." Kalimat yang keluar dari mulut anak-anak ghibah itu membuat Romeo hampir membuncahkan tawanya.

Anak laki-laki dengan harga diri yang tinggi itu langsung berdeham dan ikut bergabung dengan kumpulan anak-anak yang tengah bergosip mengenai festival tersebut. Bukan hanya ada anak-anak perempuan saja yang bergosip, melainkan ada beberapa anak laki-laki juga.

"Gue- boleh tanya sesuatu?" tanya Romeo dengan sedikit canggung, namun masih berusaha mempertahankan tampang datarnya. Ia tak mau orang lain meremehkan sosoknya.

"Em…." Mereka sedikit bingung dan canggung dengan anak itu, mengingat Romeo bahkan tak pernah menyapa teman-teman sekelasnya sendiri.

"Bo-boleh. Mau tanya apa?" Salah satu gadis di sana memberanikan diri untuk menjawab.

"Jadwal pelatihan peserta lomba mulai kapan, ya? Sama pelatih dari kelas kalian siapa?"

"Pelatih?" Anak-anak kelas 11 IPA-2 kebingungan dengan pertanyaan Romeo. "Maksud lo Pembina?"

Romeo langsung mengangguk dan mengiyakannya. Anak-anak yang berada di kelas yang sama dengan Kirana tersebut pun langsung memberitahu jadwal dan juga Pembina yang akan membina anak-anak kelasnya, namun karena mereka tak tahu beberapa Pembina dari kelas lain, mereka pun meminta maaf pada Romeo.

"Oke oke, thank's a lot, ya."

Romeo langsung bergegas pergi setelah menanyakan hal tersebut. Ia tak jadi pergi ke kelas, melainkan menuju ke kantor guru Pembina yang mereka sebutkan tadi. Anak laki-laki itu merencanakan sesuatu tanpa mengatakan apa pun pada siapa pun.

Setelah usai dengan urusannya bersama guru Pembina lomba kelas 11 IPA-2, ia langsung menelpon seseorang dan berjalan sembari menunggu pangilannya diangkat dengan senang.

'Halo? Ngapa, lo?' sapa seseorang dari seberang telpon.

"Halo. Lo bisa 'kan, bantuin gue?" Romeo dengan senyum yang merekah mulai memasuki kelasnya.

'Ck, paan?'

"Lo lagi deket sama Abiyan, 'kan?"

'Sembarangan mulut lo, ya!'

"Halah, deketin dia, kek. Besok istirahat ajak dia ke warung depan gerbang, ya." Romeo mengatakannya dengan kesal dan alis yang menyatu.

'Nggak mau, anjir! Gue ada janji sama kak Dian,' balas gadis di seberang telpon dengan cukup sarkas, membuat tekman gadis yang ada di sampingnya merasa heran dan bertanya-tanya.

"Ayolaah~ sekali ini doang, deh. Jangan bilang-bilang Jasmine kalo gue yang suruh, besok gue mau rayain ultah dia."

'Ya, gue juga mau raya-'

"Oke, gue anggap clear. Thank you, ya. Lo emang paling baik sedunia."

Tut!

Romeo langsung memutuskan panggilan begitu saja. Ia tak memedulikan bagaimana reaksi Cindy di seberang telpon, apakah gadis tersebut tengah bersama dengan Jasmine atau tidak, dia juga tak begitu mempermasalahkannya. Anak itu tahu, bahwa Cindy tidak akan mengatakan jika Romeo yang menelpon ataupun menghubunginya.

Sementara itu, di seberang sana Jasmine tengah menatap Cindy heran dan meminum air putih hingga tandas setengah.

"Halo? Halo?!" Cindy mulai berteriak saking kesalnya pada si penelpon.

"Siapa?" tanya Jasmine mulai ingin tahu.

Cindy berdecak dan tak bisa mengatakannya begitu saja, ia takut jika Jasmine akan langsung mengabaikannya, padahal ia sedang bercerita saat tiba-tiba Romeo menelpon dan memotong ceritanya begitu saja. Gadis dengan rambut pendek itu sebenarnya juga takut kalau Jasmine akan lebih marah saat mengetahui dirinya justru membantu jalannya rencana Romeo kali ini. Namun, di sisi lain ia juga takut Romeo akan membuat ulah dengan menyebarkan nomor pribadinya ke sosial media seperti tahun lalu saat ia tak memberitahu tanggal ulang tahun Jasmine.

Jasmine masih menatap Cindy, menunggu jawaban atas pertanyaan yang baru saja ia tanyakan. Hingga akhirnya gadis berambut pendek itu mengembuskan napas pelan dan mengatakan jika seorang anak dari kelas lain memaksanya ingin bertemu besok saat jam makan siang.

"Oh, kirain apaan," jawab Jasmine dengan santainya.

***

"Nggak mau, woy!" Kirana berteriak dan langsung berdiri saat ia ditunjuk sebagai kandidat lomba Putra-Putri Pilihan. "Ngapa gua, dah?!"

Guru yang baru saja menunjuknya itu masih duduk di bangku, dan anak-anak lain mulai ikut riuh dan setuju dengan pilihan sang guru. Mereka semua memang sangat antusias dengan pilihan sang guru memilih Kirana sebagai kandidat. Mengingat bahwa gadis tinggi berambut panjang dan bergelombang itu sudah sangat terkenal sejak tahun pertama ia masuk ke SMA Harapan Negeri tersebut. Ia memang memiliki visual yang sangat indah, cantik, bertubuh tinggi nan ramping, bahkan pintar, juga memiliki latar belakang keluarga yang bagus, meskipun ia juga terkenal sangat galak.

Guru memintanya untuk duduk dan mendengarkan sekali lagi, namun Kirana masih tak mau menerima jika dirinya diikutkan ajang lomba tersebut. Sebenarnya hal ini membuat anak-anak kelasnya kebingungan, karena dengan sikap Kirana yang cenderung suka tampil di publik dan jadi pusat perhatian, sudah seharusnya ia akan sangat setuju dengan penawaran ini. Mereka hanya takut menunjuk duluan karena Kirana juga benar-benar akan sangat tegas cenderung keras menghadapi orang-orang yang suka memaksa.

"Nggak mau, Pak. Kenapa harus saya, sih? Kan, ada Raisya." Kirana menunjuk teman sebangkunya yang sama cantiknya.

Raisya kebingungan dan langsung menggeleng kuat. "Gue aja nggak bisa masuk top 10 kelas, Ran. Mau ngapain ikut lomba begituan?" jawabnya dengan sangat enteng.

Kirana menoleh ke Raisya dengan lesu. "Ya, tapi gue juga bukan top 3 kelas, Nge!"

*****

Kamar Tukang Halu, 22 Juni 2022