webnovel

LELAH

"Ibu tolongin Yuna atau ambilkan handuk untuknya dan nanti aku gendong Yuna ke kamar," ucap Yunki yang masih menutup matanya.

"Ah ibu lupa belum kasih kembar susu." nyonya Pratama beralasan lalu melangkah pergi sambil menarik tangan suaminya, tuan Pratama.

"Ibu jahat banget!" teriak Yunki.

"Kak, tolongin aku," lirihku.

"Tutup area sensitif kamu dan aku tidak mau lihat!" perintah Yunki.

"Area sensitif itu yang mana?" tanya aku dengan polos.

"Astaga, itu loh itu ..." Yunki masih menutup matanya.

"Itu apa? aku tidak paham," aku menggaruk kepalaku.

"Milik wanita pokoknya!"

"Oke."

Perlahan-lahan Yunki membuka kedua matanya dengan membelakangi diriku lalu mengambil handuk dan mendekati diriku yang masih menutup mata lalu berikan handuk padaku.

"Pake handuknya dan kalau sudah aku gendong ke kamar!" perintah Yunki.

"Iya," ucap aku lalu memakai handuk. "Sudah," lanjut aku lagi setelah memakai handuk.

Lalu Yunki membuka mata dan menggendong diriku ke kamar dan membaringkan di atas tempat tidur.

"Lain kali tidakk usah mandi dari pada begini lagi," protes Yunki.

"Tidak usah mandi? jorok!"

"Ya habis bagimana lagi? atau mandinya pake baju saja."

"Lagi pula kita sudah menikah dan kenapa kakak masih begitu padaku? apa aku tidak menarik untuk di lihat?" tanyaku.

"Bangun deh, kamu masih mimpi ya? ngomongnya ngelantur kemana-mana," jawab Yunki.

"Pakaikan aku baju!" perintahku.

"Pakai saja sendiri, kau bukan anak kecil!"

"Istrimu lagi sakit Yunki, pakaikan baju sana!" perintah nyonya Pratama yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar.

"Ibu saja, aku tidak bisa," ucap Yunki lalu melangkah pergi begitu saja.

"Dasar!" kesal nyonya Pratama.

"Padahal waktu Yura sakit, dia sering menggantikan pakaiannya bahkan ibu tidak boleh membantu," gumam nyonya Pratama sambil membuka lemari dan memilih baju.

"Kenapa sesak sekali mendengar ucapan ibu mertua," batin diriku dengan mata berkaca-kaca.

"Pakaian ini tidak apa-apa?" tanya nyonya Pratama.

"Iya Bu, tidak apa-apa," jawab diriku sambil tersenyum tipis.

Setelah memilih pakaian itu, nyonya Pratama langsung memakaikan diriku pakaian itu.

"Ibu, makasih ya dan maaf jadi merepotkan," ucapku.

"Tidak apa-apa sayang, ibu senang di repotin hehe."

"Ya sudah ayo sarapan," aku mencoba bangun dari kasur.

"Bisa bangun?" tanya nyonya Pratama sambil menatap diriku dengan cemas.

"Bisa Bu, walaupun pelan-pelan hehe," jawab aku.

Aku melangkah dengan pelan-pelan dan di bantu nyonya Pratama, lalu kami melangkah menuju ruang makan. Dan sampai di ruang makan, kami duduk di kursi masing-masing. Semuanya juga sudah berkumpul dan melanjutkan sarapan, bersama.

20 menit kemudian.

"Yunki, kau tidak usah ke kantor dan biar ayah yang mengurus kantor," ucap tuan Pratama.

"Tidak bisa, kerjaan aku numpuk," jawab Yunki lalu bangun dari kursi.

"Istrimu masih sakit Yunki," ucap nyonya Pratama.

"Ibu sama ayah masih di sini, kan?" tanya Yunki.

"Habis ini mau pulang," jawab kompak dari tuan dan nyonya Pratama.

"Kenapa kompak banget? curiga," sinis Yunki.

"Urus saja istrimu!" perintah tuan Pratama.

"Tidak apa-apa ibu, ayah. Aku bisa sendiri kok," ucap aku yang menenangkan suasana.

"Tuh, Yuna bisa sendiri," lanjut Yunki.

"Dasar lelaki tidak peka," gumam diriku.

"Apa?" tanya Yunki sambil mendekati diriku.

"Eh, eng ... enggak kok enggak," jawabku dengan gugup.

"Ya sudah ibu masih di sini jaga Yuna tapi kau pulang jangan larut malam, malam ini ibu mau pulang," jelas nyonya Pratama.

"Ya Bu, terima kasih," ucap Yunki lalu sedikit membungkuk sopan dan melangkah pergi ke kamar.

"Dasar suami kok begitu," gerutu tuan Pratama sambil gelengkan kepalanya.

"Begitulah dia mirip dirimu," celetuk nyonya Pratama sambil menatap suaminya.

"Jangan samakan aku dengannya haha."

Aku bangun dari kursi dan melangkah pergi ke kamar kembar, sambil membawa dua botol susu.

"Anak ibu sudah bangun? tumben tidak ada suara tangisan?" tanya aku sambil menatap kembar.

Kembar hanya tersenyum melihat diriku lalu aku memberikan susu pada kembar.

"Ayo cepat besar anak-anak ibu, biar kita bisa jalan-jalan bersama, makan bersama dan tidur bersama hehe," ucap aku dengan senyum bahagia.

"Ayah pergi kerja dulu," ucap Yunki yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar kembar.

"ASTAGA!" aku sangat kaget.

"Tidak bisa ketuk pintu dulu kalau mau masuk?" tanya aku yang agak sinis sambil menatap Yunki.

"Segala ketuk pintu sudah mirip di kantor saja," jawab Yunki yang agak cuek.

"Menyebalkan," gumam diriku.

"Ayah kerja dulu dan baik-baik di rumah, tidak boleh rewel ya, soalnya di rumah ada yang lagi sakit sama ada nenek bawel," ucap Yunki dengan nada bercanda.

Lagi-lagi kembar tersenyum mendengar ucapan Yunki.

"Kembar kalau di ajak ngobrol seperti mengerti ya, apa kembar ngerti apa yang kita ucapkan?" tanya aku.

"Sepertinya mengerti, makanya mereka kasih reaksi seperti itu," ucap Yunki sambil mengusap kepala kembar.

"Mungkin," gumam aku.

"Ya sudah aku kerja dulu dan kalau ada apa-apa telpon aku!"

"Siap!"

Yunki hanya menganggukkan kepalanya lalu melangkah pergi begitu saja dengan membawa tas kerjanya, namun langkahnya terhenti karena ...

"Orang mah kalau mau berangkat kerja tuh istrinya di cium, ini malah nyelonong pergi," gumam aku yang sedikit kesal.

Yunki langsung mengecup keningku dan seketika aku kaget dan bingung, lalu aku menatap Yunki tanpa berkedip.

"Sudah, kan?" tanya Yunki.

"Hm," jawab aku yang singkat padat dan jelas.

"Mau apa lagi? kurang di ciumnya?"

"Enggak, enggak!"

"Pergi saja kerja dan hati-hati di jalan," ucap aku sambil menundukkan kepala.

"Jangan lupa istirahat!" Yunki mengusap kepalaku dan melangkah pergi.

"Dia kemasukan apa? kok dia langsung cium kening aku," gumamku.

"Tandanya Yunki mulai mencintaimu," ucap nyonya Pratama yang tiba-tiba masuk dan merangkul bahuku.

"I ... ibu," gugupku.

"Yunki pasti bisa mencintai kamu tapi kamu harus sabar saja sama sifat cuek dan super dinginnya dia."

"Hehe iya, Bu."

Jam 19.00.

Yunki belum juga pulang ke rumah dan ibu sudah pamit pulang karena ada urusan, dan aku sedang duduk di ruang tengah menunggu Yunki pulang.

"Tumben belum pulang," gumam aku.

Tidak lama kemudian, suara mobil terdengar.

"Pasti Kak Yunki," batin diriku.

Yunki masuk ke dalam rumah dengan wajah tidak enak di lihat, ia membawa sesuatu di tangannya dan di simpan di atas meja.

"Makan itu karena malam ini aku tidak bisa masak, aku lelah," ucap Yunki yang langsung melangkah ke kamar.

"Ibu banyak masak tadi, jadi tinggal di panaskan saja dan ayo kita makan malam," aku mengikuti langkah Yunki.

"Aku sudah makan dan kau makan sendiri saja," lirih Yunki lalu berbaring di atas kasur.

"Apa hari ini ada masalah di kantor?" tanyaku.

"Tidak, keluarlah dari kamar aku dan tidur di kamarmu. Ibu sudah pulang kan?" tanya Yunki lalu memejamkan ke dua matanya.