webnovel

4. Percobaan pembunuhan

"Bagaimana? Kapan kamu pulang?"

Gara membalikkan tubuhnya dengan cepat dan langsung menatap seorang lelaki. Jika dilihat-lihat, lelaki di depannya ini hampir seumuran dengan kakaknya, yah itu jika Gara ounya Kakak. Namun masalahnya sekarang Gara angkat bahu tak mengenal lelaki di hadapannya ini.

"Kau siapa?" tanya Gara. Dia masih bisa santai bahkan di ujung kematiannya. Gara tidak tahu motif kedatangan lelaki ini. Yang jelas, Gara tahu bahwa ia di jebak oleh lekaki ini.

"Gara-Gara, kau memang sangat naif untuk bisa sampai ke sini. Adikmu Anna, dia sangat cantik."

"Apa maksudmu? Jangan macam-macam dengan adikku!" tegas Gara dengan tatapan tajam.

Lelaki itu malah menertawakan Gara yang menatapnya dengan tajam. Seolah meremahkan amarah seorang Kakak yang tak ingin Adiknya kenapa-kenapa. Lelaki itu melangkah ke arah Gara. Sekitar satu meter jarak dari kedua pria dewasa itu.

Gara menggigit bibirnya lalu menunjuk lelaki itu. "Kau jangan mendekat! Siapa kau?" tanya Gara. Jujur saat ini Gara ketakutan bukan main kala sekumpulan orang-orang berbaju hitam itu datang entah darimana.

"Aku? Kau tak mengenalku? Baiklah. Bagaimana kalo aku akan memberi sebuah ilustrasi supaya kamu mengenal aku?"

"Baiklah. Lakukan! Mendongenglah untukku."

Ucapan Gara itu membuat lelaki itu melotot tak percaya. "Kau meremehkanku?!"

Gara mengangkat bahu. "Tidak!"

Lelaki itu kembali melangkah. Sekarang ia begitu dekat dengan Gara. Kira-kira hanya 30 centi jarak dari mereka. Bahkan Gara mampu merasakan hembusan nafas dari lelaki itu.

"Cilukba! Adik bayi kau mau permen?"

Gara terkekeh dengan tingkah lelaki di hadapannya ini yang malah menggodanya seperti menggoda seorang anak bayi. Hei ... ayolah, Gara memang bertingkah seperti anak kecil, tapi bukan begini cara menggodanya. CILUKBA!? Pernahkah kamu digoda dengan kata itu sewaktu masih bayi? Ayo tanya orangtuamu.

"Hahahha.... Kau lucu sekali. Sangat lucu. Hehe." Gara tak henti-hentinya tertawa dengan semburan kata yang seakan meledek lelaki di hadapannya. Lelaki itu mengendus kesal seperti seekor banteng yang marah ketika ditantang oleh kain merah.

Tak terima karena diledek oleh Gara, ia malah mengambil tindakan di luar dugaan dari seorang Gara Xien dengan menodongkan sebuah pisau di hadapan Gara. Gara meneguk ludahnya dengan susah payah. Mata melotot, detik kemudian Gara malah tertawa lagi. Entah apa yang terjadi dengan Gara? Biasanya seseorang yang ditodongkan pisau akan merasakan ketakutan. Bukan tertawa seperti yang dilakukan oleh Gara saat ini. Benar, Gara memang sedikit aneh.

"Kau.... Lucu sekali. Kalo ingin memotong bawang di rumah bukan di sini," ledek Gara sekali lagi membuat emosi lelaki itu tambah membuncak.

"Kau jangan coba-coba meremehkanku. Aku bisa mencincangmu dengan pisau ini," tutur lelaki itu dengan emosi dan volume yang tinggi.

"Benarkah? Mencincangku itu tak mudah. Kenapa kau ingin mencincangku?" tanya Gara dengan polosnya.

Betul, satu pertanyaan itu meledek di kepala Gara. Kenapa lelaki itu ingin mencincangnya. Gara tidak tahu. Kenapa susah-susah mencincangnya yang tidak bisa dimakan. Lebih baik mencincang usus ayam, 'kan lebih bermanfaat, bisa dimakan. Itulah yang ada dipikiran Gara saat ini. Ketahuilah betapa polos dan naifnya seorang Gara Xien.

"Haha!" Lelaki itu tertawa dengan miris. "Kenapa aku ingin mencincangmu? Supaya jabatan CEO diberikan kepadak, tapi...." Sembari menunjuk Gara dengan kebencian yang begitu dalam.

"Tapi karenamu, Ayahmu tak memilihku menjadi CEO malah memilihmu yang bodoh ini."

"Apa? Aku bodoh? Kau ingin mendengar sebuah cerita. Apa kau berpikir Harry Potter itu pintar." Lelaki itu terlihat menautkan alisnya bingung dengan perkataan Gara.

"Tidak, Harry Potter itu sangat pintar. Itulah kenapa ia mampu mengalahkan setip teka-teki yang ada di sekolahnya, Hogwarts."

Gara menggeleng. "Tidak! Kau salah paham. Harry Potter itu tidak pintar, tetapi cerdik, tulus dan berani. Itulah yang mampu membuatnya menjawab setiap teka-teki yang terjadi. Yang pintar itu, 'kan Hermione. Teman perempuannya."

Lelaki itu terlihat menimbangi setiap perkataan Gara. Yah, jika dipikir-pikir memang betul yang Gara katakan. Harry Potter dan kedua temannya . Hanya Hermionelah yang memiliki pengetahuan yang cukup mendalam. Jadi, bodoh belum tentu tidak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.

"Apa kau akan menjadi Harry Potter kali ini, untuk menyelamatkan dirimu?"

Gara lagi dan lagi menggeleng. "Tidak! Siapa bilang? Aku akan menjadi Joker."

"Astaga, kau ini kebanyakan menonton kartu. Dasar! Sudah! Sekarang giliranku untuk membunuhmu!"

"Tunggu!" Gara merentangkan tangannya ke depan untuk menghentikan lelaki itu. "Kenapa kau ingin membunuhku, tadi kau katakan ingin mencincangku. Dasar plin-plan!" Dengan polosnya Gara mengambil pisau itu dari tangan lelaki itu membuat sang empu langsung melotot.

Gara tak menyia-nyiakan kesempatan ini dan langsung berlari dengan lincah dan cepat. Ia sesekali melihat ke belakang demi melihat apakah orang-orang yang tak dikenalnya itu masih mengejarnya atau tidak. Namun Gara masih melihat orang-orang itu sehingg ia harus mempercepat langkahnya kembali.

"Gara! Kemari kau! Jangan lari!"

"Wleek!" Hampir saja nyawa menjadi taruhannya, tapi Gara masih bisa bersikap konyol dengan meledek lelaki yang hampir membunuhnya itu.

kejar-mengejar terus terjadi. Orang-orang itu mengelilingi setiap sudut persudut bangunan yang tak lanjut itu demi mendapatkan Gara. Karena Gara terlalu lari dengan cepat lelaki itu kemudian mengambil pistol dari saku celananya lalu menodongkan ke arah Gara yang tengah berlari.

Sekuat mungkin lelaki itu mencoba mengenai sasaran. Setidaknya mengenai lengan lelaki polos itu. Namun, semua itu nihil ketika Gara terjatuh. Peluru yang ia tembakan ke arah Gara meleset jauh entah kemana.

Kembali lagi Gara segera bangkit dan keluar dari ruangan itu menuju mobilnya. Pisau yang Gara bawa itu tadi ia lempar ke sembarang arah.

Dor!

Lelaki itu mengumpat gara-gara melihat Gara yang bisa kabur begitu saja darinya. Setiap tembakannya selalu melesat begitu saja. Apa memang takdir kematian Gara bukan saat ini? Mungkin? Entahlah.

Ia hanya bisa menatap mobil Gara yang sudah mulai menghilang dari hadapannya.

"Sialan!"

Lanjut kepada Gara yang tersenyum penuh dengan kemenangan atas dirinya yang bisa lepas dari percobaan pembunuhan itu. Selepas dari situ, Gara ingin menenangkan hatinya yang sesaat kemudian hampir pergi dari dunia ini. Tempat yang selalu Gara kunjungi ketika sedih, bahagia, khawatir adalah pantai, lautan yang sangat luas. Namun, sebelum itu Gara ingin mengunjugi toko permen yang sedari kecil selalu ia kunjungi bersama Ayah dan Bundanya. Gara berniat membelikan lolipop untuk adiknya.

Juga membeli persediaan permen di rumahnya. Kamar Gara yang bernuansa biru yang desainnya diganti beberapa tahun yang lalu memiliki sebuah ruangan rahasia dimana tempat itu merupakan tempat baginya untuk menyimpan koleksi permennya.

'Garaku yang polos, ada satu hal yang tidak kamu tahu tentang hidup ini. Jika kau memilih permen karet, rasa manisnya kian lama kian menghilang hingga tak terasa manisnya. Jika kau memilih lolipo, dia akan menghilang ketika kamu terus menjilatnya.'