webnovel

Bernostalgia

Menjelang pagi, mereka berdua mulai sadar. Bia meringis menahan sakit pada bagian perutnya yang masih sedikit menganga. Sementara Cherry, basah kuyup dan masih berada dalam bath tube. Tubuhnya sudah kembali normal. Menyadari Cherry dalam kondisi seperti itu, Bia bangkit perlahan. Menahan sesakit apa pun yang dia rasakan.

"Cher ... Cherry," ucapnya lirih.

Cherry tidak meresponnya. Bia mengguncangkan badan iti sekali lagi, lebih keras.

"Badannya sedingin es. Gimana ini? Tapi gue ga mungkin mengangkat Cherry sendirian dalam kondisi seperti ini. Perut gue bisa makin sobek."

Diliriknyan jam dinding yang nampak dari dalam kamar mandi.

"Mana masih jam segini, pasti mami sama papi juga belum bangun," gumam Bia lemas.

Dia tidak mau kehabisan akal, pertama-tama dikosongkan bak itu, setidaknya Cherry tidak lebih lama lagi terendam. Setelahnya, Bia akan mengeringkan rambut Cherry. Jalannya terseok-seok, sambil menutup lukanya dengan salah satu tangannya, Bia dengan telaten mengelap rambut Cherry. Berharap ia segera sadar dan bangun. Benar saja, 5 menit kemudian, Cherry mulai membuka matanya. Diraihnya tangan Bia yang lwbih hangat darinya.

"Bi-Bia ...."

Meskipun hampir tak terdengar, namun Bia yakin, suara itu tulus tanda terima kasih dari Cherry.

"Lo kuat bangun ga? Gue panggilin Papi, ya?"

Cherry menggeleng, dia merasa kuat untuk bangun. Cherry tau, Bia pun sedang dalam keadaan tidak baik. Dia melihat tangan Bia penuh darah.

"Gue bisa sendiri, Bi."

Cherry beranjak dari bath tube dan menarik sebuah tirai bewarna putih pada salah satu sudut kamar mandinya. Dililitkannya kain itu di badan Bia. Tepat pada bagian perutnya yang terluka.

"Setelah ini, sebaiknya lo ke rumah sakit. Lo bisa kehabisan darah karena ini. Gue ga mau ...."

Belum sempat Cherry menyelesaikan perkataannya, Bia memeluknya dari belakang. Cherry ingin membalasnya, namun tak bisa. Seperti ada banyak hal yang sengaja menahan gerakannya.

"Baju gue basah, Bi. Lepas!"

Alih-alih melepaskan Cherry, justru dekapan Bia semakin kuat, dia berbisik di telinga Cherry, "Biar lo ga kedinginan, Cher!"

"Bia!"

Cherry menghempaskan kedua tangan Bia lebih kuat. Sebenarnya bisa saja Cherry meneruskannya, asalkan dia bisa menahan lebih lama rasa sakitnya setiap kali bersentuhan dengan Bia secara sengaja.

"Gue mau ganti baju, lo keluar."

Beberapa lama, Cherry berdiam di dalam kamar mandinya. Mematung di depan cermin besar.

"Hhh.... (Cherry menarik nafas panjang) gue cape banget ya Tuhan, gue cape dengan semua ini. Kalau aja, ...."

"Cher-Cherry ...."

Buru-buru Cherry keluar dari kamarnya, rupanya Bia tidak bisa menahan lagi sakit di perutnya. Tergopoh-gopoh mereka menuruni anak tangga yang tiba-tiba seperti berkali-kali lipat banyaknya. Baik Cherry maupun Bia tidak sempat berpamitan pada orang rumah. Saat itu, hanya security yang tau kemana mereka sepagi itu.

"Mang, buka gerbang, cepetan!"

Cherry melajukan mobilnya dengan kecepatan maksimal yang pernah ia tempuh. IGD adalah tujuan utama mereka. Dokter segera melakukan tindakan operasi ringan untuk menghentikan pendarahan pada luka robekan di perut Bia. Beberapa dosis obat penghilang rasa sakit disuntikan. Bia mulai tertidur karena pengaruh obat tidur.

"Lukanya sedikit infeksi, dia harus di rawat beberapa hari ke depan."

Tidak ada yang bisa dilakukan oleh Cherry, ia segera memberi kabar kepada papi, khususnya.

"Hallo Pi, Bia dirawat di rumah sakit."

Papi syok mendengar Bia di rawat di rumah sakit, tentu saja ia segera menyusul Bia begitu tahu. Tepat pukul sembilan pagi, mami dan papi sudah tiba di rumah sakit. Papi menangis tersedu-sedu melihat kondisi Bia yang kembali terbaring di ranjang rumah sakit. Padahal, kondisi Bia tidak separh itu. Dia hanya butuh pen-steril-an lukanya. Papi terlalu berlebihan menanggapinya, dan lagi-lagi Cherry merasa iri melihat perlakuan papi terhadap Bia.

"Ck!

Cherry mengirim pesan pada mami.

[MI, CHERRY PERGI KE KANTOR, BILANG KE BIA, CHERRY GA BISA NEMENIN DIA, SAMPAIKAN KE PAPI, KONDISI BIA BAIK-BAIK SAJA, JANGAN TERLALU BERLEBIHAN]

Mami menyampaikan isi pesan Cherry tanpa dikurangi atau ditambahkan.

"Pusing pala gue! Hidup gue drama banget sih. Capek banget, bentar-bentar rumah sakit, bentar-bentar luka. Emang kenapa sih manusia selemah itu!"

Cherry menyesali kehidupannya yang begitu ruwet setelah semua berjalan sejauh ini. Dia sepertinya menyesali pilihan hidupnya dengan menerima warisan kekuatan supranaturalnya yang begitu merugikan.

"Gue jadi ga mood nih mau ngantor, males mikir, kemana ya?"

Cherry memutuskan memarkirkan mobilnya di sebuah tempat makan bernuansa ungu.

"Mba, Chicken Steak Chessy satu, jus alpukat tanpa es satu, susunya yang banyak."

Itu adalah menu makanan favorit Cherry dan Goldi sewaktu pacaran. Tidak terlalu sering mereka mengunjungi tempat makan bernuansa ungu tersebut, tapi sepertinya Cherry ingin sedikit bernostalgia dengan mendatangi tempat-tempat yang pernah mereka kunjungi. Tempat lain yang menjadi tujuan mereka untuk membuang waktu berdua adalah rumah makan bernuansa merah dengan logo logo kakek-kakek yang khas dengan senyum lebarnya.

"Ah ... Goldi, i missed you so much," ucapnya lirih.

Cherry menelungkupkan wajahnya di antara kedua tangannya dan meja. Dia terisak, mengenang semua kenangan indah bersama Goldi.

"Kenapa gue harus ngelakuin itu ke lo Goldi, gue nyesel, coba semua ini ga pernah terjadi, pasti kita udah hidup bahagia berdua."

Cherry seperti merasakan belaian yang sangat hangat di kepalanya. Sentuhan khas dari Goldi sewaktu dia sedang bersedih, seperti saat ini.

"Goldi, itu kamu kan? Please jangan tinggalin aku, aku ga bisa hidup tanpa kamu."

"Mba, maaf ini pesanannya," kata pramusaji sambil mengantar pesanan Cherry.

"Suami gue mana tadi?" tanya Cherry heboh.

"Mba sendirian loh dari tadi, sejak pertama kali datang, sampai sekarang, saya lihat belum ada yang datang ke sini."

"Mesti gara-gara lo, tunangan gue jadi pergi kan, atau jangan-jangan lo godain dia ya?"

Cherry lepas kontrol, dia memaki-maki pegawai restoran tersebut. Kini dirinya menjadi tontonan gratis di tempat makan tersebut. Entah berapa banyak pasang mata yang menatapnya dengan tatapan melecehkan, ada juga yang merasa kasihan dengan sikap Cherry. Kepala restoran datang, meminta penjelasan kepada mereka berdua. Cherry dan pegawai restoran di bawa ke kantor. Mereka di interogasi. Sebagai pembuktian, kepala restoran melihat rekaman CCTV yang mengarah pada meja Cherry. Rupanya benar, Cherry sejak awal datang seorang diri, bahkan hingga pesanan diantar ke mejanya, tidak seorang pun datang kesana, kecuali pramusaji, yang kini juga sedang di mintai keterangan itu. Karena sikap Cherry meresahkan dan mengganggu kenyamanan pengunjung restoran lainnya, ia diusir dari tempat itu. Awalnya Cherry berseikeras tidak mau meninggalkannya, hingga dua orang keamanan datang menyeret Cherry menuju parkiran.

"Hiiih ..., cantik-cantik kok gila, kasian ya dia!"

Berbagai gunjingan dilontarkan dari mulut para pengunjung restoran ungu tersebut.