webnovel

Harus Bertemu Radit

Sarah masih berumur sembilan belas tahun, tidak mudah baginya menghadapi pengkhianatan yang begitu dalam dari kekasih dan salah satu temannya. Rara.

Dalam kehidupannya yang sulit, ia harus menghadapi rasa sakitnya sendirian. Tidak mungkin baginya untuk menceritakan semua hal memalukan yang dilakukan Radit kepada ibunya yang masih kolot.

Selama tiga bulan, ia berhasil menghindari Radit yang terus mengejarnya dengan alasan berhutang penjelasan, tapi sekarang, tempatnya magang pun telah diketahui Radit meski ia merahasiakannya, bahkan ibunya sendiri tidak tahu ia magang di perusahaan mana.

Belum lagi masalah yang terjadi di kantor, ia menjadi bahan nyinyiran dari rekan-rekan sesama magang dan mendapatkan beberapa perundungan dari karyawan tetap hanya karena peristiwa di kantin yang melibatkan seorang lelaki perlente.

Siapa lelaki itu, tidak satu orang pun yang memberikan informasi kepadanya. Sampai ia bertemu lagi tadi di saat ada Radit. Secara teknis, lelaki itu telah menyelamatkannya hingga ia bisa lari dari Radit.

Namun, sisi lain, ia merasa gusar karena lelaki itulah, dirinya mendapatkan kesulitan selama bekerja. Tidak ada lagi keramahan dari rekan-rekan kerjanya sesama anak magang, apalagi dari karyawan tetap.

"Ya, Tuhan ... adakah nasib yang lebih jelek dari ini?" keluh Sarah tanpa sadar.

"Hei! Ngomong apa kamu? Jangan sembarangan kalau ngomong. Lagian harusnya kamu bersyukur kalau Tuhan kasih lihat siapa sebenarnya si Radit itu pas lagi pacaran. Banyak rumah tangga yang hancur karena baru ketahuan kalau suaminya bejat," tegur Melly sambil mengguncangkan tubuh Sarah.

"Ya, tetep aja ... rasanya sakit ini tidak mau pergi, apalagi, dia terus-terusan nelepon, datang ke rumah, bahkan kini datang ke kantor, aku harus sembunyi di mana?" tanya Sarah dengan nada putus asa.

"Temui, hadapi, jelaskan kenapa kamu tidak ingin bersamanya lagi," tegas Melly sambil mengangguk.

"Jadi, aku harus membiarkannya mendatangiku?" Sarah tampak ragu-ragu.

"Ya, atau kamu yang ajak dia ketemu, kamu yang kontrol semua," timpal Melly cepat.

Sarah terpekur, apa yang dikatakan Melly benar, setidaknya ia harus memberitahu secara langsung mengenai perasaan dan apa yang diinginkannya kepada Radit agar tidak membuat lelaki itu kebingungan.

"Ta-tapi bagaimana caranya?" Sarah benar-benar kembali ke pembahasan awal dan hal ini tampak bodoh di mata Melly.

"Ampun deh, Sarah! Ambil teleponmu, hubungi dia!" seru Melly dengan sangat kesal.

"Aku tidak sudi menelepon dia," sergah Sarah dengan ketus.

"Aku yang telepon dia, apa kamu siap?" Melly menawarkan dirinya.

"Si-siap apa?" tanya Sarah tampak tolol.

"Bicara dengannya, ungkapkan alasan kamu meninggalkannya dan minta dia gak ganggu kamu lagi," sahut Melly dengan tegas.

Sarah mengangguk lemah. Mungkin Melly benar bahwa ia harus menuntaskan permasalahannya dengan Radit supaya tidak berlarut-larut, tapi adakah yang mengerti kalau ia teramat sakit ketika melihat Radit? Jangankan melihat sosoknya, bahkan, mendengar namanya disebut pun ia tidak mau.

Namun, satu-satunya cara agar permasalahan di antara mereka selesai justru harus bertemu, ia harus mengungkapkan apa yang menjadi ganjalan di hatinya, membuat Radit mengerti kalau pengkhianatannya tidak termaafkan.

Melly membuka telepon genggam yang dari tadi berada di tangannya. Ia mulai mencari kontak Radit dan mulai menelepon.

"Halo, Mel? Ada apa?" Terdengar suara Radit di ujung telepon. Suara yang menyiratkan harap-harap cemas karena sahabat Sarah yang menghubunginya, tentu ini berkaitan dengan Sarah.

"Halo, Dit. Bisa ketemu nanti malam? Kamu saja yang tentuin tempatnya. Aku sama Sarah yang akan datang ke sana. Jangan jemput, kami bisa sendiri," kata Melly.

"Ah, kalau gitu kita ketemu di lounge Burge ya, nanti aku kabarin di ruang VIP berapanya," sahut Radit, suaranya terdengar ceria.

"Ok, Dit. Aku tunggu. Thanks," sahut Melly seraya menutup panggilan telepon.

"Burge Lounge, jam dan di mana tepatnya, dia bakal kabari aku. Gimana, kamu siap?" Melly menatap lekat pada Sarah.

"Ta-tapi, kamu ikut kan? Ma-maksudku, ikut ke dalam bicara sama dia?" Sarah tergagap karena merasa gugup dan mengharapkan kalau Melly akan berada terus disampingnya saat bertemu Radit.

Melly melipat tangannya di depan dada sambil berdecak. "Ck ck, Sarah? Please deh! Itu kan urusan kalian berdua, selesaikan berdua. Aku cuma nganter doang," tolak Melly dengan kesal.

"Ya, ya aku ngerti, tapi apa yang harus aku lakukan supaya bisa menahan rasa benci dan kemarahanku padanya," keluh Sarah sambil menundukkan wajahnya dalam-dalam.

"Tarika napas panjang, hembuskan, tarik lagi, hembuskan pelan-pelan. Camkan di dalam benakmu bahwa kamu mampu berhadapan dengan dia, kamu tidak bersalah sama sekali padanya," tegas Melly yang merasa kesulitan memberitahu sahabatnya itu.

"Baiklah, aku akan coba. Demi ketenangan hidupku, tenang bekerja dan tidak perlu merasa takut lagi," ucap Sarah seraya menegakkan tubuhnya lurus-lurus.

"Ya, begitu. Bagus sekali. Motivasi dirimu sendiri sebaik mungkin. Sekarang, kita akan siap-siap sambil nunggu kabar dari Radit. Aku sarankan kamu tampil secantik mungkin. Ayo, aku tahu apa yang harus dilakukan pada tubuh dan wajahmu," kata Melly seraya menarik tangan Sarah, membawanya ke dalam kamar.

Seperti sering dilakukan dulu, waktu mereka masih bersekolah, keduanya memutuskan mandi bareng sambil berceloteh ke sana sini, kadang membahas hal-hal yang tidak penting dan menertawakannya. Girls things.

Melly berniat melakukan make over pada Sarah. Ia mulai memilih koleksi gaunnya yang cukup bermodel meskipun dibelinya dengan harga diskon. Setelah menemukan yang cocok, ia mulai mendandani Sarah dengan rangkaian kosmetik yang tidak pernah menyentuh wajah Sarah sama sekali sebelumnya.

"Ah, berasa ada yang gandulin kulitku, bisa gak jangan tebal-tebal ngedempulnya?" protes Sarah saat Melly sedang meratakan foundations pada wajahnya.

"Ini sudah tipis banget, soalnya kulitmu yang indah ini sayang kalau ditutupi foundi tebal-tebal," kilah Melly tanpa menghentikan kegiatannya.

"Woah, whatever-lah!" timpal Sarah yang mau tidak mau harus pasrah pada keinginan Melly.

Sebagai gadis yang berkecimpung dalam dunia entertainment, Melly lebih paham mengenai penampilan atau bagaimana seharusnya wanita berpakaian dan bermake-up, untuk acara apa dan lain-lain.

Kini, ia ingin membuat kecantikan Sarah benar-benar terekspos dengan cetar membahana tanpa harus memakai riasan berat karena Sarah memiliki kecantikan alami yang sayang kalau harus ditutupi dengan apapun itu.

Dua jam berlalu dari sejak mereka mulai mematut diri di depan cermin. Melly memundurkan langkahnya setelah Sarah mengenakan gaun panjang yang dipilihnya.

"Wow, amazing banget! Sumpah, Sarah, kamu cantik banget. Udah kaya Dewi Yunani tahu, gak?!" seru Melly, tidak mampu menyembunyikan kekaguman dan keterpanaannya pada makhluk yang kini berdiri anggun di depannya.

"Aku bingung deh, Sarah! Di bikin kaya gini niatnya buat bikin Radit menyesal udah selingkuh dari kamu, tapi bukankah ada kemungkinan dia akan makin kejar kamu karena kamu sangat cantik dan memesona," ujar Melly seraya menyapkan pandangannya pada seluruh tubuh Sarah.

"Tapi, ...." Melly terdiam sejenak.

"Tapi apa?" kejar Sarah tidak sabar.

"Tapi, kalau kamu gak didandani, bukannya malah bikin Radit menganggap kamu patah hati serta kacau balau," lanjut Melly dalam raut wajah sedih.

"It's oke! Aku baik-baik saja. Sana cek ponselmu, udah ada kabar belum?" tanya Sarah sambil menatap Melly dengan malas.

"Sip!"

Gadis itu segera mengecek telepon genggamnya dan ternyata, pesan itu sudah sampai sekitar lima belas menit yang lalu.

"Hai, Mell. Di ruang VIP A1 ya, jam delapan. See you!"

Melly menoleh pada Sarah. "Well, ayo berangkat, aku pesan taksi dulu." Ia kembali membuka telepon genggamnya untuk memesan taksi online.

Sarah memejamkan kedua matanya. Entah kenapa perasaannya tiba-tiba merasa tidak enak hati. Sekejap ia merasakan keraguan untuk bertemu Radit, tapi tidak mungkin saat ini ia mengatakannya pada Melly yang telah siap mengantarkannya pergi.

Perasaan tidak enak itu semakin menjadi setelah taksi yang dipesan Melly sampai di depan rumah.