webnovel

Diusir!

Susah payah Aurel meniti jalanan hanya untuk bisa pulang.

Usaha memang tidak pernah mengkhianati hasil. Nyatanya Aurel sampai juga di rumah megah milik Melisa.

"Alhamdulillah, meskipun kakiku rasanya sakit sekali, tapi aku sekarang bisa bernafas lega.

Dengan langkah perlahan dan wajah kelelahan, Aurel membunyikan bel rumah. Tidak perduli terhadap masalah apa yang dia hadapi, yang pasti Aurel akan tetap memperjuangkan pernikahannya.

Waktu sudah sore, tentu saja Melisa dan Abimanyu sudah sampai rumah. Toh, Aurel juga sudah berjam-jam jalan kaki hingga menghabiskan setengah hari sejak pagi tadi.

"Siapa?!" Terdengar suara Melisa menanggapi bel rumah yang sudah berbunyi.

Tidak lama kemudian, Melisa membuka pintu dengan bau parfum yang begitu wangi. Benar, Melisa memang habis mandi. Sehabis pulang kerja memang paling enak mandi sebelum bersantai ria bukan?

Wajah Aurel masih tertutup jaket. Sengaja Aurel tidak membukanya agar Sang Mertua tidak jijik padanya.

"Aurel?! Kamu Aurel bukan? Ya, aku hafal betul rambut, gestur serta baju yang kamu kenakan pagi tadi sebelum ke Pasar. Loh, tapi kenapa kamu di sini? Vero bilang kamu mengalami kecelakaan? Aku dan Mas Abimanyu saja baru mau on the way ke sana."

Mendengar pengakuan Melisa, Aurel bingung. Harusnya Vero sudah mengatakan kejadian yang menimpa dirinya, tapi nyatanya Mertuanya itu sama sekali tidak tahu.

"Aurel! Kenapa diam saja?! Tapi, kalau aku lihat, gak ada bagian tubuh kamu yang terluka. Lantas kamu ini sebenarnya kecelakaan apa tidak sih?!" tanya Melisa lagi.

"Ma-maaf, Ma ...."

"Kamu ini, sebenarnya paham dengan ucapanku apa tidak?! Bukannya menjawab pertanyaan malah meminta maaf! BODOH!"

"Ya Allah, salah lagi ... aku harus bagaimana? Ingin menjelaskan saja bingung dari mana," batin Aurel masih dalam keadaan kepala menunduk dan tertutup jaket.

"A-anu, Ma ... sebenarnya ...."

"Kamu ini memang BISU!" Hinaan demi hinaan terlontar dari bibir Melisa tanpa rasa bersalah sedikit pun. "Lalu di mana Vero? Kenapa dia tidak pulang bersamamu?" lanjut Melisa.

Deg!

Aurel bingung. Dia kira Suaminya itu sudah pulang sejak tadi meninggalkan dirinya di rumah sakit. Ternyata Vero sama sekali belum sampai rumah dan menemui kedua orang tuanya.

Pantas jika Melisa tidak tahu jika saat ini wajah Aurel sudah cacat.

***

Ya, niatan Vero untuk pulang terhenti. Dia pikir kembali ke rumah hanya akan menambah beban pikirannya saja. Dia memutuskan untuk pergi ke sebuah klub yang sangat terkenal dengan wanitanya yang cantik-cantik.

Dasar Vero! Suami yang berniat mengkhianati Istrinya dengan wanita-wanita sewaan. Tentu saja Vero tidak ingin bercinta dengan sembarang wanita. Standarnya tetap tinggi.

Vero hanya akan tidur dan bermain api dengan wanita cantik, putih, seksi dan masih virgin.

Apakah di klub malam terdapat wanita virgin? Ya! Tentu saja semua itu bisa diatur asalkan ada uang.

"Cantik, hari ini aku sedang ingin bersenang-senang. Jadi aku minta padamu, buatlah aku puas dan bahagia. Karena malam ini aku sudah membayar mahal untuk menghabiskan malam denganmu," ucap Vero sembari tangannya membelai pipi wanita malam yang sudah dia pesan.

Tidak main-main, wanita yang dia minta gadis berumur 20 tahun yang benar-benar masih virgin. Kebetulan si gadis memang baru mendaftar malam ini. Terpaksa gadis itu melamar pekerjaan di klub malam demi menghidupi kedua orang tuanya.

"Sejujurnya aku masih belum bisa bagaimana caranya membuat pelanggan merasa puas," jawab Si Gadis malu-malu.

"Ah, kamu benar. Aku memang suka dengan gadis-gadis muda yang polos dan lugu sepertimu. Tidak apa-apa, Sayang. Nanti aku akan mengajarimu. Jika malam ini servis yang kamu berikan membuatku candu, aku akan menyewa kamu lagi," jawab Vero langsung mengecup bibir gadis cantik tersebut.

Tidak ada perlawanan yang diberikan gadis bernama Veronika itu. Bahkan Veronika menikmati segala rayuan, belaian juga kecupan yang dilayangkan Vero kepadanya.

Veronika sama sekali tidak ingin munafik. Jika laki-laki yang menyewa dirinya bukan Vero, pria muda tampan, kaya dan sangat sempurna, bisa saja Veronika menolak dan tidak semudah itu saat dirayu.

Siapa yang bisa menolak kesempurnaan yang melekat di diri Vero? Bahkan semua gadis di dunia ini akan bertekuk lutut padanya.

Sebenarnya Vero bisa saja mencari gadis muda atau wanita cantik tanpa menyewa. Namun, karena pikiran Vero sedang pusing. Dia memutuskan untuk minum alkohol dan menyewa gadis.

***

Tidak ingin berada dalam keadaan yang bingung, Aurel mulai mengangkat kepala dan menyingkirkan jaket agar wajahnya terlihat.

"ASTAGA!!!" teriak Melisa spontan sambil membungkam mulut dengan telapak tangan.

"Aurel! Kenapa wajahmu! Sumpah MENJIJIKKAN sekali!!!" Melisa mengimbuhkan.

"Inilah yang terjadi sebenarnya, Ma ... Aurel memang mengalami kecelakaan yang mengenai wajah Aurel," jelas Aurel.

"Hus! Menyingkirlah dari hadapanku! Rasanya aku ingin muntah!"

"Apakah Mama juga risih padaku? Lantas apa yang sekarang bisa aku lakukan? Jika Mas Vero menolak, Mama tidak ingin dekat denganku, aku harus apa?" batin Aurel sedih.

"AUREL! Cepat pergi dari sini!!! Aku tak sudi menampung wanita cacat sepertimu!"

"Ta-tapi, Ma ... Aurel sudah tidak mempunyai siapa-siapa di dunia ini ... kalau Aurel pergi, lantas di mana Aurel harus tinggal? Bahkan uang sepeser pun Aurel tidak punya."

Aurel bukan ingin mengemis pada Mertuanya. Namun, keadaan yang memaksanya harus tetap tinggal dan bertahan. Hanya pilihan inilah yang tepat untuk saat ini.

"NO!!! Apa kata orang-orang jika di dalam istanaku ini ada wanita berwajah mengenaskan sepertimu! Aku tidak mau, gara-gara kamu nama baikku tercemar!" tolak Melisa.

"Aurel mohon, Ma ...." rayu Aurel langsung berlutut di hadapan Melisa meskipun jarak di antara keduanya cukup jauh.

Melisa tidak memperdulikan Menantunya itu. Malahan, Melisa langsung membalikkan badan lalu masuk dan menutup pintu dengan keras.

Spontan Aurel menjerit. Dia takut sekali kalau Melisa benar-benar tidak mau menerimanya. Pasti akan sangat susah untuk Aurel diterima oleh orang-orang.

Siapa yang mau bertegur sapa dan bertetanggaan dengannya? Karena wajahnya memang sangat memprihatinkan.

Tidak ingin kesempatan terakhir, Aurel bangun dan berlari ke arah pintu.

"Ma ... Mama ... tolong jangan buang Aurel. Aurel berjanji akan menurut sama Mama. Mama boleh kok, menyuruh Aurel ini dan itu asalkan Aurel bisa tidur di rumah ini."

Aurel terus saja berbicara di depan pintu meskipun tak tahu Mertuanya itu mendengar atau tidak.

Nasib baik sepertinya masih berpihak pada Aurel. Melisa ternyata masih berada di ujung pintu hingga dapat mendengarkan ucapan Aurel.

"Benar juga katanya. Kalau aku usir dia sekarang, siapa yang bakal memasak? Mencuci dan beres-beres? Lagipula aku belum cari pembantu," lirih Melisa mulai terpengaruh.

Namun, Melisa tidak langsung mengiyakan begitu saja. Dia masih berdiri untuk memikirkan semuanya matang-matang.

"Ah, tapi aku jijik! Aduh, bagaimana ini? Tapi ... ah, sudahlah, yang penting tubuhnya masih mulus, bersih tidak jamuran!"

***

Bersambung.