webnovel

Jadi Pahlawan Lagi?

Entah karena kesialan atau keberuntungan, Sakaki Hiyama baru saja dikirim ke sebuah dunia lain setelah mati gara-gara tertabrak truk dan tercebur masuk ke dalam sungai dalam keadaan mabuk. Di luar dugaan dia ternyata dikirim ke sebuah dunia lain yang dulu pernah diselamatkannya pada saat dia masih berumur 16 tahun, Eos. Dimulailah kehidupan Sakaki yang damai di dunia lain. Setidaknya aku, Sakaki, yang menarasikan semua ini berharap hal tersebut akan terjadi kepadaku tapi ternyata malah sebuah kehidupan yang penuh akan petualangan berbahaya dan juga pertarungan menantiku. Kenapa aku kembali jadi [Pahlawan] sih?!

MikaMika · Fantasy
Not enough ratings
26 Chs

Prolog

Sakaki-senpai… tolong kerjakan ini."

Seorang lelaki muda dengan usia yang mungkin berada dua tahun di bawahku datang sambil membawa beberapa kertas yang harus kuisi.

Ia memakai baju kantoran sepertiku tapi miliknya berwarna kehijau-hijauan, dasinya berwarna hijau muda.

Dia kemudian dengan mudahnya pergi meninggalkanku dengan tanggung jawab mengisi kertas itu meskipun aku enggan di dalam hati namun aku tidak memiliki satu kalipun kesempatan untuk mengatakan tidak.

Dasar Kouhai (Junior) yang tidak bisa menghargai kerja seorang Senpai (Senior).

"Sakaki. Kau memang seorang pekerja keras tapi grafik kerjamu tidak terlalu bagus, kau harus melakukan sesuatu kalau kau mau terus bekerja di sini."

Kali ini sang Manajer mendatangi diriku yang sedang beristirahat meminum kopi setelah mengisi kertas yang diberikan oleh Kouhai tadi.

Tch.

"Apakah itu suara lidahmu, Sakaki?"

"Bu—bukan pak."

"Baguslah kalau begitu. Nikmati istirahatmu tapi ingatlah pesanku."

"Baik."

Sosok milik Manajer pun hilang dari pandanganku lalu aku menghela sedikit nafasku.

Hebat sekali tadi, aku berani membunyikan lidahku di depan Manajer karena saking kesalnya diriku, hari ini sudah menjadi hari yang buruk.

Tadi pagi aku harus turun di satu stasiun karena aku diteriaki sebagai seorang pria mesum yang memegangi dada seorang siswa SMA yang bahkan tidak memiliki tubuh yang bagus.

Setelah itu ternyata aku lupa membawa kartu tanda pengenalku dan harus berada di stasiun polisi selama beberapa menit sampai akhirnya terbukti kalau aku bukanlah pelakuknya padahal aku sudah hampir telat.

Satu-satunya kompensasi yang kudapat hanyalah pernyataan tak berguna seperti kalimat, "Maaf," yang dilontarkan baik oleh si Polisi maupun oleh si Gadis SMA.

Ditambah lagi oleh karena kejadian itu aku menjadi datang terlambat ke kantor sehingga kinerjaku yang sudah sedang berada dalam fase paling bawah menjadi semakin tergerus.

Rasanya hari ini seluruh dunia menjadi musuhku saja.

*Trrrt* *Trrrt* *Trrrt*

Saat aku sedang membuang gelas kopi plastik ke dalam tempat sampah, ponsel di saku jasku berbunyi sehingga dengan cepat aku menjawabnya.

"Halo. Sakaki di sini."

"Ini aku! Aku butuh uang untuk keluar dari penjara kakak! Para polisi ini korup!"

Dengan cepat aku langsung memutuskan panggilan, aku merasa ada beberapa urat wajahku muncul keluar.

Hari ini benar-benar sesuatu yang aneh dan benar-benar tidak masuk akal sama sekali, bisa dibilang hari ini adalah salah satu hari paling sial yang pernah kualami dan aku tidak main-main soal itu.

Aku Sakaki Hiyama sebelumnya tidak pernah mengalami hari seburuk ini, paling parah Cuma dompetku saja yang tertinggal di meja rumah sisanya hanyalah masalah Minor tapi rasanya dewa seperti ingin membuatku semakin membenci dunia.

Sebagai orang Dewasa seharusnya aku tidak terlalu marah akan hal macam ini tetapi tetap saja ini keterlaluan!

Apa yang kau mau dariku Dewa?

Dari seorang pria yang mendapatkan nilai rata-rata saat berkuliah ini?

Dan dia mantan orang populer ketika masih bersekolah SMA.

Benar-benar, apa yang sebenarnya kau inginkan?!

"Lihat Yuka… pak Sakaki mulai lagi tuh."

"Dia selalu bertingkah seperti itu ya, kesana kemari sambil menggenggamkan tangannya dan melakukan gerakan seperti sedang menari."

"Kalian para Gadis! Apa yang kalian lihat?"

"Kyaah~ melarikan diri, yuk Yuka."

"Baik~"

Tapi seorang pria yang pernah populer pada masa SMA itu sekarang dicap sebagai orang aneh dengan nilai kerja yang dibawah rata-rata hingga apakah dia benar-benar memiliki niat bekerja dipertanyakan.

Haah, kau tidak tahu bagaimana garis kehidupan akan menuntunmu.

Lima tahun yang lalu aku masih dikelilingi cewek manis yang waktu itu tidak kusadari ternyata mereka menyukaiku semua! Bodohnya diriku pada saat masa muda! Jaman sekarang mencari cewek itu susah, kenapa aku bisa sebegitu tidak sensitif pada waktu aku masih berada di titik paling atas kehidupanku.

Sekarang lihatlah aku.

Hanya seorang pekerja kantoran biasa yang menghabiskan waktunya antara bekerja atau tidur di rumah dan itu tidak menyenangkan!

Seharusnya waktu itu aku sudah membuang keperjakaanku!

Sedangkan sekarang rasanya aku ingin mencakar-cakar tembok sampai kuku jariku berdarah lalu menuliskan keputusasaanku!

"Sakaki…"

"Kau mau apa, hah—Hiyaah! Bos!"

"Ahahaha, seperti biasa bersemangat. Aku hanya mau mengingatkanmu kalau kau terpilih sebagai anggota rapat demi membuktikan kau tidak akan terus bekerja terus dibawah standar, jadi pikirkan hal yang mampu merubah pikiran semuanya," Bos mendekatkan wajahnya dan mulai berbisik, "Terutama si Hiroshi, dia terlalu percaya diri dan aku tidak menyukainya. Kalau bisa bikin dia tidak mampu menghinamu lagi."

"Baik… pak."

Bos—dia adalah seorang lelaki yang berumuran sepantaran dengan diriku, dengan kata lain berusia sekitar 27 tahunan. Memang terdengar hebat tapi dia adalah atasan diantara semua atasanku dan entah bagaimana ceritanya aku menjadi teman dekatnya tetapi aku bukan tipe orang yang akan menjilati kaki orang hanya demi mendapatkan kenaikan jabatan atau semacamnya.

Lakukanlah hal yang ingin kau lakukan secara serius, begitu kata kakekku.

Aku tidak serius bekerja karena ini bukanlah pekerjaan yang kuinginkan sama sekali. Aku ingin mendalami sebuah pekerjaan yang tidak monoton atau setidaknya membiarkanku berimajinasi dan menggunakan ide dari imajinasi itu.

Novelis? Tidak, tidak, aku tidak terlalu pandai menulis ditambah lagi aku kurang tahu banyak diksi yang bisa kugunakan untuk menulis.

Aku tidak tahu harus bekerja sebagai apalagi kecuali di sini, di kantor yang bahkan tidak memperlakukanku dengan ramah.

Orang Dewasa tidak memiliki banyak pilihan dalam memilih pekerjaan, berbeda dengan mereka yang masih sekolah.

Kalian para siswa mulai dari TK, SD, SMP, SMA, dan Universitas, kalian harus menggunakan waktu kalian lebih baik lagi, jika tidak kalian bisa berakhir sepertiku yang benar-benar bisa digambarkan dengan kalimat "Mati segan hidup tak mau".

Bel berbunyi.

Istirahat kantor sudah selesai.

Aku kembali ke mejaku yang berada di bagian tengah kantor, setiap pekerja memiliki meja mereka sendiri yang berada di dalam sebuah bilik.

"Fuhh… baik mari kita selesaikan sisa pekerjaanku…"

"Psst, Sakaki, psst…"

Sebuah suara aneh yang mirip bisikan bisa terdengar dari belakangku, waktu aku menoleh aku melihat ada Sakurai di sana, orang ini adalah pekerja yang berada di bilik sebelah.

Lubang hidungnya yang besar dan bulu yang keluar dari hidungnya membuat dia lumayan terkenal dengan sebutan "Boar".

Boar= Babi Hutan.

Memang terdengar aneh tapi orangnya sendiri tidak keberatan dipanggil Boar, menurutnya terdengar kuat dan jantan, pasti dia tidak tahu arti dari nama panggilan tersebut.

"Boar kah, ada apa?"

"Setelah jam kerja berakhir kau ada acara tidak?"

"Sama sekali tidak, paling pergi ke Supermarket untuk membeli makan malam."

"Ah! Kalau begitu kau mau ikut kami minum bersama para Kouhai tidak?"

Pandanganku yang sebelumnya terarah kepada layar komputer sekarang berpindah kepada Sakurai, pembicaraannya lumayan menarik perhatianku.

"Bersama para Kouhai? Memang apa bagusnya acara seperti itu?"

"Tak apalah sekali-kali Sakaki. Mendekatkan diri dengan para Kouhai itu penting agar tercipta hubungan yang lancar dalam pekerjaan kantor, lho."

"Haah, apa si Hijau akan ikut?"

"Si Hijau?"

"Maksudku si Kouhai yang memakai pakaian serba hijau itu."

"Oh, maksudmu Midorima kah? Dia akan ikut juga."

Cukup cepat, aku berbalik kembali menghadap ke layar komputer dan kembali mengerjakan tugas kantor yang dilimpahkan kepadaku oleh si Hijau yang sepertinya bernama Midorima itu.

Heh, lucu. Namanya Midorima dan dia memakai pakaian kehijauan, sepertinya dia jenis orang yang percaya dengan nama yang sama dengan warna akan mendatangkan keberuntungan.

"Jadi… bagaimana, Sakaki?"

"Aku tidak ikut selama kodok itu ikut."

"…. jangan-jangan dia melimpahkan tugas yang seharusnya dikerjakannya kepadamu."

Sesaat huruf "F" di keyboard kutekan dengan amat keras sampai mengeluarkan bunyik cklek aneh.

"Hahahaha, ternyata hanya hal macam itu ya Sakaki. Kau ini terlalu sensitif, susah menjadi populer di kalangan Kouhai kalau kau bersikap seperti ini hanya karena harus membantu seseorang menyelesaikan tugas mereka. Dengar ya—."

Mulut milik Boar kucengkram dengan kekuatan yang minimal tapi pasti masih akan terasa sedikit sakit.

"Dengar dulu cerita dariku mengenai hari ini baru kau boleh bebas berkomentar."

Lalu aku menceritakan hal yang terjadi kepadaku dari pagi sampai saat ini dengan sesingkat mungkin dikarenakan aku tidak ingin terlalu menghabiskan waktuku mengingat hal-hal buruk.

"Sepertinya kau mengalami hari yang cukup buruk, heh, Sakaki."

Sambil memegangi bibirnya yang berwarna kemerahan, Boar menunjukan simpati atas hariku yang tidak terlalu baik.

"Benar! Aneh kan? Aku sebelumnya tidak pernah sesial ini sebelumnya."

Kami berdua sekarang berada di dekat mesin foto copy kantor dan sedang meng-copy laporan masing-masing, kami meng-copy sebanyak tiga buah.

Satu untuk disimpan di meja.

Satu untuk diberikan kepada atasan.

Terakhir hanya untuk berjaga-jaga jika ada sesuatu yang terjadi kepada kedua laporan kami tadi.

"Tetapi biasanya kau tenang dan tidak terlalu mempermasalahkan hal macam ini. Penyebabnya mungkin stres di kepalamu menumpuk."

"Stres? Heh, tidak mungkin aku punya hal macam itu."

Tagihan listrik dan gas, beras yang harganya naik, ditambah lagi aku masih memikirkan mengapa aku tidak memiliki pacar.

Sepertinya tebakan Boar jadi-jadian ini tidak terlalu jauh dari kebenarannnya…

"Mu—mungkin aku punya beberapa…"

"Tuh kan. Biasanya orang menjadi agak berbeda dari biasanya karena rasa stres mulai menumpuk dan itu lumayan mengganggu performa kerja mereka."

Walau aku memang sudah dicap aneh dari awal tapi sepertinya tingkahku lebih aneh dari sebelumnya.

"Benar-benar deh, punya wajah setampan itu kau masih bisa stres ya. Sakaki-san."

Kenapa nada miliknya tiba-tiba terdengar sarkas?

Aku tampan? Kebohongan terbesar yang pernah kudengar sejauh ini.

"Hei, Sakurai."

"Hmm?"

"Coba bilang aku tampan sekali lagi."

"Sakaki-san tam—ukh! Kenapa kau tiba-tiba melakukan Roundhouse Kick sambil meneteskan air mata?!"

"Berisik! Kau kalau bohong keterlaluan!"

Orang-orang kantor pun melihati kami dengan tatapan yang rasanya tidak bisa dideskripsikan menggunakan kata-kata.

Kami pun dengan cepat kembali fokus mengambil copy kertas laporan yang sudah selesai di-copy.

Kedua kepala milik kami tertunduk dan mata milik kami berdua tidak terlihat karena tertutup oleh bayangan rambut.

"Haaah… kalau begini terus lama-lama gajiku akan dipotong atau malah akan dipecat jika ini semua terus berlanjut."

Gumamku sembari menarik nafas dalam lalu mengeluarkannya, di sebelahku si Boar berjalan mengiringi.

"Aku justru senang kalau kau dipecat lho."

"Hah?!"

"Maksudku, dengan wajah seperti itu kau bisa mengambil pekerjaan lainnya kan? Contohnya…"

"Contohnya?"

"Jadi Host!"

*Grip*

"Sakaki-san, Sakaki-san! Bisakah kau berhenti menggunakan Roundhouse Kick ke arah kepalaku?"

"Sakurai-san, Sakurai-san, bisakah kau berhenti menggodaku dan lepaskan tanganmu dari kakiku yang akan menendang kepalamu sampai berputar?"

Seluruh orang yang ada di kantor melihat apa yang sedang kami lakukan dan kami dengan cepat berusaha untuk bertingkah normal lagi dengan memasukan tangan ke saku lalu mulai bersiul.

Haah, dengan begini cap aneh akan semakin tertanam di diriku.

Kami berdua lalu berjalan kembali ke bilik kerja masing-masing.

Sementara Boar dengan santainya mulai menuliskan laporan dari planning yang berada di bawah pengawasannya, aku harus menyelesaikan tumpukan tugas dari si Kodok sialan!

Ahh, ini lebih buruk daripada yang terburuk.

Seharusnya waktu awal perkenalan dengan para Kouhai aku tidak seharusnya bertingkah keren dan mengatakan, "Serahkan hal yang tidak bisa kalian kerjakan kepadaku!" yang membuat mereka menjadi keterusan dan malah membuatku tersiksa.

Mengingat senyuman si Kodok pada saat memberikan tumpukan tugas ini sudah membuatku berada di titik puncak batas emosiku.

"Oraoraora!!"

"Hei! Sakaki-san, kalau kau menekan tombol keyboard dengan keras seperti itu nanti keyboard-nya bisa rusak!"

"Berisik! Aku masih marah nih!"

"Makanya seperti yang sudah kubilang, ikut minum dengan para Kouhai saja…"

"Memang apa gunanya?!"

"Sini pinjamkan telingamu."

Menuruti perkataan dari Boar, aku mendekatkan telingaku ke arahnya sambil masih menggeram dan menggertakan gigiku.

"Kau kenal Heiwajima Akagi-san?"

"Iya, aku kenal. Dia kan salah satu kouhai yang baru saja bertugas ini di saat yang bersamaan dengan si Kodok."

"Sepertinya, oh sepertinya, si Kodok yang kau maksud itu menyukai Akagi-san."

"EHHHHHhhhh?!"

"Kecilkan suaramu!"

"Ah baik."

"Kau kan memiliki wajah yang tampan, mungkin saja kau menggunakan itu sebagai senjatamu untuk merebut Akagi-san dari pandangan si Kodok."

Mataku langsung mengerjap.

Maksudku rencana yang baru saja dibisikan oleh Boar sangatlah jahat…

Bahkan, bahkan untuk orang sepertiku…

Hal semacam itu masihlah kurang jahat untuk membalas si Kodok itu tadi karena menambah bebanku pada saat hariku berjalan dengan buruk!

Bagai seorang Raja Iblis, aku tertawa nista sembari menaikan kedua tanganku.

"Ah lihat, Yuka. Pak Sakaki melakukannya lagi lho."

"Kali ini dia sedang meniru siapa ya?"

"Ke sini kalian para gadis!"

"Kyaaah~ ayo kabur, Yuka."

"Baik~"

Melihat pemandangan ini Boar hanya bisa tertawa kecil saja tapi dia kemudian berwajah serius dan mata miliknya mentapku, mereka sesaat terlihat berkilau.

"Kau sudah tahu apa yang harus kau lakukan kan?"

"Tentu saja, aku akan ikut acara minum-minum itu!"

Kuacungkan jempolku.

Lihatlah Kodok, kau akan menjadi saksi dari kejadian bersejarah dimana cintamu akan direbut oleh orang lain!

"Hahahaha!!"

"Sakaki… pikiranmu bisa kubaca lho."

"Aku akan melakukannya!"

Dengan semangat baru, aku akhirnya berhasil menyelesaikan pekerjaanku lalu bersama dengan Boar pergi ke acara minum-minum bersama para Kouhai.

___***___

"Hoeeeegh!"

"Uwah, Sakaki! Jangan muntah!"

"Urgh… aku minum terlalu banyak."

"Salah sendiri menghabiskan lima botol penuh… aku tahu kau suka minum tapi ya jangan sampai seperti ini juga."

"Dan di luar dugaan si Kodok itu lumayan baik juga ya, maksudku Midorima."

"Benar, tak kusangka dia mau membayarkan minumanmu… padahal kau sejak awal acara sudah meununjukan agresivitasmu kepada dia dengan terus memandanginya dan berbicara kepada Akagi-san."

Ah, hari ini benar-benar hari terburuk.

Bukannya berhasil balas dendam aku malah mendekatkan si Midorima dengan Akagi.

Gara-gara aku mabuk jadinya aku malah melakukan hal semacam itu.

Ah, waktu dimana aku mendekatkan mereka berdua lalu mulai menyanyikan lagu cinta untuk mereka benar-benar saat yang indah namun pasti memalukan bagi mereka.

Tapi balas dendamku tetap saja tidak tercapai…

Tetapi aku merasakan perasaan puas lainnya dari dalam diriku.

Perasaan apakah ini?

Aku juga tidak tahu.

"Tak kusangka, kau yang mabuk malah mengacau dengan menggoda Akagi dan Midorima lalu menyruh mereka untuk pacaran."

"Berisik, kalau tidak mabuk keberanian tidak akan muncul dari dalam diriku—Hoeghhh!"

"Sakaki! Jangan muntah dari jembatan!"

Sekarang aku bersama dengan Boar sedang berada di dalam perjalanan pulang menuju rumah masing-masing sambil diriku berusaha untuk menahan rasa kantuk dan juga mual yang menyerang pada saat bersamaan, ah rasanya aku bisa pingsan kapan saja atau tidur di jalan.

Meminum lima buah botol bir sudah berlebihan tak peduli apa alasanku.

"Ah, pening sekali dan sakit… kepalaku terasa terbelah."

"Kau habis lebih dari 5.000 Yen lho, jadi jangan lupa untuk membayar balik Midorima…"

"Ah oke."

Setelah melewati jembatan, kami berpisah jalan.

Jalan rumahku dan Boar berbeda, rumahku juga cuma beberapa blok dari sini.

Setelah berjalan beberapa meter akhirnya aku mulai sedikit sadar dari efek Bir yang kuminum.

"Ohh, aku lupa kalau hari ini harusnya aku membuang sampah tapi malah minum-minum."

Aku bergumamam sambil berbelok ke jalan sebelah kiri di sebuah pertigaan.

*BUUUUUAAAAAGH!*

"Eh?"

Saat mulutku terbuka pada saat itu juga, darah mengucur keluar dari mulutku.

Mereka melayang dan seolah menari di atas udara sementara diriku hanya bisa terbawa oleh efek dorongan dari sesuatu yang menabrakku.

Pada saat aku menoleh untuk melihat apa yang baru saja menabrakku.

Sebuah truk barang.

Sebuah truk barang yang besar baru saja menabrak tubuhku yang memiliki tinggi 168 cm dan berat badan 60 Kg dan membuatnya terhempas.

Tubuhku sepertinya terbang melewati pagar pengaman yang membatasi jalan dengan sungai yang ada di bawah.

Mengapa aku bisa tahu hal tersebut?

Karena dengan satu kedipan mata aku sudah berada di dasar sungai dan kesulitan untuk bernafas.

Kepalaku terasa begitu sakit seperti saat aku sedang muntah-muntah lagi.

Dari kejauahan aku dapa mendengar teriakan dari seseorang.

"Sakaki! Sakaki! Saka—!"

Ah itu Boar kah?

Aku ingin mengatakan kalau aku baik-baik saja tapi sepertinya otak dan mulutku tidak berjalan dengan sinkron.

"Bo—boar…"

Itu adalah hal yang terakhir kugumamakan sebelum akhirnya kehilangan kesadaran.

Sepertinya pada saat itu, Sakaki Hiyama baru saja mati dan meninggalkan Bumi.

Sepertinya…

Karena sekarang ada hal aneh yang sedang terjadi!

"Dimana aku sekarang?!"

Suara bergelora di tengah-tengah sebuah ruangan putih yang dipenuhi oleh satu hal; kekosongan dan kalau kau ingin menghitungnya adalah keberadaan dari diriku.

Bukankah aku mati?

Mengapa sekarang aku sedang berada di tempat aneh ini?

Ahh! Apakah semuanya hanyalah efek dari alkohol dari Bir?!

Ingin sekali aku berteriak sekarang sambil mengadahkan kedua tanganku dan berkata 'beri aku petunjuk dewa!'.

Setidaknya itu rencana awalku sampai aku melihat sebauh pintu dari kejauhan…

"OOOOOOOoooooo!"

Menggunakan seluruh kekuatan kakiku, aku berjalan ke arah pintu tersebut dan membukanya.

Lalu aku menemukan jika di balik pintu tersebut terdapat suatu ruangan yang lebih aneh daripada tempat dimana aku berada sebelumnya.

Sebuah ruangan yang dipenuhi oleh kegelapan namun langkahku tidaklah ragu, hal semacam ini tidak akan membuat Sakaki Hiyama ini pantang lalu mundur!

Begini-begini aku ini pernah juga bekerja part-time di rumah hantu sehingga kau harus melakukan hal yang lebih baik daripada ini untuk membuatku ketakutan!

Begitu kakiku melangkah masuk, cahaya kembali bersinar.

"Apa ini?"

Ruangan ini…

Semacam ruang kerja kurasa?

"Selamat datang…"

Suara yang terkesan lembut tersebut menyambutku.

Lalu kuadahkan kepalaku dan aku menyadari jika ada seorang wanita sedang duduk di sebuah kursi yang ada di balik meja.

"Sakaki Hiyama-sama."

"Kau siapa?"

"Ehh, bagaimana menjelaskannya ya… bisa dibilang aku ini Dewa dan aku membawa satu berita penting untukmu, mungkin ini terkesan tiba-tiba tapi kau telah meninggal…"

Sebauh keheningan yang menekan kemudian mengisi seluruh penjuru runagan sementara diriku terus berjalan ke depan sang wanita yang sedang terduduk tersebut.

Hal yang pertama kali lakukan setelah mengetahui jika aku sudah mati adalah…

*Brak!*

"Tentu saja aku sudah tahu itu!"

Hal yang pertama kali dilakukan oleh diriku, Sakaki Hiyama, 27 tahun, Salaryman, adalah menggebrak meja sembari tersenyum kesal dan mengepalkan salah satu tanganku dengan penuh akan emosi.

"Jangan memberi tahu aku hal yang sudah begitu jelas begitu."

"Hiii! Ah, anu, itu…"

"Apa?"

"Selain fakta kalau kau sudah meninggal, kau juga akan dikirim ke dunia lain…"

"Hah?"

Langsung saja, dahiku mengerut.