webnovel

Mark

Sebuah kisah, ada seorang pria yang berusaha mencari kedamaian dari satu tempat ke tempat lain. Pria itu selalu saja direndahkan di desanya hanya karena sifatnya seperti orang bodoh dan tidak bisa apa-apa. Dia juga memiliki kekurangan yang sangat langka. Jari kelingkingnya tidak memiliki kuku dan hal itu membuat dirinya terus saja diejek oleh teman-teman sekitarnya.

Setiap hari dia selalu hidup dalam tekanan yang tinggi. Hidupnya yang miskin, membuat dia dikucilkan di tempatnya tinggal dan tidak diperhatikan oleh para warga di sana. Kerap kali dia meminta pertolongan, tidak ada satupun orang yang mau membantunya hanya karena keadaannya yang miskin dan memiliki kekurangan seperti itu.

Tidak ada orang yang bisa memahami perasaan pria itu. Dia hanya tinggal sendiri dan tidak ada satupun orang yang mampu memahami apa yang dia inginkan. Hidupnya hanya sebatang kara dan penuh banyak cobaan yang dia rasakan seumur hidup. Ada banyak sekali hal-hal yang telah membuatnya merasa marah dan ingin sekali mengakhiri hidup.

Pria itu tidak memiliki daya apa pun. Dia selalu dikucilkan dan bahkan dijadikan sebagai bullyan oleh teman-temannya. Malang sekali. Pria itu selalu berusaha kuat agar bisa menjalani hari demi harinya dengan baik-baik saja.

Cobaan telah membuatnya begitu sakit sekali. Ingin sekali rasanya menyerah, namun dia tidak tahu harus kepada siapa dia harus menyatakan keluh kesah itu. Semua yang dia lakukan rasanya percuma dan bahkan tidak ada satupun orang yang peduli bagaimana nasibnya. Wajahnya selalu suram dan tidak ada semangat dalam dirinya. Hanya ada rasa sakit yang terus dia rasakan, bahkan dia sendiri tak tahu harus mengobatinya bagaimana.

Semua hal telah membuat dia putus asa dan ingin sekali mengakhiri hidup. Kerap kali dia melakukan percobaan bunuh diri, dia selalu gagal dan selalu sehat kembali seperti sedia kala. Entah apa yang harus dilakukan karena sampai sejauh ini, dia tak tahu lagi harus melakukan apa untuk bisa menjadikan tujuan utama agar dirinya tetap semangat melanjutkan hidup.

"Siapa nama kau?" di perjalanan mencari makanan, dia tiba-tiba bertemu dengan seorang nenek tua. Pakaiannya itu sangat lusuh dan kotor sekali. Tampak, dia terlihat seperti orang yang sama-sama miskin seperti pria yang ada di hadapannya.

"Mark." jawab pria itu singkat, sekenanya.

"Tidak ada roti. Lebih baik kau cari umbi-umbian saja untuk makan." celetuk nenek tua itu hingga membuat Mark terperanjat kaget.

"Kau, mengapa tahu aku akan membeli roti?"

Dia tersenyum. "Makanan itu tidak akan menjadi apa-apa untuk kau. Kehidupan kau yang miskin, membuat makanan itu seperti hidangan paling istimewa. Tapi percayalah, kepadaku. Saat kau mencoba peruntungan lagi, maka kau tidak akan butuh lagi makanan-makanan seperti itu. Roti, nasi, kau tidak akan pernah peduli dengan hal-hal itu. Bahkan untuk makan saja kau tidak akan pernah berselera."

Mark mengerutkan kening. Tak paham dengan apa yang diucapkan nenek tua itu.

"Lagi pula untuk apa kau berusaha mencoba mengakhiri hidupmu dengan hal-hal yang konyol?" nenek tua itu seperti tahu apa-apa yang pernah dilakukan Mark atau apa yang ingin dilakukan pria itu. Mark sampai terkaget-kaget saat mendengar ucapan wanita yang ada di hadapannya semua benar. "Kau menelan pil banyak-banyak lalu tidur, berharap akan mati padahal kau masih tetap hidup. Ingin mencoba menenggelamkan dirimu ke sungai, namun ternyata air sungai sangat dangkal. Untuk apa?" dia tertawa. "Kau tidak akan pernah menemukan ketenangan ketika kau terus saja memikirkan apa ucapan mereka. Bukannya membuktikan, tapi kau malah menyerah. Dasar payah!"

"Membuktikan? Aku harus membuktikan apa?" tanya Mark. "Semua orang sudah tahu bahwa aku adalah pria miskin yang memiliki kekurangan, bahkan tak punya apa-apa. Aku hanyalah pria yang tidak akan pernah mereka butuhkan keberadaannya."

Nenek tua itu duduk di sebuah kayu yang berada tepat di depan Mark. "Kau mengatakan seperti itu karena kau tidak tahu apa kelebihanmu sendiri. Kau, selalu menilai dirimu hanya dari kekuranganmu saja. Padahal cobalah sekali-kali untuk berpikir lebih luas daripada terus saja mencoba bunuh diri namun selalu gagal. Ha ha ha!"

"T-tapi, aku harus melakukan apa?"

"Ikutlah denganku." nenek tua itu kemudian berdiri. Karena penasaran, Mark akhirnya mengikuti ke mana wanita itu akan membawanya pergi.

Dia tak menyangka ternyata jalanan yang dia susuri cukup jauh. Nenek yang ada di hadapannya membawa dia ke sebuah gubuk yang belum pernah ia lihat sama sekali, bahkan jalanannya pun tidak pernah dia singgahi.

Rumah itu terlihat sangat tak terurus sekali. Jika dibandingkan dengan rumah dirinya, Mark merasa gubuk miliknya jauh lebih baik daripada ini.

Tidak sama sekali menjelekkan. Namun keadaannya memang seperti itu.

Mark mencoba bersikap tenang saat melihat koleksi unik namun seram yang dipajang di rumah itu. Sesaat dia berpikir, bagaimana bisa nenek itu mendapatkan barang-barang langka seperti apa yang dia lihat? Apa dia yang membuatnya sendiri?

Rumah itu tak terlalu besar. Saat masuk, Mark disuguhi dengan bau lembab dan lukisan abstrak yang tak dia ketahui di mana letak estetiknya. Aneh, entah memang tak tahu, Mark menamainya sebagai lukisan asal-asalan yang tak tahu mengapa nenek itu ingin memajangnya di rumah.

Apa ada sesuatu?

"Kau duduk dulu saja." ujarnya membuyarkan lamunan Mark. Pria itu segera mencari kursi sambil terus memperhatikan keadaan sekitar.

"Aku sebenarnya tahu apa saja penderitaan yang telah kau hadapi selama ini." nenek itu kemudian muncul sambil membawakan air putih dan beberapa makanan untuk Mark.

Pria itu terlihat sangat bahagia karena baru kali ini, selama hidupnya dia disuguhi makanan enak dari orang baru.

Dengan cepat dia menerima suguhan nenek itu kemudian memakannya dengan lahap. Wanita itu tersenyum kecil sambil memperhatikan Mark dengan tatapan kasihan sekaligus tidak tega.

"Emm." Mark sangat menikmati makanan itu. "Kau, tahu dari mana penderitaanku? Apa..., sebelumnya kita pernah saling kenal atau kau pernah mengenalku?"

Nenek itu menggelengkan kepalanya.

"Aku bermimpi tiga malam berturut-turut, dan mimpiku selalu sama tentang kau. Sebenarnya aku tidak tahu apa-apa tentang kau bahkan belum pernah sama sekali bertemu dengan kau. Namun karena mimpi itulah yang membawa kau kemari."

Mark mengangguk paham. "Lantas, pembuktian apa yang harus aku lakukan seperti ucapan kau tadi? Aku memang tidak tahu apa-apa kelebihanku karena aku belum bisa mencari tahu tentangnya. Aku merasa lemah untuk mengakui kalau aku orang hebat. Aku tak percaya diri untuk itu. Aku tak yakin bahwa aku sendiri adalah bisa. Lagi pula, kalau aku menunjukkannya kepada mereka pun aku tak yakin mereka akan kagum atau tidak. Justru aku malah merasa kalau mereka nanti akan menertawakanku."

...