2 Mendadak Di Jodohkan

"Mah, Pah… yang di katakana Mamah dan Papah tadi beneran? Ini bukan Prank atau Hoax kan?" tanya Bulan masih tidak percaya dengan perkataan Mamah dan Papahnya itu, yang membuat Bulan memekik tertahan.

"Yang di katakan Bu Angkasa dan Pak Tata Surya benar Bulan, perjodohan ini memang sudah Om dan Tante siasati sejak kalian masih kecil, salah satu di antara kalian akan di nikahkan dengan Galaxi, abangnya Mars," jelas Bu Antariksa-mamanya Mars.

Deg!

Jantung Bintang khawatir, bahwa orang yang dimaksud 'diantara kalian' adalah pasti dirinya, tidak mungkin bagi bintang untuk menerima lamaran dari abangnya laki-laki yang ia sangat cintai itu. Bintang hanya menunduk saja, kedua telapak tangannya langsung berkeringat dingin.

Berbeda dengan Bulan, yang tampak protes dan tidak terima dengan rencana perjodohan yang secara tiba-tiba itu.

"Bu Antariksa, Pak Bima Sakti, lihatlah saya dan kakak saya ini, masih bau bayi loh, kami berdua saja masih pake bedak switsal, masa tiba-tiba mau di nikahi sama abang-abang yang sedang duduk di samping Kak Mars itu! Kalo sama Kak Mars mah bisa lah di rundingkan lagi, tapi kalo-"

"Cukup Bulan, kamu ini kalo bicara gak bisa ngerem! Jangan banyak protes, lagian bukan kamu yang akan mamah sama papah jodohkan dengan Bang Galaxi, tapi-"

"Mah, Pah! Aku kebelet pipis, bentar yah!" sela Bintang memotong percakapan ayahnya itu. Ia sudah sadar, bahwa dialah yang akan di jodohkan dengan abangnya Mars.

"Bintang! Tunggu, papah belum selesai ngomong!" teriak Pak Surya.

"Pah… pelan-pelan pah, mereka kan masih belum dewasa, jadi wajar jika mereka sedikit memberontak," ujar Bu Asa, menenangkan suaminya,

"Pah, Mah! Jadi bintang yang akan di jodohkan sama…. Emm… abang bisu ini?"

"Ekhem! Gadis bau kencur memang gak bisa bicara sopan yah Bu Riksa, Pak Bima, maklum Bulan memang keseringan makan seblak, jadi mulutnya sedikit pedas!" sahut Bu Asa, sembari tersenyum di paksakan, melihat tingkah Bulan yang tidak sopan.

"Seblakku! Akh Mamah… seblakku jadi dinginkan!" keluh Bulan sesaat teringatkan dengan seblaknya, sembari melihat seblak yang di jinjingnya itu, lalu pergi begitu saja tanpa pamit.

"Anak zaman sekarang memang susah di kasih tahu yah!" sambung Bu Asa malu.

"Tidak Papa, Bu Asa, Pak Surya, mereka berdua butuh waktu untuk menerima kabar ini, walaupun begitu… niat kami, tetap akan meminang salah satu putri kembar Bu Asa dan Pak Surya," tukas Bu Riksa, tampak tidak ragu untuk menjodohkan putranya itu.

"Iya Bu Asa dan Pak Surya, wasiat kakek saya harus tetap di laksanakan, sesuai dengan perjanjian kita 17 tahun lalu," ujar Pak Bima serius.

"Jadi, ini semua sudah menjadi wasiat dari kakek!" batin Mars.

"Galaxi, kamu tidak keberatan dengan perjodohan ini?" tanya Surya.

"Tidak Pak! Saya siap menjadi imam untuk salah satu putri kembar Bapak, ini demi menjalankan wasiat kakek saya, lagian saya sudah lama menunggu momen ini, momen dimana saya harus menikahi salah satu putri ibu dan Bapak," jawab Galaxi dengan sopannya.

Ya, 17 tahun silam sudah tercetus sebuah perjanjian sakral diantara dua keluarga besar itu, Osman adalah kakek dari Galaxi dan Mars, Osman memiliki hubungan yang baik dengan Razad-kakeknya Bulan dan Bintang, hingga suatu ketika, Razad mendonorkan jantungnya untuk Osman sahabatnya, sehingga Osman hidup lebih lama dibandingkan Razad.

Persahabatan yang sangat kental itu, membuat Osman tidak ingin memutuskan hubungan dengan keluarga besar Razad, dimana Razad kala itu akan segera menimang sepasang cucu kembar, namun di saat cucunya itu sudah lahir, Razad sudah pergi dari dunia ini, hingga Osman memutuskan untuk menikahkan salah satu cucu kembarnya Razad kepada Galaxi, cucu pertama kesayangannya yang masih menginjak usia 7 tahun.

Pihak keluarga Razad pun menyetujui rencana itu, bahkan Asa dan Surya pun, menerima ajakan Osman tentang perjodohan itu. Namun, Asa dan Surya tidak memberitahukan rahasia besar keluarganya itu kepada Bulan dan Bintang, berbeda dengan Galaxi, ia sudah mengetahuinya sejak dulu.

***

"Bintang! Seblak dingin nih, kamu lama banget di kamar mandi?" tanya Bulan sembari mengunyah seblak, seakan tidak terjadi apa-apa. Ya, Bulan berusaha menganggap perjodohan berencana itu sebagai candaan saja.

"Iya Bul, dimakan saja seblaknya, aku gak lapar! Aku Lelah banget hari ini," jawab Bintang dengan raut wajah yang lemas, sembari keluar dari kamar mandi itu.

"Bintang kamu nangis?"

"Gak usah di anggap serius kejadian tadi, aku yakin mereka sedang melawak, bahkan nih Kak Mars pun malah ikut jadi pelawak! Apaan sih , perjodohan tadi, masa seorang bayi mau di nikahkan sama seorang abang-abang, kan gak lucu! Hoax pasti ini mah," ujar Bulan, berusaha menenangkan kakaknya itu.

"Ibaratnya kaya… batang pohon muda, yang di paksa untuk di cangkokan dengan batang pohon tua, gak akan bertunas lah sampai kapanpun, gak cocok! Iya gak, pelajaran biologi itu Bint, kamu masih ingat gak tentang pertunasan, atau semacamnya itu lah…," sambung bulan dengan analisis pengetahuannya yang samar-samar.

"T-tapi Bul, orang dewasa gak mungkin bercanda, apalagi masalah pernikahan, jika benar aku adalah orang yang akan di jodohkan, bagaimana nasibku ini," keluh Bintang khawatir.

"Sudah, sudah…., nanti kita bicarakan lagi hal ini sama Mamah dan Papah, kita negosisasi sama mereka, bahwa kita berdua atau kamu belum siap nikah, apalagi kan kita baru kelas dua SMA, apa kata teman-teman kita di sekolah, apalagi kita terkenal di sekolah! Bisa-bisa teman-teman kita berfikiran aneh-aneh karena nikah muda!" ujar Bulan, berusaha menenangkan Bintang.

"Yang aku khawatirkan adalah bukan karena siap atau tidak siapnya menikah, tapi aku sangat mencintai Kak Mars, aku ingin dekat dengannya, tapi kenapa aku malah di jodohkan dengan abangnya, sudah putus harapanku untuk mengejar cintanya Kak Mars," gerutu Bintang di dalam hatinya.

"Pernikahan Bang Galaxi sama Bintang seharusnya gak boleh terjadi, jika terjadi…. Maka cintaku akan kandas untuk mendapatkan cinta Kak Mars, masa aku akan jadi adik iparnya, kan gak lucu!"gerutu Bulan di dalam hatinya.

Sesaat keduanya malah melamun, terhening dengan batin mereka yang bergelut dengan pikirannya sendiri.

***

Tid Tid!

Klakson mobil pun berbunyi, pertanda Mars beserta rombongannya itu sudah pulang, Bulan mengintip di sela -sela jendela kamarnya, sesaat mendengar klakson mobil itu.

"Mereka dah pulang Bint, mau ngobrol sama Mamah dan Papah sekarang? Atau besok saja," tanya Bulan pelan.

"Besok saja kali Bul, aku gak tahu! Mungkin beberapa menit lagi mamah dan Papah akan menghampiriku," keluh Bintang.

"Ahh…. Aku tidak menyangka, kita akan mendapat kabar seperti ini, walaupun bukan aku yang di jodohkan, tapi aku merasakan apa yang kamu rasakan Bintang, menikahi pria yang kita tidak cintai, bahkan tidak kita kenal sama sekali adalah hal yang paling sulit di terima, bahkan lebih sulit dari rumus statistiknya pelajaran Pak Atom!" gumam Bulan, sembari terkapar di atas kasur melihat kearah langit-langit.

"Mamah dan Papah, kenapa ingin menikahkan aku, bukan kamu yah Bul!" celetuk Bintang.

"Haha… kamu kan kakaknya Bintang, jelaslah kamu yang akan pertama untuk dinikahkan sama Mamah dan Papah, aku mah anak bontot jadi yah belakangan," jawab Bintang sembari tertawa lepas.

"Argh… beruntungnya jadi anak bontot," gumam Bintag sembari ikut terkapar di samping Bulan, keduanya sama-sama melihat kearah langit-langit di kamar itu.

avataravatar
Next chapter