webnovel

PAGI HARI

"Tentu membawa kembar," jawab Yunki. "Kita belum punya pembantu juga."

"Kalau memang punya pembantu juga aku tidak mau menitipkan kembar padanya," ucapku.

"Kenapa?" tanya Yunki.

"Dia hanya pembantu dan bukan baby sister, aku enggak mau menitipkan kembar pada orang asing," jawabku yang sedikit sinis.

Aku memang tidak mengizinkan kembar untuk di titipkan pada siapapun, apa lagi hanya sebatas pembantu. Kalau sih yang di titipkan seorang baby sister, karena menurutku cara pembantu dan baby sister merawat bayi pasti sangat beda.

Sekilas Yunki tersenyum sambil mengusap kepalaku. "Ibu yang baik," ucap Yunki.

Yunki sangat menyukai jawaban Yuna, sang istri sekaligus ibu tiri kembar. Tapi menurut Yunki, Yuna bukan ibu tiri melainkan ibu sambung, karena menurutnya ibu tiri lebih dominan jahat. Tapi Yuna sama sekali tidak jahat pada anak kembarnya, melainkan Yuna selalu memprioritaskan kembar dalam hal apapun. Yunki sangat bersyukur bisa menikahi Yuna sekaligus adik dari mendiang sang istri.

"Ke ... kenapa senyum-senyum begitu?" tanya aku sambil menatap Yunki yang senyum-senyum sendiri.

"Tidak apa-apa," jawab Yunki. "Ayo kita tidur!"

Aku menganggukkan kepalaku. Lalu kami tidur bersama, karena waktu semakin berjalan dan semakin larut.

"Astaga, aku baru ingat ingin membaca data-data pembantu," batin Yunki yang ingin bangun dari tidurnya.

Namun ia ingat sesuatu. "Lagi pula berkas itu masih ada di ruangan kantorku," batin Yunki yang tidak jadi bangun.

Sekilas Yunki melirik ke arahku yang udah memejamkan mata. Yunki terus-menerus menatap diriku sambil tersenyum.

"Kenapa istriku terlalu ceroboh," batin Yunki.

Menurut Yunki, Yuna agak ceroboh. Bisa-bisanya ia jatuh dari tempat tidur, lagi pula ia selalu senang tidur di pinggir tempat tidur.

"Sepertinya diriku harus merubah furniture yang ada di ruangan ini," batin Yunki sambil melirik sekitar kamarnya.

Jam 07.00.

Aku dan Yunki selesai sarapan bersama, dan bersiap-siap untuk pergi ke dokter.

"Berangkat sekarang?" tanyaku pada Yunki.

Yunki menganggukkan kepalanya. "Yuk," jawab Yunki yang bangun dari duduknya.

Aku juga ikut bangun dari duduk dan kami melangkah menuju kamar kembar, namun saat kami udah di depan pintu kamar kembar.

Ting. Tong. Suara bel rumah berbunyi. Aku dan Yunki saling bertatapan. "Biarkan aku yang membukanya," ucap Yunki.

"Baiklah," aku lanjut melangkah menuju kamar kembar.

Yunki melangkah menuju pintu rumahnya dan membuka pintu itu, saat membuka pintu rumahnya.

"Kenapa kamu lama sekali membuka pintu," celetuk seseorang yang udah berdiri di depan pintu.

"Apa kalian masih sarapan?" tanya seseorang lainnya.

"Ayah. Ibu, ada apa pagi-pagi ke sini?" tanya Yunki sambil terheran-heran melihat kedatangan orang tuanya di pagi hari.

Dua orang yang udah berdiri di depan rumahnya adalah orang tua Yunki, entah mengapa pagi-pagi begini mereka udah mengunjungi rumah Yunki.

"Jadi ibu dan ayah tidak boleh ke sini?" Ibu Pratama balik bertanya pada anaknya.

"Bukan begitu bu, aku hanya tanya aja," jawab Yunki yang serba salah.

"Sayang, siapa yang datang?" tanyaku sambil melangkah menuju pintu dengan mendorong stroller kembar.

Sampai di depan pintu. Aku melihat dua orang lelaki dan wanita yang sangat aku kenal, dengan cepat aku langsung membungkuk sopan pada mereka.

"Selamat pagi, ibu dan ayah," sapa aku dengan ramah.

"Pagi," ucap kompak dari ibu Pratama dan ayah Pratama.

"Kenapa ibu dan ayah enggak di ajak masuk?" tanyaku sambil menatap Yunki dengan bingung.

Karena menurutku udah beberapa menit Yunki membuka pintu dan tidak menyuruh ke dua orang tuanya untuk masuk, aku tidak mengerti dengan otak Yunki kenapa seperti itu.

"Benar, suamimu tidak mengajak kami untuk masuk malah menanyakan hal yang tidak penting," celetuk ibu Pratama.

"Bu ... bukan gitu," jawab Yunki agak gugup.

"Ayo ibu dan ayah kita masuk ke dalam," aku mempersilahkan mertuaku masuk ke dalam rumah.

Mertuaku menganggukkan kepalanya masing-masing dan melangkah ke dalam rumah, lalu aku mengikuti langkah mereka dari belakang dengan mendorong stroller kembar. Yunki menutup pintu rumah lalu melangkah di belakangku.

Sampai di ruang tengah. Kami duduk di sofa.

"Aduh cucuku sangat cantik," ucap ibu Pratama sambil mengusap-usap pipi kembar.

Karena stroller berada di dekat posisi ibu Pratama dan aku duduk jadi ibu Pratama lebih mudah menatap kembar.

"Ngomong-ngomong kalian mau pergi ke mana?" tanya ayah Pratama setelah menatap kembar dan baru tersadar dengan pakaian kami yang udah rapih.

Ibu Pratama langsung melirik ke arah aku dan Yunki. "Ah benar, kalian mau ke mana?"

"Ma ... mau," aku gugup dan bingung bilang apa pada mertuaku, kalau aku jujur padanya ingin ke dokter. Pasti mereka akan semakin khawatir padaku, lalu aku harus jawab apa.

"Mau ke dokter," jawab Yunki dengan cepat dan membuat diriku menatapnya dengan sinis.

Bisa-bisanya ia menjawab itu dengan cepat, padahal diriku dari tadi sedang memikirkan jawaban yang tepat untuk ini.

"Loh, ke dokter? Siapa yang sakit?" Ibu Pratama memberikan raut wajah khawatir.

"Yuna semalam jatuh di tempat tidur," jawab Yunki.

"Kok bisa?" Ayah Pratama agak penasaran kenapa menantunya jatuh dari tempat tidur.

Ibu Pratama yang tadinya memberikan raut wajah khawatir, kini ia memberikan raut wajah seperti senang mendengar diriku jatuh dari tempat tidur. "Sepertinya udah ada yang tidur bersama nih," goda ibu Pratama.

"Ah benar, sepertinya kalian udah melakukannya," lanjut ayah Pratama yang ikut menggoda kami.

"Belum kok," ucap Yunki dengan wajah datar.

"Loh, kok belum?" Ibu Pratama agak kecewa mendengar ucapan anaknya.

"Ya memang belum, kami hanya tidur berdua aja," sambung Yunki.

Aku menatap Yunki semakin sinis, bisa-bisanya ia berterus-terang pada orang tuanya. Kenapa enggak di rahasiakan aja sih? Aku merasakan malu saat ini, lalu aku menundukkan kepalaku.

"Tidak apa, yang penting udah tidur berdua," ucap ayah Pratama.

"Benar itu," sambung ibu Pratama, lalu ia menatap kembar dan berkata. "Hana. Hani, sebentar lagi kalian akan memiliki adik. Apa kalian akan menyukainya?" tanya ibu Pratama pada ke dua cucu kembarnya.

Aku tidak percaya kalau ibu mertuaku bisa mengucapkan itu pada kembar, padahal aku dan Yunki belum pernah melakukan apapun. Lalu, haruskah aku melakukan apapun agar kami bisa memberikan adik pada kembar? Astaga, pertanyaan macam apa ini? Kenapa otakku semakin error setiap harinya.

"Kami belum merencanakan untuk memberikan kembar adik," jawab Yunki.

Kembar tersenyum saat mendengar pertanyaan dari neneknya, ia seperti senang kalau memiliki adik. Namun saat Yunki menjawab seperti itu, kembar langsung menghilangkan senyumnya.

"Sepertinya kembar tidak suka dengan jawabanmu Yunki," ucap ibu Pratama.

"Benar itu, barusan kembar senyum saat ibumu membahas adik namun mereka cemberut saat kamu menolaknya," sambung ayah Pratama.

Dengan cepat, aku dan Yunki menatap ke arah stroller dan melihat ekspresi kembar.