webnovel

IYD

Dua orang menerima tawaran perjodohan dengan tujuan yang berbeda. Seorang CEO muda yang di rumorkan gay terpaksa menerima perjodohan demi menghapus rumor buruk tentangnya. Seorang wanita yang memutuskan untuk tidak menikah terpaksa menerima perjodohan demi membahagiakan neneknya. Demikianlah jalan takdir mereka hingga terikat dalam ikatan sakral pernikahan. Ini adalah kisah seorang pria gynophobic yang berakhir di tangan seorang misandris. Di mana 'ketakutan' bertemu dengan 'kebencian'. _Zayyad Kafa_ Berharap memiliki keluarga kecil yang bahagia, menjadi pria normal, memiliki keturunan, menikah hanya sekali dan untuk selamanya. _Alina_ Tidak ingin menikah. Hanya menyayangi tiga wanita dalam hidupnya. Membenci pria dan tak kira umur. Mengorbankan kebahagiaan untuk yang tersayang. Dan berpikir untuk bercerai setelah semua nya berakhir. Bagaimana nasib pernikahan mereka... Akankah berakhir dengan kata 'perceraian' hingga ikatan mereka terputus -sad ending- atau mungkin 'penerimaan' hingga ikatan keduanya -happy ending- ??? ___ Note: Untuk kelanjutan 'IYD'dapat dibaca di Webnovel. Silahkan ketik judul 'Ikatan Yang Ditakdirkan' di pencarian dan kalian akan menemukannya di sana. Sudah ada ratusan chapter lebih ^_^

Happy_autumn · Urban
Not enough ratings
34 Chs

24. Penurut Sekali!

"Ugh!" Zayyad menutup mulutnya. Ia merasa mual. Sepasang alisnya terjalin erat menahan nyeri di perutnya.

"Tahan!" Alina mengangkat tangannya dan bergegas mundur kebelakang. "Aku ke kamar mandi dulu!" Katanya kemudian sambil memasang senyum tak bersalah. Ia pun pergi berlari ke kamar mandi.

Zayyad menggeleng-geleng kan kepala melihat tingkah laku wanita itu. Ia menarik nafas dan menghela nya perlahan. Perasaan nya sudah jauh lebih baik, mual nya hilang dan tidak ada lagi nyeri di perutnya. Tapi yang membuatnya heran--

"Kenapa pipi ku panas sekali?" Ia menangkup kedua pipinya. Ada rasa panas yang menjalar dan rasanya itu tidak wajar. Membayangkan kejadian tadi, panas nya kian memuncak. "Ah! Lupakan!"

Ketika Zayyad hendak pergi, tanpa sengaja ia melihat bubur ayam yang di belinya untuk Alina, masih sama sekali tidak tersentuh. Kemudian seseorang berteriak dari kamar mandi.

"ZAYYAD! KAU MASIH DI SANA?"

Zayyad segera melindungi kedua telinganya. Wanita ini, suaranya bahkan lebih keras dari toa!

"APA KAU DENGAR AKU?"

Zayyad berjalan kearah pintu kamar mandi dan mengetuknya. "Aku dengar! Tidak perlu berteriak. Ada apa?"

"Aku tidak mau makan bubur ayam. Buatkan aku sarapan lain!"

Tangan Zayyad terkepal, ia pun menjawab sambil tersenyum tertekan. "Baik" 'Kenapa aku seperti pesuruh nya saja?' Sebenarnya bisa saja ia menolaknya. Tapi entah kenapa ia akan merasa bersalah jika begitu.

Ia pun pun pergi mengambil kotak teh chamomile yang ada di plastik belanjaan. Itu memang sengaja ia beli untuk Alina. Lalu ia pergi ke pantry yang memang khusus pribadi miliknya. Ia terbiasa mengatur camilan, makan dan minum nya sendiri. Ia tak terbiasa orang lain yang menyediakan nya. Walaupun terkadang, sesekali Bakri membantunya, itupun hanya untuk secangkir kopi. Selebihnya, ia jarang meminta siapapun melakukannya.

Pertama ia pergi mencuci tangan sebelum mulai menyeduh teh. Dalam mengolah makanan atau minuman, Zayyad selalu sangat memperhatikan kebersihan nya. Itulah kenapa ia sangat bersikeras mengatur kebutuhan perutnya sendiri. Ia merasa lebih yakin jika ia melakukannya. Hanya saja terkadang ia terlalu sibuk, sampai ia lupa waktu untuk menyiapkan nya. Itulah yang membuat pola makan nya tak teratur.

Beberapa menit kemudian, Zayyad pun selesai menyiapkan sepoci teh chamomile dan dua lembar roti selai kacang. Menatanya dengan rapi di atas nampan, ia membawanya pergi.

"Pak Zayyad!" Sapa Bakri yang sudah berdiri di depan pintu ruangannya. Melihatnya membawa nampan makanan, ia merasa heran. "Anda belum sarapan pak?"

"Sudah" Zayyad mengangguk kan kepalanya kearah pintu, memberi arahan pada Bakri untuk membantunya membuka pintu. Bakri pun segera membukakan pintu, sambil bertanya. "Lalu itu untuk?" Tidak mungkin bosnya itu punya waktu untuk makan camilan, bahkan melihat nya saja ada waktu untuk membuat nya. Itu adalah suatu keajaiban!

"Ini untuk istri saya, kami menginap disini semalam"

"Oh!"

"Ah, tolong!"

"Baik pak!"

Setelah Bakri membuka pintu, Zayyad melangkah masuk ke dalam. Tidak ingin mengganggu mereka yang di dalam, Bakri segera menutup pintu lagi dan menunggu sampai urusan Zayyad selesai dengan duduk di sofa sambil mencermati lagi hasil rapat sebelumnya yang berakhir lumayan cepat.

"Ah! Akhirnya sarapan ku datang juga!" Seru Alina yang sedang menarik seprai dari kasur. Ia sengaja menariknya untuk di bersihkan. "Kau ingin mencucinya?" Tanya Zayyad. Ia meletakkan nampan itu di atas meja di dekat kasur.

"Em!" Alina mengangguk. "Ada 'noda' yang harus di bersihkan"

Tanpa harus di jelaskan lebih jauh, Zayyad langsung mengerti noda apa itu. Alina langsung pergi kearah meja, Zayyad dengan cepat mengambil langkah mundur kebelakang. Wanita itu tidak anggun sama sekali, ia mencomot roti yang ada di piring. Lalu langsung menggigit nya sambil berjalan duduk di kasur. "Kenapa kacang? Aku lebih suka keju"

"Hanya itu yang ada di pantry"

"Huk..hukk" Alina tersedak.

"Makanlah pelan-pelan! Tidak ada yang mengambil nya dari mu"

"Sengaja!"

"..." Zayyad mengkerut kan dahinya, menatap penuh tanda tanya.

"Kau ambilkan aku minum!" Titahnya, seperti nyonya besar.

"Hah?" Mulut Zayyad setengah terbuka. Melihat wanita itu yang cengengesan, barulah ia mengerti. 'Jadi, sengaja yang ia maksudkan adalah ini?' Zayyad pun pergi menuangkan teh dari poci ke cangkir. Lalu menyerahkan nya pada Alina.

"Ah! Penurut sekali!" Alina menerimanya sambil tersenyum manis. Mendengar itu, Bibir Zayyad berkedut. Tidak tau harus berekspresi seperti apa.

Alina mendekatkan bibirnya ke mulut cangkir, aroma teh yang bercampur chamomile menyeruak masuk ke dalam hidungnya. "Teh apa ini?" Ia sama sekali tidak familiar dengan aromanya. Ia terbiasa minum teh biasa, atau paling ia hanya pernah minum teh beraroma melati atau mawar yang merupakan kesukaan nya.

"Chamomile!"

"Aku lebih suka yang mawar" Alina menurunkan cangkirnya kepangkuan, merasa enggan meminumnya. Tadi ia tidak suka roti selai kacang, tapi terpaksa memakan nya karena sudah sangat lapar. Dan sekarang minum pun begitu!

"Minumlah! Itu baik untuk meredakan nyeri menstruasi mu"

"Dari mana kau tau?" Apa dari artikel yang di bacanya di web? Tebak Alina dalam hati.

"Dulu aku sering membuat nya untuk bibi ku"

"Oh!" Alina melihat perubahan ekspresi pada wajah Zayyad setelah mengatakan 'bibi' dari mulutnya. Wajahnya yang terlihat melankolis, seakan menjelaskan ia cukup enggan untuk harus menyebut kata panggilan itu. Seakan ia sangat enggan mengingatnya.

"Aku pergi dulu!"

"Sebentar"

Langkah Zayyad terhenti.

"Teh buatan mu lumayan!" Maksud Alina adalah 'terimakasih'. Tapi ia enggan mengucapkan nya.

Zayyad yang mendengar hanya mengangguk dan terus pergi. Di luar, Bakri terus menyambut nya. Ia pergi duduk di kursi kerjanya. Dan Bakri melaporkan seluruh hasil rapat secara ringkas. Menunjukkan beberapa dokumen yang harus ia tandatangani. Setelah semuanya selesai, ia pun pamit pergi.

Setelah beberapa menit mengerjakan urusan nya. Alina muncul keluar dari pintu bilik. Ia berjalan kearah sofa dan duduk. "Zayyad!"

Zayyad sangat fokus menyelami dokumen di tangannya, sampai ia tidak mendengar panggilan wanita itu.

"Zayyad" Panggil Alina lagi.

Tapi pria itu hanya mengerutkan alisnya, malah semakin serius mencerna isi dokumen ditangannya.

"ZAYYAD"

Pria itu mengangkat kepalanya tepat kearah Alina. "Ada apa?"

"Aku ingin pulang!"

"Pulanglah!" Zayyad kembali menekuni isi dokumen nya.

"Tapi aku masih tidak berani menggunakan lift" Keluh Alina. Dulu ia sudah bersusah payah untuk dapat berani menggunakan lift seperti kebanyakan orang. Setelah melawan ketakutan nya dan menguji mental nya berkali-kali, akhirnya ia berhasil. Tapi kejadian kemarin, pasti akan membuat nya sulit untuk melakukan adaptasi lagi. Ia bahkan ragu akan dapat menggunakan fasilitas itu dengan mudah kelak.

"Satu-satunya alternatif hanya tangga darurat"

Alina membulatkan matanya.

"Saat ini jam sebelas tepat! Jika kau turun sekarang, mungkin hanya akan memakan tiga puluh menit jika kau turun dengan berlari atau sekitar sejam, jika kau cukup santai. Setidaknya jam dua belas, kau sudah pasti ada di bawah"

"Tiga puluh menit jika aku berlari? kau kira aku atlet maraton! Sekitar sejam jika aku cukup santai? yang ada kedua betis ku membengkak sesampai di bawah" Jelas Alina sangat menolak alternatif itu sejak kemarin. Tapi kenapa pria ini masih saja menawarkan nya???

___

Dear readers ♥️

Alhamdulillah, cerita yang di singkat 'IYD' sekarang sudah official di Webnovel.

Kalian tidak akan menemukan pembaruan bab nya disini, jadi bagi kalian yang penasaran akan kelanjutannya. Silakan mampir dengan mengetikkan judulnya di kolom pencarian dengan judul:

—Ikatan Yang Ditakdirkan—

Dan kalian akan menemukannya. Sudah ada seratus chapter lebih.

Semoga kalian semua sehat selalu...

Salam sayang❤️

_Sifa Azz_