Elena membuka kaca mobil, saat pintu gerbang besi berwarna hitam dengan tulisan Osbart di tengah-tengahnya terbuka. Ia menatap kagum saat pintu besi itu terbelah dan tulisan Osbart terbagi menjadi dua.
Setelah celingak-celinguk sana-sini, Elena masih belum menemukan di mana letak rumah Elleard. Yang ia lihat masih hamparan luas rumput dan pohon-pohon besar. Ia juga tidak bisa bertanya kepada Elleard karena mobil yang Elena naiki masih berbeda dengan yang pria itu naiki.
Entah karena apa, saat tadi Elena mengikuti kursi roda Elleard dan bermaksud naik dengan mobil yang sama dengannya, lelaki itu memerintahkan Elena menaiki mobil yang satunya. Elena tidak habis pikir. Bukankah pria itu yang ingin menikah dengannya? Kenapa ia masih bersikap seolah tidak mau berbagi mobil dengan Elena?
Elena melirik ke arah supir dan bertanya-tanya apakah ia dapat mengajak lelaki berbaju serba hitam itu bicara. Ahh.. rasanya tidak.
Lelaki itu terlihat seperti robot yang tidak memiliki perasaan. Wajahnya selalu tampak kaku dan dingin tanpa senyum. Elena memutuskan untuk diam saja dan menunggu hingga mobil benar-benar membawanya sampai di rumah Elleard.
Setelah kedua mobil mereka melaju beberapa saat, barulah mulai terlihat sebuah rumah putih yang sangat luas di depan mereka. Di tengah-tengah pekarangannya ada kolam air besar yang berbentuk bundar dengan air mancur bertumpuk tujuh di tengahnya.
Elena tidak bisa menutupi kekagumannya saat matanya melihat betapa luas dan mewahnya tempat tinggal Elleard ini. Ia yakin jika masuk ke dalam mansion ini ia akan tersesat.
Elena masih terperangah hingga ketika pintu mobilnya dibuka. Supir mempersilakannya turun dengan sopan.
"Kita sudah sampai, Nona," katanya.
Elena masih tak dapat berkata-kata. Ia turun perlahan dan setelah menginjak tanah, ia melihat ke arah Elleard yang sudah ada di luar mobilnya. Kursi roda pria itu berjalan halus menaiki ramp di sebelah tangga besar yang menuju pintu depan.
Elena mengikutinya dengan melangkah menaiki tangga satu demi satu di sebelah ramp. Langkah kakinya sangat canggung karena ia masih tidak percaya dengan tempat yang didatanginya ini. Saking canggungnya, Elena hampir tersandung anak tangga berikutnya karena matanya tidak memperhatikan jalan.
"Ma-maaf…" katanya saat memegang bagian belakang kursi roda Elleard. Pria itu tidak marah. Ia menghentikan rodanya dan menunggu Elena menyeimbangkan diri. Setelah memastikan wanita itu baik-baik saja, Elleard kembali melajukan kursi rodanya,
Elena berjalan dengan hati-hati, tidak ingin sampai terjatuh. Jika itu terjadi akan sangat memalukan. Langkahnya terhenti ketika tiba di puncak tangga. Kedua pintu ganda sangat besar membuka di depan mereka.
"Selamat datang, Tuan Elleard," kata seorang wanita separuh baya berpakaian sangat rapi serba hitam. Ia membungkukkan kepalanya sedikit.
Di hidungnya bertengger kacamata bulat yang membuatnya terlihat sangat serius dan pandai. Di belakangnya ada sebarisan pelayan dengan baju seragam hitam berenda putih dan bandana putih tengah berbaris seperti menyambut Elena dan Elleard.
"Hallo, Samantha, ini Elena," sapa Elleard. Ia lalu menoleh kepada Elena. "Samantha adalah kepala pelayan di rumahku sejak aku masih kecil. Ia yang paling tahu mengenai semua hal di rumah ini. Ia akan mengurusmu."
"Selamat sore, Nona Elena, senang bertemu dengan Anda," Samantha tersenyum manis kepada Elena. Keramahannya membuat kecanggungan Elena sedikit berkurang. Ia mengangguk kepada kepala pelayan itu.
"S-senang bertemu denganmu juga, Samantha," kata Elena. Pandangannya mengabur saat melihat isi rumah yang demikian luas dan mewah, serta deretan pelayan yang menyambut kedatangannya dan Elleard.
Bukan hanya Elleard memiliki seorang kepala pelayan, supir dan pengawal, tukang kebun yang tadi dilihatnya sedang mengurusi taman, ia juga memiliki enam pelayan lagi. Sebenarnya apa saja yang mereka kerjakan dan mengapa ia memerlukan orang sebanyak ini?
Elena sudah menduga Elleard adalah seorang lelaki dari keluarga berada kalau melihat dari penampilannya yang selalu mengenakan pakaian mahal, mobil mewah yang dikendarainya dan pengawal serta supirnya. Namun, ia sama sekali tidak menduga bahwa kekayaan pria itu jauh, sangat jauh dari apa yang ia bayangkan,
Sebenarnya apa pekerjaan Elleard? Elena bertanya-tanya dalam hati.
Semua pelayan menunduk hormat menyambut kedatangan Elleard. Elena mulai melangkah masuk dengan Elleard di sampingnya.
Elena harus membuang napasnya melihat isi mansion ini. Saat Elena masih terpaku, tangan mungilnya disentuh oleh Elleard.
"Welcome to my world," kata pria itu sambil tersenyum.
Elena membalas senyuman Elleard tipis. Benar, ini bukan mimpi. Elena sudah masuk dalam dunia asing yang baru saja didatangi. Bukankah Elleard mengatakan ia ingin menikahi Elena?
Apakah itu artinya, tempat ini akan segera menjadi rumahnya? Elena akan hidup dikelilingi kemewahan ini sebagai istri Elleard?
"Nona, mari saya bawakan barang Anda." Satu pelayan wanita mendekat bermaksud meminta tas ransel usang yang Elena bawa.
"Tidak perlu, ini sangat ringan." Elena tersenyum canggung.
"Baby, berikan saja. Mereka akan menyimpannya dengan baik." perintah Elleard.
Meskipun sungkan akhirnya Elena memberikan tas jelek itu.
"Ikut bersamaku!" kata Elleard kemudian.
Kursi roda Elleard kembali mulai berjalan dan Elena mengikutinya. Kedua matanya masih terus mengamati ruangan yang mereka lintasi dengan pandangan kagum.
Jika dinding luar tadi berwarna gading dengan pilar putih yang besar, saat masuk nuansanya akan sangat berbeda. Warna dinding di dalam lebih gelap. Ruangan dalam memiliki warna abu-abu dengan hiasan gold metalik gelap dan hitam metalik. Sungguh sebuah ruangan yang sangat mewah bernuansa dark royal.
Saat mereka melintasi ruang tamu depan, ada barisan sofa kulit hitam dengan meja bundar berwarna gold metalik gelap berbaris rapi. Di dinding, ada dua buah lukisan sangat cantik yang membuat Elena mengerutkan keningnya.
Ia pernah melihat kedua lukisan itu di berita. Kalau tidak salah, salah satunya digadang-gadang sebagai salah satu lukisan termahal karya terakhir seorang pelukis Impressionisme Prancis yang terkenal.
Elena tidak tahu apakah lukisan itu asli atau hanya replika. Elena dan Elleard semakin jauh masuk ke dalam rumah. Entah kenapa rasanya perjalanan itu tanpa henti karena ruangan yang mereka lewati demikian luas.
Ruangan yang demikian mewah itu memiliki paduan kulit, kayu, dan nuansa emas, membuatnya semuanya terlihat berkelas dan mahal. Satu hal yang sangat menarik hati Elena adalah banyaknya karangan bunga yang menghiasi ruangan.
Ada berbagai vas berisi bunga segar dan bahkan di sudut-sudut ruang ada pot besar dengan tanaman hijau yang menyejukkan mata.
"Sepertinya Anda sangat menyukai bunga." Ujar Elena masih melangkah di samping Elleard. Ia ingat Elleard selalu memborong bunganya setiap kali pria itu melihatnya di area pemakaman ataupun toko bunganya.
"Ibuku yang menyukai bunga," kata Elleard dengan nada datar. "Selalu ada bunga di rumah ini. Setelah ia meninggal empat tahun lalu, rasanya aneh jika tidak ada bunga di sini. Karenanya Samantha selalu memastikan bunga-bunga yang dulu biasa menghiasi rumah akan tetap ada."
"Oh…" Elena mengangguk tanda mengerti.
Ia menduga Elleard sangat menyayangi dan dekat dengan ibunya. Terbukti dari betapa rajinnya ia menjenguk makam orang tuanya, dan betapa ia tetap memastikan rumah ini selalu tampak seperti yang disukai ibunya.
Dalam hal ini Elena merasa memiliki persamaan dengan Elleard. Mereka berdua sama-sama sangat mencintai orang tua mereka, dan sama-sama telah kehilangan orang yang mereka sayangi.