Karena banyak sekali pikiran yang terus berdatangan, membuat Intan sulit untuk memejamkan matanya.
Apalagi yang dipikirkan oleh Intan? Selain hari esok, esok dan esoknya lagi.
Bagaimana nasibnya ke depan?
Mengingat lagi kejadian tadi yang akan membuatnya sedikit trauma untuk hidup sebagai janda setelahnya, Intan masih bisa merasa bersyukur meski hatinya sangat nelangsa.
Dulu Intan dipeluk oleh majikan kurang ajarnya, pernah juga dicolek oleh tetangganya, dan sekarang oleh ayah temannya sendiri.
Padahal tidak pernah Intan menggoda apalagi setuju dengan perlakuan lancang mereka.
Tidak pernah terbesit pun. Kelakuan Dedi memang kelewat batas, ingin sekali Intan membersihkan pipinya dengan tujuh kali basuhan air zam-zam dan juga tanah untuk mensucikan.
Merasa kotor telah disentuh tanpa izin oleh lelaki mata keranjang yang tidak lain adalah ayah dari temannya sendiri yang sudah memberikan Intan tumpangan tempat tidur untuk malam ini.
***
Di tempat yang berbeda, Irwan pun masih belum tertidur.
Dari tadi dia hanya melihat foto Intan yang pernah dia tangkap secara candid saat Intan memberikan kopi padanya.
Foto itu diambil sebelum mereka pacaran, Intan begitu sangat polos di foto tersebut.
Wajahnya menunduk dengan senyuman manis tidak terlalu lebar.
Saat itu Irwan memuji kecantikan Intan yang katanya siapa pun lelaki yang melihat Intan pasti menyukainya, begitupun Irwan sangat bodoh sekali suami Intan menceraikannya.
Raut wajah malu-malu kucing tapi menawan itu tampak sangat manis sekali.
Terlihat seperti masih perawan. Benar-benar tidak terlihat kalau Intan sudah mempunyai anak yang sebentar lagi akan masuk Sekolah Dasar.
Rachel yang sedari siang menghubunginya pun tidak dibalas satu kata pun olehnya.
Seperti biasa, kalau Irwan sedang sangat malas menanggapi Rachel … Irwan selalu membalas perempuan itu di saat dia menjelang tidur.
Irwan sangat tahu kalau Rachel akan setia padanya, dan teramat sabar menanggapi sikap dinginnya yang sudah sangat keterlaluan.
Demi apa?
Demi cinta Rachel padanya yang semestinya bisa ditolak dengan kasar oleh Irwan.
Tapi situasi begitu sangat sulit. Perjodohan terkait ranah persahabatan orang tua sangatlah sulit.
Irwan juga menuruti saran dari Arsya. Sambil mencari keberadaan Intan, dia menerima pertunangannya.
"Intan kamu di mana? Apakah kita akan bertemu lagi? Kuharap kamu tidak menikah dengan lelaki lain, harus aku orangnya. Suatu hari kalau aku berhasil bertemu denganmu lagi, aku tidak akan pernah melepaskanmu lagi Intan. Tidak akan pernah, aku tahu kamu terluka karena perlakuan orang tuaku padamu. Ibuku sudah keterlaluan. Nanti kita pindah keluar negeri, aku akan jauhkan kamu dari penghinaan di sini. Dari kultur aneh ini. Tidak peduli kamu janda anak satu, yang kutahu aku cinta padamu Intan dan tulus menerima Karin sebagai anakku sendiri. Kembalilah padaku Intan, kembalilah!"
Dengan mereguk kopi, menghisap rokok dan jendela kamar yang terbuka, Irwan seperti berada di puncak sambil melihat kerlap kerlip bintang yang nampak di langit-langit luar.
Begitu hitam pekat, tapi juga begitu indah dengan taburan bintik-bintik putih yang bercahaya.
Sinar bulan malam ini pun tampak benderang. Setidaknya membuat Irwan sedikit damai. Keruwetan karena ditinggal Intan semakin menjadi kala ingatan-ingatan di benaknya kembali terputar otomatis.
Tapi, hari ini yang dipikirkan Irwan bukan hanya Intan saja. Melainkan juga Salsa.
Irwan masih belum tahu penyebab Salsa memutuskan dia secara sepihak kenapa?
Tapi bisa Irwan tebak kalau penyebabnya karena Salsa menikah dengan kakak iparnya sendiri. Namun, yang jadi permasalahannya adalah ke mana istri dari suaminya?
Yang tidak lain adalah kakak kandung Salsa?
Menjadi sebuah tanda tanya besar yang harus dipecahkan.
Bukan ingin kembali dan mengungkit alasan di balik pisahnya hubungan mereka, hanya saja rasa penasaran untuk mengetahui seluk beluk kehidupan sang mantan kan, masih bersemayam di dada Irwan.
Rasa penasaran itu harus Irwan bunuh.
***
"Lo mau ke mana, Kak?" tanya Radit.
Melihat Arsya yang sepertinya bersiap untuk pergi ke luar tentunya mendapat kecurigaan yang teramat tinggi dari adik tirinya.
Apa kakak tirinya itu akan pergi berkencan?
Waw, bagus dong!
Tapi kencan ke mana di jam sekarang? Kencan sama Kuntilanak? Kan enggak mungkin, main-main enggak bener? Mana mungkin juga Asrya seperti itu.
Arsya masih anteng memakai jaket kulitnya dan berkaca di kaca besar di kamarnya itu.
"Gue lagi ada misi, lo enggak perlu tahu kok. Jagain kamar gue, ya!" Arsya pun mengambil handphone-nya dan kunci mobilnya kemudian segera pergi.
Sampai ditutupnya pintu kamar, Radit masih melongo.
Radit hampir gila melihat sikap Arsya yang suka aneh-aneh, bahkan menurut Radit … Arsya harus segera menikah agar dia bisa sembuh.
Terkadang orang yang dinikahkan katanya bisa sembuh dari penyakit yang mereka derita, ya … meskipun Arsya tidak sakit, tapi bentuk trauma yang dia alami sepertinya termasuk suatu penyakit yang butuh penyembuhan menurut Radit.
Dengan perlahan, Arsya membuka pintu rumah. Dia tidak ingin ditanya-tanya oleh kedua orang tua, ayah dan ibu tirinya, menghindari pertanyaan akan lebih baik.
Dibukanya pintu mobil yang tadi sudah dikeluarkan oleh Pak Dodo atas titah Arsya sendiri, dan kemudian dia melaju pergi seraya menganggukkan kepala tanda pamit pada pak Dodo—satpam yang bertugas jaga malam di rumahnya.
Malam ini, Arsya sudah berjanji akan menemani Irwan untuk pergi ke tempat pelacuran yang sudah banyak dikenal orang-orang untuk bermaksud menemui seseorang di sana.
Kebetulan juga Arsya ingin mencari sosok ibunya yang kata ayahnya sudah melibatkan diri ke dunia malam tersebut.
Meski nantinya akan sulit, Arsya tetap mencoba dengan kesempatan yang tidak direncanakan.
Itung-itung bantu Irwan menemukan Intan sekalian saja Arsya pun mengumpulkan informasi lagi terkait kepergian ibunya.
Arsya merogoh handphone di saku celananya dengan sebelah tangan, mengutak-atiknya hingga tertuju pada satu nomor bernama Irwan. Arsya ingin menelpon sahabatnya itu untuk menanyakan lokasi.
Arsya dan Irwan sendiri bukanlah orang yang pernah menginjakkan kaki ke tempat itu, mereka pun hanya tahu dari hasil menjelajah internet.
Panggilan itu sudah terhubung.
"Lo di mana?" tanya Arsya pada sahabatanya di ujung panggilan telepon sana.
"Gue udah di belokkan jalan. Lama bener lo? Kesasar?" tanya Irwan meledek.
"Enggaklah, sorry gue baru keluar. Bopak sama Nyokap baru tidur."
"Alah, manja bener. Ya udah deh, gue tunggu. Cepet!"
"Oke."
KLIK!
Pangggilan itu pun diakhiri mereka.
"Si Irwan kayak bersemangat gituh, gue jadi curiga. Jangan-jangan dia sudah sering ke sana," gumam Arsya sambil tertawa kecil.
Tak lama, Arsya sudah tiba di belokkan jalan yang dibicarakan oleh Irwan.
Terlihat seorang laki-laki berdiri di samping mobilnya dan itu adalah Irwan.
Dibukanya kaca mobil Arsya. "Hei, lo! Ayo pergi keburu malam!" ucap Arsya padanya.
"Emang tujuan kita dunia malam, Bro! Ya iyalah pasti malam." Irwan mengernyit.
"Hahaha, iya iya. Buru!"
"Yooo, berangkat!" Irwan pun kembali menaiki mobilnya.
Mereka melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan yang sebentar lagi sudah akan sampai. Tidak jauh di lokasi mereka sekarang.
Keduanya pun berangkat.
Sesudah sampai, mobil diparkirkan dan tukang parkirnya pun sudah nangkring di sana.
Menyuruh keduanya untuk memarkirkan mobil di tempat yang seharusnya.
Irwan dan Arsya pun keluar dari mobil. Keduanya sama-sama terkejut melihat tempat itu.
Tempat yang cukup terpencil, tapi tanda-tanda kehidupan malam sudah terlihat.
Ada beberapa orang yang keluar masuk dengan pasangan mereka masing-masing sambil cekikikkan.
Irwan dan Arsya pun saling tatap satu sama lain, bulu kuduk mereka sama-sama berdiri.
Kali pertama menginjakkan kaki ke sini tentunya aneh, bukan?
Tidak jauh seperti film-film panas.
Saat mereka sudah masuk ke teras rumah yang cukup besar itu, sorotan mata-mata perempuan seksi yang hilir mudik di sana mulai tebar pesona.