"Anning, ini Bai Guo, ketua kelas kalian waktu SD, kamu masih ingat kan?"
Yang Yufang menunjuk ke arah Bai Guo dan memperkenalkan pada Ji Anning.
Bai Guo saat itu juga memakai gaun berwarna putih, tapi panjangnya sampai ke pergelangan kaki. Ia terlihat anggun, auranya seperti seorang malaikat, dan gaun yang dikenakan oleh Bai Guo itu sangat berbeda dengan gaun pendek yang dikenakan Ji Anning.
Bai Guo berjalan dengan anggun, wajahnya tampak sangat percaya diri dan bangga.
Sejenak wajah Ji Anning tampak memucat, lalu ia mengangguk pelan sembari berkata, "Aku ingat."
"Bibi, baru saja aku dengan Jingfeng membicarakan tentang Anning, dan bertanya kapan dia akan datang."
Bai Guo berjalan ke arah Ji Anning, kemudian ia menggandeng lengan Ji Anning dengan penuh kasih sayang dan berpura-pura akrab dengannya.
Yang Yufang tersenyum dan mengangguk, "Kalau begitu kalian anak muda, berkumpulah untuk berbincang-bincang."
"Ayo Anning."
Kata Bai Guo sambil menarik Ji Anning pergi, mereka berdua berjalan perlahan keluar dari kerumunan itu, dan mulai menghilang dari pandangan publik.
Ji Anning mengibaskan lengan untuk melepaskan lengannya dari Bai guo dengan keras lalu ia menatap Bai Guo dengan dingin, "Bai Guo, apa yang ingin kamu lakukan?"
"Anning."
Di sebelah mereka ada sebuah kamar mandi, dan tiba-tiba ada seseorang yang dikenal keluar dari kamar mandi itu.
Suara yang memanggil 'Anning' terdengar tidak asing lagi, namun entah kenapa terkesan asing dan nada bicaranya sama sekali tidak hangat.
Pria itu dulu memanggilnya 'An An', tapi sekarang ia memanggilnya 'Anning'. Terakhir kali ia memanggilnya 'Anning', itu adalah saat di depan Bai Guo.
Ji Anning menatapnya dengan tatapan kosong, dan Ji Jingfeng berjalan ke arah mereka.
Kemeja yang terbuat dari kain linen berwarna biru muda itu terlihat sangat cocok dengan auranya yang dingin. Meskipun ia terlahir sebagai orang kaya, namun ia memiliki aura orang yang terpelajar.
Meskipun sama-sama terlahir di keluarga kaya, tetapi ia tidak seperti Ji Chicheng yang bergaya hidup mewah dan tampak berkuasa.
"Feng." Bai Guo dengan penuh semangat menyapanya, menggandeng lengan Ji Jingfeng, dan berkata dengan nada centil sambil memainkan bibirnya sehingga terlihat imut, "Anning sepertinya tidak terlalu suka diajak bekerja sama."
Melihat mereka berdua di depannya seperti ini, Ji Anning merasa miris. Ia menatap Ji Jingfeng dengan kesal sembari berkata, "Ji Jingfeng, apakah ini yang kamu maksud?"
Mendengar pertanyaan Ji Anning, seketika Ji Jingfeng menatap Ji Anning dengan jijik, "Bagaimana denganmu? Bukankah kamu juga telah bersama pria lain? Kamu yang seperti ini masih berharap aku untuk menginginkanmu?"
Ji Jingfeng awalnya takut menyinggung perasaan Ji Anning, dan ia juga takut tidak bisa menghadapi keluarganya. Tapi tidak disangka ternyata Ji Anning juga telah berselingkuh dari dirinya sejak lama.
Ini adalah rasa malu terbesar dalam hidup Ji Jingfeng.
'Hah.'
Sikap Ji Jingfeng membuat Ji Anning putus asa. Ia tersenyum masam dan mengangguk dingin, "Baiklah, kalau begitu."
'An An, ulurkan tanganmu.'
'An An, aku mohon sadarlah, jangan tinggalkan aku....'
Jika begitu, mengapa tiga tahun yang lalu ia sangat berharap dan memohon pada Ji Anning supaya tidak pergi meninggalkannya? Mengapa Ji Jingfeng waktu itu menyelamatkannya dan memohon padanya? Bukankah dengan membiarkannya mati dalam kobaran api itu, maka semua akan berakhir?
Berbagai pertanyaan itu yang ingin Ji Anning pertanyakan pada Ji Jingfeng, tetapi karena ia merasa masih memiliki harga diri yang tinggi, sehingga ia mengurungkan niatnya.
Ohhh… saat ini ia benar-benar ingin memulihkan harga dirinya yang telah hilang dalam keluarga Ji.
Ji Anning menahan napas, berusaha membuat tubuhnya yang gemetar terlihat normal, dan berusaha membuat langkah kakinya tetap terlihat anggun.
Ia meletakkan kedua tangannya di belakang rok, dan mengepalkan tangannya dengan erat.
Ia tidak pergi untuk menyapa Yang Yufang, namun ia langsung pergi melalui pintu samping.
Pemandangan kota di malam hari yang masih ramai, gedung-gedung tinggi, dan berbagai macam lampu berkelap-kelip di mana-mana.
Tatapan mata Ji Anning tampak muram dan ia tidak bisa menutupi rasa kesepian yang kini ia rasakan.
Ji Anning tanpa sadar berjalan menuju gang yang gelap tanpa lampu penerang yang biasa ada di jalan. Ia menjadi sedikit takut. Kemudian ia pun berbalik dan bersiap untuk kembali.
"Aaa..."
Tiba-tiba… dua sosok tinggi tiba-tiba muncul dalam kegelapan. Ia sangat terkejut. Sebelum sempat memberikan perlawanan, kepala Ji Anning sudah ditutup menggunakan tas kain.