webnovel

PERGI

"Kak, lihat bayimu sangat cantik dan lucu sepertimu, apa dirimu enggak mau mau bangun? mereka mencarimu eonnie," ucap Yuna sambil memegangi tangan Yura di iringi isak tangis.

"Maafkan aku kak kalau semua ini gara-gara aku yang memaksa kakak temani aku ke butik," lirih Yuna.

"Sudah jangan bahas itu sayang, semua sudah di atur Tuhan, mungkin ini udah rencana Tuhan," ucap nyonya Bagaskara sambil mengusap kepala Yuna.

Ke esokan hari nya.

Yunki masih setia menunggu Yura di samping nya.

Yunki tidak akan kerja sampai Yura sadar.

Jam 14.00 Yuna datang ke rumah sakit.

"Kak Yunki," lirih Yuna menghampiri Yoongi.

"Makan siang dulu, aku bawa makanan," ucap Yuna sambil memberikan beberapa kotak makanan.

"Tidak perlu, saya tidak lapar," singkat Yunki tanpa melirik.

"T ... tapi nanti s ... sakit bagimana?" tanya Yuna dengan gugup.

"Urus saja dirimu sendiri dan tidak perlu urus diri saya!" sinis Yunki.

"Ma ... maaf, aku tau pasti kakak benci aku karena kak Yura kecelakaan gara-gara aku, maafkan aku," lirih Yuna.

"Andai waktu bisa di ulang, aku tidak mau mengantar istri aku padamu!" sentak Yunki semakin sinis.

"Maaf, serius maafkan aku," ucap Yuna sangat gugup.

"Pergi sana dan jangan pernah datang ke sini lagi!" bentak Yunki.

"Kenapa kau membentak Yuna?" tanya nyonya Pratama yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan. "Yuna enggak salah dan ini kecelakaan, ini sudah rencana Tuhan," ujar nyonya Pratama.

"Tapi kalau aku enggak mengantar Yura padanya, mungkin kecelakaan ini enggak akan terjadi," ucap Yunki semakin kesal.

"Makan sana Yunki lalu istirahat, biar ibu yang menjaga Yura," ucap nyonya Pratama sambil mengusap lembut punggung sang anak, Yunki.

"Tidak, aku mau nunggu Yura sampai sadar!" tegas Yunki.

"Kalau Yura sadar, ibu kasih tau kamu dan sekarang kamu istirahat!" perintah nyonya Pratama. "Lalu mandi sana, nanti Yura bau di dekatmu," ledek nyonya Pratama mencoba mencairkan suasana.

Yunki mengalah dan ia bangun dari kursi yang di samping Yura lalu melangkah pergi ke luar, dan nyonya Pratama langsung merangkul bahu Yuna, Yuna menundukkan kepala.

"Maafkan Yunki, Yunki bicara begitu karena cemas sama Yura, maafkan Yunki," ucap nyonya Pratama.

"I ... iya" ucap Yuna sedikit meneteskan air mata.

Skip..

Seminggu kemudian, hari dimana Yuna akan menemui keluarga calon suaminya yang baru pulang dari paris.

"Kakak sudah sadar?" tanya Jimi menatap Yuna.

"Belum, masih koma," jawab Yuna dengan lirih. "Semua salah aku, salah aku." Yuna langsung meneteskan air mata.

"Kenapa menyalahkan diri sendiri? kita enggak akan tau kecelakaan akan terjadi kapan, jadi jangan salahkan diri sendiri," ucap Jimi mencoba menenangkan Yuna.

"Ta ... tapi aku merasa bersalah sayang," lirih Yuna.

"Sudah jangan bahas ini kalau ini membuatmu sedih."

"Iya, sayang bisa enggak pernikahan kita di undur saja?" tanya Yuna yang masih menangis.

"Pasti karena eonnie kamu ya?" tanya Jimi.

"Iya, aku enggak bisa menikah dan bahagia kalau kakak masih koma, tolong mengerti," lirih Yuna.

"Oke aku akan mengerti, aku menunggu kakak sadar dan kamu siap untuk menikah dengan ku," ucap Jimi.

"Terima kasih," ucap Yuna.

Yuna dan Jimi duduk di sofa, tidak lama kemudian orang tua Jimin datang dan duduk di sofa bersama. Mereka membahas kelanjutan pernikahan, dan Yuna membahas tentang kakaknya yang sedang koma karna kecelakaan.

"Kak, lekas sadar," batin Yuna.

Sejam kemudian Yuna kembali ke rumah sakit dan langsung masuk ke dalam ruang VVIP sang kakak, ia langsung menghampiri Yura sambil menggenggam tangannya.

"Kak, tolong sadar, kasihan bayi kembar kamu yang membutuhkan dirimu," ucap Yuna kembali menangis.

Perlahan-lahan tangan Yura bergerak.

"DOKTER, DOKTER, EONNIE AKU SADAR, TANGANNYA BERGERAK!" teriak Yuna sambil menekan tombol darurat.

Beberapa Suster dan Dokter datang, di ikuti Yunki lalu keluarga Pratama dan keluarga Bagaskara di belakangnya.

"Biar saya cek dulu," ucap Dokter mengecek keadaan Yura dan di bantu sister, semua keluarga cemas dan wajah penuh harap agar Yura kembali sadar seperti biasa.

Perlahan-lahan Yura membuka ke dua matanya dan menatap wajah satu persatu yang ada di dalam ruangan.

"Biarkan nyonya Yura seperti ini dulu karena beliau baru saja sadar dari komanya, dan jangan di ajak bicara dulu sebelum beliau memulai nya," ucap Dokter.

Semuanya menganggukkan kepalanya masing-masing sambil meneteskan air mata melihat Yura sudah sadar, tidak lama kemudian bayi kembar menangis, entah tiba-tiba menangis sangat kencang mungkin karena tau ibunya sudah sadar. Yunki menghampiri bayi kembarnya dan menggendong salah satu bayi itu lalu mendekati Yura, di ikuti salah satu suster yang menggendong bayi kembar satunya.

"Sayang lihat anak kita kembar, cantik bukan?" tanya Yunki dengan lirih dan dengan mata sembab sambil menatap Yura.

Yunki memperlihatkan bayi kembarnya namun Yura hanya tersenyum.

"Tidak apa-apa tidak usah bicara dulu cukup lihat anak kita yang cantik sepertimu," lirih Yunki.

Air matanya kembali membasahi ke dua pipinya, dan tiba-tiba tangan Yura mengusap air mata Yunki, Yunki menggenggam tangan Yura dengan lembut.

"Lekas sehat sayang, aku selalu menunggu dirimu," lirih Yunki sambil mencium tangan Yura.

Nyonya Pratama menggendong bayi yang ada di gendongan Yunki, lalu bayi kembar itu berhenti menangis saat mereka dekat dengan Yura.

"Anak bayi saja tau kalau mereka butuh kamu sayang," ucap Yunki mengusap kepala Yura. "Apa lagi aku, butuh kamu dan kita enggak boleh berpisah dalam keadaan apapun." Yunki langsung mengecup kening Yura.

"Yu ... Yunki, udah saatnya kita harus berpisah dan tolong jaga anak-anak kita," lirih Yura.

"Kakak apa yang kakak bicarakan," ucap Yuna menghampiri Yura.

Dan semua yang ada di sana menangis mendengar ucapan itu, begitu juga Dokter dan Suster.

"Yu ... Yuna, bi ... bisakah kamu menggantikan a ... aku? tolong jaga suami aku dan bayi kembar aku," ucap Yura dengan nafas yang sesak seperti menahan sakit.

"Sayang, kamu kenapa?" tanya nyonya Bagaskara. "Kamu yang harus menjaga suami dan bayi kembarmu nak!"

"A ... aku enggak bi ... bisa i ... ini sangat sa ... sakit eo ... eomma," lirih Yura. "To ... tolong Yuna menikah saja dengan suamiku dan jaga bayi kembar aku dan ini keinginan terakhir a ... aku!"

"Sayang, aku hanya mau bersama kamu," ucap Yunki semakin menangis enggak karuan. "Jangan bicara aneh-aneh sayang!"

"To ... tolong kabulkan keinginan aku ka ... kalau aku sudah pergi nanti, tolong jangan sampai enggak!"

"A ... aku tidak rela suami dan bayi kembar aku dengan wanita lain kecuali Yuna adik aku, to ... tolong," lirih Yura dan tiba-tiba detak jantungnya semakin melemah.

Dokter dan beberapa Suster menghampiri Yura lalu memeriksa kembali keadaan Yura.

"Kak," ucap Yuna semakin menangis. "Jangan pergi, kau yang harus mengurus keluargamu, kak!"

Detak jantung Yura semakin melemah, dan semuanya menangis enggak karuan melihat keadaan Yura.

"Sayang!" Yunki semakin menangis sejadi-jadinya.

Beberapa menit kemudian.

Yura kembali memejamkan ke dua matanya dan detak jantungnya perlahan-lahan membaik, semuanya sedikit tenang dengan keadaan Yura, dan semua masih di posisi yang sama. Mereka menunggu Yura kembali membuka mata, namun Yura tidak membuka matanya dan matanya masih menutup rapat.

"Biarkan Yura istirahat, sepertinya tadi sedikit syok saat sadar," ucap Dokter menatap semuanya.

Dan semuanya hanya menganggukkan kepalanya masing-masing.