33 Malam Pertama (1)

Ellena merasa kikuk saat tangan besar Xavier menariknya ke tengah taman dan mulai berdansa dengannya. Ia telah belajar berdansa di bawah bimbingan Madam Elroy, sekalian ia belajar tata krama wanita kalangan atas dan table manner, tapi tetap saja, ketika puluhan pasang mata menatap ke arahnya seperti sekarang… tiba-tiba ia merasa semua yang ia pelajari menguap entah kemana.

"Ikuti saja langkahku. Tidak perlu bergerak yang aneh-aneh."

Suara Xavier yang berat menggugah Elena dari lamunannya. Ia mendongak ke atas dan menatap Xavier. Apakah pria ini bisa membaca pikiran? Dari mana ia tahu kalau Elena sedang kuatir dengan langkahnya saat berdansa?

Xavier balas menatap Elena. Namun pandangannya sama sekali tidak ramah. Tatapannya begitu dingin dan menusuk membuat Elena gemetar dan akhirnya membuang pandangannya ke arah lain.

"Te-terima kasih untuk dansanya…" gumam gadis itu dengan suara hampir tidak kedengaran ketika musik selesai. Ia buru-buru kembali kepada Elleard. Elena heran saat melihat suaminya tampak termenung memandangi gelas wine yang ada di tangannya. Pandangannya tampak sedih.

Ada apa gerangan?

Elena menyentuh bahu Elleard lembut.

"Aku lelah… tidak ingin berdansa lagi," katanya memberi alasan. "Apakah aku boleh ke kamarku sebentar untuk beristirahat?"

Elleard menoleh ke arah Elena dan mengangguk. "Silakan. Kurasa memang sudah waktunya pesta diakhiri. Banyak orang mulai kebanyakan minum."

Ia menunjuk ke arah beberapa sepupunya yang sedang tertawa-tawa sambil menenggak cocktail. Wajah Elleard juga sudah terlihat lelah.

TAP TAP

"Paman Luca mau permisi pulang." Terdengar suara Xavier.

Elleard memutar kursi rodanya menghadap pada Xavier.

"Yah, ini sudah malam. Saatnya mengakhiri pesta. Sebentar lagi langit akan terlalu gelap untuk pesta luar ruangan." Elleard setuju.

Ia duduk menghadap ke tengah taman dan seolah dikomando, satu persatu tamu datang menghampirinya dan berpamitan untuk pulang. Mereka sudah diberi tahu bahwa Elleard mulai lelah dan butuh istirahat.

Semua pamit kepada sang kepala keluarga Osbart sebelum meninggalkan pesta sebagai tanda hormat mereka kepadanya.

Setelah satu persatu tamu berpulangan, Elleard menarik napas panjang. Akhirnya… selesai juga. Ia menoleh ke arah adiknya yang berdiri di sampingnya dengan segelas wine.

"Kau akan menginap?" tanyanya.

Xavier mengusap tengkuknya sesaat untuk berpikir, kemudian mengangguk. "Mm…"

Elena masih mematung di tempatnya sesekali tatapannya beradu dengan mata tajam xavier tapi kemudian Elena akan membuangnya jauh-jauh.

Simon tiba-tiba datang dan merangkul Xavier.

"Kita ke gudang wine, kawan?" tawarnya masih dengan rangkulan.

Simon adalah anak yang dulu diambil dari jalanan, lantas dibesarkan oleh orang tua Xavier. Sebagai balas budi, ia kini menjadi sahabat, asisten, sekaligus pelindung bagi Xavier.

Simon tidak akan segan berkorban nyawa bagi Xavier, kesetiaannya tidak akan bisa dibayar berapapun. Meskipun terkadang pembawaannya terlihat konyol dari luar. Tapi, ia selalu siap ketika Xavier beraksi untuk pasar gelapnya ataupun mengejar semua pembunuh orang tua Xavier.

Setelah memberikan hormatnya pada Elleard, Simon berlalu masih dengan rangkulannya pada Xavier. Membawa ke gudang anggur dimana pesta kecil juga wanita cantik ia siapkan.

Setelah Xavier pergi barulah ada sedikit kelegaan bagi Elena. Kini hanya tinggal menghadapi Elleard dan malam pertama tentunya.

Elena kembali mengikuti Elleard masuk ke dalam lift. Ia meremas kedua tanganya ingin menyampaikan sesuatu, jika ia ingin mandi dan bersiap-siap terlebih dahulu. Namun, rasanya sangat malu jadilah Elena masih diam sampai dengan pintu lift terbuka, sampai pada dimana kamarnya dan kamar Elleard ada.

Dua orang pengawal Elleard sudah siap mengawalnya masuk dalam kamar. Salah satu diantaranya selain pengawal ia juga perawat yang mengerti keadaan Elleard.

Setiap malam jika saatnya Elleard tidur Mario dan satu orang suster membantu membaringkan tubuh Elleard di atas ranjang, kemudian membuat penyangga dari bantal agar tubuh Elleard bisa sedikit miring. Untuk membantunya tidur lebih nyenyak.

Tap!

Tap!

Langkah Elena masih mengikuti kursi roda Elleard untuk ke kamarnya. Dalam pikiran Elena, ia sangat mengagumi Elleard.

Bagaimana tidak, saat keduanya belum menikah Elleard tidak pernah sedikit pun menyinggung Elena soal tidur bersama. Dan kini setelah menikah barulah ia akan satu kamar dengan Elleard.

Sebetulnya perlakuan ini sudah dianggap kuno di jaman sekarang tetapi Elena menyukainya. Elena terus mengikuti Elleard sampai pada kursi roda Elleard tiba-tiba berhenti dan Elena hampir saja menabraknya.

"Baby, arah kamarmu sebelah sana." Eleard menunjuk pada lorong dimana kamar Elena.

"Aku tidak tidur di kamarmu?" Tatapan Elena saat ini penuh dengan pertanyaan apa maksud Elleard dengan kamar mereka terpisah sedangkan keduanya sudah menikah.

Elleard menarik tangan Elena perlahan lalu mengecupnya. "Aku tidak berbagi kamar dengan siapa pun, Baby. Aku akan datang ke kamarmu, kau persiapkan dirimu."

Satu kecupan manis kembali Elleard berikan pada punggung tangan Ellena sekalipun wanita itu masih tidak memahami apa yang Elleard katakan.

"Aku tidak mengerti apa masalahnya, jika kita tidur satu ranjang di kamarmu atau di kamarku?" Tatapan Elena saat ini begitu kecewa seakan ikatan suci tadi tidak berarti bagi Elleard. Sedangkan dengan jelas keduanya mengatakan tadi akan selalu berbagi dalam keadaan apa pun.

"Elena." Elleard menangkup tangan Elena dengan kedua tangannya.

"Seperti itu perjanjiannya," kata Elleard.

Elena tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Perjanjian?

Perjanjian apa? Elena tidak pernah menyetujui perjanjian apa pun.

"Apa yang kau maksud dengan perjanjian? Kita menikah Elleard." Suara Elena seakan terlepas tanpa kontrol, emosi Elena terlepas begitu saja.

Elleard menyentuh bibirnya dengan telunjuk memerintahkan Elena untuk diam. "Suaramu terlalu tinggi, Baby." kali ini tatapan Elleard berubah. Sendu matanya menghilang berubah dengan kengerian yang sekilas bisa Elena lihat.

Dengan suara rendah Elleard berujar, "Aku tidak akan meninggalkan malam pertama kita. Hanya saja, kita tidak melakukannya di kamarku, tapi di kamarmu atau kamar yang nanti aku inginkan."

Elena semakin tidak mengerti apa yang Elleard katakan. Tapi akhirnya Elena mematuhinya. "Baiklah, aku kembali ke kamarku."

"Goog girls." Elleard menepuk-nepuk halus punggung tangan Elena. Kemudian kursi rodanya kembali berputar membelakangi Elena, meninggalkan ia dalam kesedihan.

Pernikahan macam apa ini? Apa yang Elleard sembunyikan darinya? Mengapa pria itu tidak membagi dukanya dengan Elena?

Dengan langkah gontai Elena kembali ke kamarnya diikuti Greta yang akan membantunya membersihkan diri.

Di depan cermin Elena mulai membersihkan riasan juga melepas perhiasan yang masih melekat padanya, sedangkan gaun pengantinnya sudah berganti dengan gaun pesta tadi.

Teling Elena masih terngiang perkataan Elleard tentang perjanjian. sampai pada Greta memanggilnya, Elena masih diam.

"Nyonya."

"Nyonya. Elena."

"Hem…iya, kenapa Greta?" Elena menutup wajahnya dengan telapak tangan untuk beberapa saat. Melepaskan kecemasannya.

"Rambut Anda sudah bisa dicuci, apakah Nyonya akan berendam sekarang?"

Elena mengangguk."Iya." masih dengan wajah ia tutupi.

avataravatar
Next chapter