"Ini bukan masakan Albert!"
"Apa?" Kevin terperanjat kaget sambil membulatkan mata, tak percaya. "K-kata siapa?"
Jane mendelik. "Sebaiknya kau jangan makan makanan ini. Apa kau ingat ucapan Pak Arthur kemarin? Para hantu itu bisa saja berubah menyerupai Albert. Jadi kau harus hati-hati."
"Tapi, aku rasa dia benar-benar Albert. Tadi dia pergi ke bawah untuk menyiapkan makanan, dan kembali dengan membawa beberapa makanan." Kevin menyela.
Anak itu berbicara dengan pelan sekali. Mungkin khawatir, jika sosok Albert itu malah mendengarnya.
"Itu hanya pikiranmu saja. Kau tak teliti melihatnya."
Kevin semakin bingung, tak paham dengan ucapan Jane.
"Kau harus li-"
Ceklek!
Suara pintu kamar mandi terbuka. Keduanya terperanjat kaget sambil melihat ke arah kamar mandi tersebut.
"Albert?" Kevin melirik ke arah Jane namun anak itu tiba-tiba menghilang.
"Eh." Albert keluar dari pintu dengan tampilan yang jauh lebih segar daripada sebelumnya. Dia berjalan menemui Kevin lalu menyimpan handuk bekasnya tadi di tempatnya. "Kok belum juga makan?" tanyanya kemudian.
Kevin tersenyum. "A-aku..., aku menunggumu tadi."
Pria yang ada di hadapan Kevin tersenyum pula. "Kau ini ya. Selalu saja begitu. Padahal kau makan lebih dulu saja daripada aku. Aku belum lapar."
Kevin tak memperdulikan apa yang diucapkan oleh Albert. Dia malah memperhatikan dengan seksama apa saja hal-hal yang aneh yang mungkin bisa dilihat di diri Albert. Dari atas sampai bawah, Kevin terus memperhatikannya dengan teliti.
Dia tidak mau salah lagi dan mungkin saja yang dikatakan oleh Jane itu benar.
"Kau mengapa diam saja?" tanya Albert sambil memberikan satu piring itu kepada Kevin. "Kau ini terlalu lama. Katanya sudah lapar."
"Apa aku boleh turun sebentar?"
Albert terdiam. Dia melirik ke arah Kevin dengan tatapan datar.
Pria itu terlonjak kaget. Jantung Kevin hampir lepas saat tanpa sengaja, bola mata Albert berwarna biru. Dia seketika ingat ucapan Pak Arthur saat itu mengenai sosok Albert yang nyata atau Albert yang palsu.
Tangannya tiba-tiba gemetar tak karuan. Keringat dingin seketika membanjiri seluruh tubuhnya. Rasa takut benar-benar meradang. Kevin merasakan rasa merinding yang luar biasa karena takut jika sosok yang ada di hadapannya ini tahu bahwa dirinya sudah mengenali bahwa dia bukanlah Albert.
"Untuk apa? Bukankah makanannya sudah aku siapkan?" tanya Albert palsu sambil menyeringai.
"Em. A-aku, aku lupa membawa saus. Kan kamu tahu jika aku tak bisa makan kalau tidak ada saus?" Kevin berusaha mengalihkan pembicaraan. Untung saja ada pembahasan yang bisa membuat dia menyela ucapan Albert.
"Tak perlu. Tanpa saus pun kau tidak akan mati kelaparan, kan?" Albert seolah tidak ingin Kevin turun ke bawah.
Pria itu masih berusaha tenang dan tidak merasa takut. Dia melirik ke kanan dan ke kiri, berharap jika Jane ada di sana.
Namun nihil.
Setiap kali ada sesuatu yang aneh terjadi di rumah ini, Kevin tak tahu keberadaan anak itu di mana. Dia suka hilang tiba-tiba seolah sama-sama merasakan rasa takut juga seperti dirinya.
"Tapi, masakan ini pasti akan hambar jika tidak ada saus." Kevin tak mau kalah. "Aku ke bawah dulu ya." pria itu beranjak dengan cepat kemudian bergegas mendekati pintu.
"Hei!"
Cyattt, Gebrukk!!!
Seperti di cerita fantasi, Kevin diangkat hingga melayang kemudian dibantingkan ke lemari. Pria itu menjerit kesakitan karena punggungnya merasa sangat perih. Belum lagi, pelipisnya terbentur hingga mengeluarkan darah.
Tidak ada lagi kekuatan yang bisa membuat Kevin bangkit dari sana. Dia meringis kesakitan sambil terus menangis.
Tatapannya masih tetap tertuju pada seorang pria yang menurutnya adalah Albert. Ternyata, apa yang dikatakan oleh Jane itu benar bahwa pria itu bukanlah temannya sendiri.
Albert palsu datang menghampiri Kevin sambil tertawa jahat. Dia berjongkok, lantas mengangkat dagu pria itu.
"Kau tidak akan pernah bisa lari dariku. Kehidupanmu tidak akan pernah tenang dan aku akan selalu menjadi bayang-bayang kejahatanmu, Kevin!"
Pria itu memperhatikan bagaimana perubahan Albert yang semakin sini semakin terlihat kalau dia bukanlah Albert yang sesungguhnya. Tawa galegarnya mengingatkan Kevin atas mimpinya kala itu.
Dia yakin jika sosok-sosok yang seringkali muncul di mimpinya, adalah dia yang kini sedang berada di hadapannya.
"L-lepaskan aku...." Kevin sekuat mungkin untuk pergi dari sana. Namun sepertinya, sosok itu tak ingin meninggalkan Kevin dalam keadaan yang masih baik-baik saja.
Dengan kekuatannya, Kevin diangkat kemudian dilemparkan hingga keluar kamar.
Brukkkk!!!
"Kevin?" Albert asli berteriak saat melihat temannya sudah tidak berdaya. Dia yang sedang membawa nampan untuk berjalan ke atas, tiba-tiba dikejutkan dengan kejadian seperti itu.
Dengan segera dia berlari menemui Kevin. Wajahnya penuh kekhawatiran sambil terus menanyakan keadaan dirinya.
Nampaknya, Kevin sudah tidak sadar tadi. Dia pingsan karena mungkin benturan keras yang dia terima dari sosok itu begitu kuat.
"Siapa kau?" Albert berteriak sambil masuk ke dalam kamar. Dilihatnya, dia tidak nampak ada satu orang pun ada di sana. Ada rasa heran mengapa Kevin tiba-tiba seperti itu.
Albert yakin, ada sesuatu hal yang tak beres karena dia benar-benar melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Kevin melayang dan jatuh tepat di depannya.
Melihat kondisi Kevin yang cukup parah, Albert segera mengangkat tubuh sahabatnya itu untuk masuk ke dalam kamar. Dengan cekatan, dia turun ke bawah sambil berlari untuk meminta pertolongan kepada siapapun.
"Kau kenapa?" saat keluar rumah, Albert mendapati Pak Arthur berada di luar gerbang.
Tanpa basa-basi, Albert segera menarik tangan lelaki tua itu untuk segera menemui Kevin. Dia takut jika ada apa-apa yang membuat Kevin merasa kesakitan atasnya.
"Aku tak tahu apa sebabnya Kevin tiba-tiba seperti ini. Saat aku ke atas sambil membawa makanan, aku melihat dia seperti diangkat oleh sebuah kekuatan kemudian dilempar keluar kamar." ujar Albert dengan suara gemetaran. "Pak, tolong bantu teman saya ini. Saya tidak mau ada suatu hal yang bisa merugikan Kevin karena saya yang memintanya kemari."
Pak Arthur terdiam. Saat dirinya dibawa Albert masuk, Pak Arthur mendapat kilas balik bagaimana Kevin bisa sampai seperti itu.
Dia sangat yakin jika sosok itu masih berada di sini namun sedang bersembunyi.
"Kau bersihkan dulu darahnya itu. Nanti punggungnya biar aku bantu pulihkan." seru Pak Arthur dengan tegas. Wajahnya memerah, seperti sedang menahan amarah.
Albert dengan segera mengambil kotak obat yang sengaja dibawa oleh Kevin itu sendiri dari rumahnya. Jika tak ada Pak Arthur, mungkin Albert akan menangis karena keteledoran dia dalam menjaga Kevin. Pasalnya, anak itu berada di sini karena dia sendiri yang meminta dia untuk menemaninya.
Dia tak mau jika sahabatnya itu terluka hanya karena ulahnya sendiri.
"K-kau akan kemana?" tanya Albert saat melihat Pak Arthur berjalan ke arah pintu.
"Aku akan keluar sebentar. Kau tolong jaga Kevin baik-baik. Aku akan segera kembali. Secepatnya."