webnovel

#6 Masuk Ruang BK

Mereka pun keluar ruangan BK dengan dipenuhi rasa sesal dan emosi.

"Mana Ponselku!"

Ibram mengambil paksa ponselnya dari saku seragam Ara.

"Gara-gara kamu kami semua jadi masuk BK kan?"

Lagi-lagi Ibram menyalahkan Ara.

"Loh Bram...ini kan ide kamu. Ngapain kamu nyalahin Ara?"

"Kalau Ara tidak memikirkan laki-laki itu pasti kita tidak seperti pencuri cuma karna latihan"

"Sudahlah. Mari kita masuk kelas saja"

Edo menengahi agar masalah tidak berlarut-larut.

"Maafkan aku?"

"Yuk Ra?"

Edo menarik tangan Ara namun dilepaskan oleh Ara.

"Kalian masuk kelas dan ikutlah pelajaran. Hari ini aku mau izin. Percuma saja masuk kelas jika tidak fokus pelajaran. Aku pulang. Annyeong higaseyo "

Ara meminta maaf pada Ibram dan Edo dengan tulus. Ara pergi meninggalkan mereka berdua untuk pulang. Jika berada dikelas Ara hanya memikirkan masalah yang terjadi dengan Ibram.

Ara berjalan menuju rumahnya dengan air mata berurai dipipinya. Dipagi ini Ara terlalu sedih. Untuk tersenyum pada orang lain pun enggan dia lakukan

***

Aku melihat lagi selembar foto bersama Appa dan Ammaku. Aku mencoba mengingat kenangan apa yang telah Amma berikan padaku. Aku melihat wajah Ammaku. Amma begitu putih, cantik dan bersih sedang memangkuku.

Aku tidak bisa mengingat apapun tentang Amma dan merasa bersalah sudah melupakan semua kenangan bersamanya. Sudah setahun ini aku tidak pernah berkabar dengan Ammaku. Hanya cerita dari Appa yang selalu kuingat.

Cerita dari Appaku. Appa dan Ammaku bercerai ketika aku sedang ulang tahun di umur 13 Tahun. Pada saat itu aku ingin bermain di sungai hangang namun Appa dan Amma sibuk bekerja. Saat itu mulailah pertengkaran dan perceraian.

Aku memaksakan untuk mengingat semuanya namun kepalaku rasanya ingin pecah. sakit sekali.

"Aaarrrggghhhhh....."

Aku berteriak kesakitan. Aku mencoba berdiri namun aku menabrak meja yang berada didepanku. Aku hampir terjatuh. Untung saja Bi Ijah menahanku.

"Deeen.....Ya Allah....Deenn Haru baik-baik saja?"

Bi Ijah yang mendengarku berteriak langsung masuk kamarku tanpa meminta izin terlebih dulu. Aku memegangi kepalaku yang terasa panas dan berat. Aku tidak sanggup untuk mengingat semuanya.

"Den...bibi tidurkan ya. Istirahat ya Den!"

Aku berjalan namun kakiku seperti tidak menyentuh tanah. Bi Ijah membopongku agar sampai tempat tidur.

"Gomawo bi..."

"Den...Den Haru tidak usah memaksakan untuk mengingat. Suatu saat nanti Allah pasti ngasih kesembuhan buat Den Haru. Sabar dulu ya Den. Bibi ambil minum dulu buat Den Haru"

"Enggak usah bi...Aku langsung tidur saja. Terimakasih ya Bi"

"Sama-sama den"

Bi Ijah meletakkan selimut di badanku agar aku segera tidur.

***

Setelah pagi hari badanku terasa fresh lagi. Aku tidak akan memaksakan untuk mengingat jika kepalaku masih sangat sakit. berkali-kali aku kesungai hangang namun aku masih belum mengingat apapun. melihat foto keluarga juga hasilnya aku tidak mengingat apapun.

"Haruyaaa...tadi malam katanya kamu kesakitan. Kenapa nak? maafkan Appa pulang larut malam" Appa masuk kamarku untuk melihatku. Appa mengelus kepalaku tanda Appa masih sayang padaku.

"Ne Appa...Aniyo"

Semenjak di Korea Appa tidak ada waktu untuk bersamaku. Appa hanya sibuk bekerja dan pulang larut malam. Hanya bi Ijah yang selalu menemaniku setelah pulang sekolah dan setiap malam sebelum tidur.

"Mari berangkat sama Appa. Appa tunggu dibawah ya nak"

"Nee..."

Diperjalanan ke sekolah Appa menanyakan keadaanku disekolah. Appa berharap beberapa hari disini aku sudah mendapatkan ingatanku.

setelah sampai disekolah ada salah satu siswa yang berdiri di gerbang sekolah seperti menunggu kedatangan kami.

"Jiwon-ssi..."

Appa memanggil siswa itu ketika pintu mobil terbuka. Aku benar-benar kaget Appa seorang CEO ingat salah satu siswa disekolah.

"Annyeonghaseyo Sajang-nim"

"Jiwon-ssi...Maafkan kami baru datang. Apakah kamu sudah menunggu lama?"

"Oohh...Aniyo sajangnim. Oohh Haruu???? jal jinaesseo? (Apa kabarmu?)"

Jiwon? kenal aku? siapa dia? Apakah Appa janjian dengannya? dia merangkulku seperti sudah kenal sejak lama.

"oraemaniyeyo! (Sudah lama ya)"

"jal jinaeyo (baik-baik saja), Jiwon-ssi"

Aku tersenyum padanya yang bahkan tidak kenal siapa dia sebenarnya.

"Haru-yaa....Ini Jiwon teman dekat SDmu saat di Korea. Dia juga satu kelas denganmu. Appa sengaja menghubungi dan mencari tahu tentang Jiwon agar kamu mendapatkan teman"

"Satu kelas? 3 hari ini aku tidak melihatnya"

"Mianhe Haru-ya...3 hari kemarin aku izin untuk debut dan menandatangi kontrak. Agensi NFT memintaku untuk bergabung"

"Waaah selamat Jiwon-ssi"

Kami berjalan bersama menuju kelas. Aku berharap Jiwon bisa memulihkan ingatanku. Tidak lupa aku berterimakasih pada Appa

"Gomawo Appa. Kami Pergi dulu"

***

"Angkat tangan kalian yang tinggi"

Wali kelas 10 menghukum Ara,Edo dan Ibram. Haru dan Jiwon melihat mereka bertiga namun Haru tidak mengingat wajah Ara yang dia temui di sungai hangang. Haru berhenti sejenak melihat mereka dihukum.

"Kau ini selalu saja mencari masalah"

Nenek Ara datang dan memukuli Ara dengan tangannya.

"Sakiit..."

"Biarkan. Jangan pernah mengungkit tentang menjadi penyanyi terkenal lagi"

"Maaf Saya akan memarahi cucuku"

Nenek Ara meminta maaf pada wali kelas. Namun jawaban guru kelas membuat hati nenek Ara terluka.

"Penyusup berada di sekolah ini. Ketika orang tua ceroboh maka anak-anak pun menirunya"

"Terutama kamu Ara, Sekolah sudah memberikanmu beasiswa tapi kamu malah merusaknya dengan kecerobohanmu sendiri. Terutama kamu Ara sudah bapak duga kamu yang membuat ulah. Apakah kamu tidak malu didepan nenekmu?"

"Haru-ya yuk jalan lagi kekelas. Memang anak kelas 1 sering membuat onar disini"

"Ne.."

Aku dan Jiwon melanjutkan jalan ke kelas dan meninggalkan kegaduhan yang berada didepan kantor guru.

"Maafkan saya seonsaengnim. saya yang membesarkan dia sendirian ketika ayah dan bundanya meninggal. Ara adalah satu-satunya cucuku yang mempunyai cita-cita tinggi ingin menjadi penyanyi terkenal. Maafkan saya Pak telah lalai mengurus cucu saya untuk belajar dengan baik. Jadi tolong jangan membenci Ara. Kumohon seonsaengnim"

Ara melihat neneknya yang sedang memohon kepada guru kelas. Ara tidak ingin membuat neneknya bersedih.

"Baiklah. Untuk lebih jelasnya silahkan datang ke kantor CEO terlebih dahulu untuk menandatangani surat dari wali siswa bermasalah. Trio penyanyi datang ke kantor BK dulu untuk mengambil surat peringatan dari BK"

Mereka bertiga akhirnya sampai ruangan BK namun guru BK selaku guru kelas mereka tidak henti-hentinya menyalahkan mereka terutama menyalahkan Ara.

"Kenapa di tahun pertama kalian sudah membuat onar sih?"

Guru memukul kepala Edo dan Ibram menggunakan kertas. Ketika sampai didepan Ara, guru tidak berani memukul siswa perempuan.

"Aigooo....Apalagi kamu seorang gadis, bagaimana bisa seorang gadis bisa senakal ini? apalagi hanya dibesarkan oleh neneknya"

"Kenapa jika saya dibesarkan oleh nenek? nenek selalu memberikanku segalanya! Jangan bicara begitu pada nenek saya. Saya tidak membuat onar. Kami hanya meminjam ruangan saja"

Ara terlihat emosi ketika Neneknya disalahkan oleh guru BK.

"Astaga...kamu bilang tidak membuat onar? dikelas kamu selalu membuat gaduh, sekarang kamu berani mencuri ruangan kelas musik. Kamu hanya membuat teman-temanmu yang pintar ini menjadi nakal karenamu. Mau jadi apa kamu nanti?"

"PENYANYI!"

Ara langsung menjawab dengan lantang tentang cita-citanya. Guru Bk hanya tertawa tidak percaya dengan cita-cita Ara.

"Aku pandai bernyanyi"

Ara tidak menghiraukan gurunya yang menertawakannya dengan lepas.

"Terus kenapa kamu membuang-buang waktumu disini. Kan banyak sekali agensi-agensi diluar sana yang membuka audisi harusnya kau ikut salah satunya kan. Seperti Seniormu Jiwon. Lihatlah dirimu Ara!"

Guru Bk menunjuk Ara. Ibram dan Edo melihat Ara kasihan. Karena Ide Ibram akan menjadi masalah besar untuk Ara.

"Kalau kamu memang berbakat. Kamu mungkin sudah jadi penyanyi. Kau tidak bisa masuk ke kelas musik karena kau tidak punya bakat apapun. Itu sebabnya kamu hanya membuat onar di kelas studi. JANGAN BICARA OMONG KOSONG BELAJARLAH DENGAN RAJIN. SEKOLAH INI MEMBUTUHKANMU"

Guru BK membentak Ara dengan keras. Haru yang tidak sengaja melewati ruang BK melihat Ara keluar ruangan dengan wajah sedih.