webnovel

Bapak Tampan Sekali

Lelaki tinggi besar itu melangkah panjang-panjang ke luar dari lift menuju arah yang ditunjukkan oleh sekretarisnya diikuti oleh dua ajudan yang selalu mengikuti ke manapun ia pergi.

Sosok yang fenomenal itu membuat orang-orang terperangah saat dirinya memasuki pintu kantin dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling.

Kasak-kusuk serentak terdengar dalam gumaman yang mengambang di udara. Ini adalah peristiwa langka bahkan mustahil seorang owner yang menduduki jabatan presiden direktur memasuki area kantin di saat para karyawan kecil seperti mereka tengah menikmati makan siang.

Kemudian, ia menemukan sosok gadis yang dicarinya. Bayu segera melangkah cepat lalu menarik kursi dan duduk di depan Sarah yang sedang menyuapkan makanan ke mulutnya.

Teman Sarah yang hendak duduk setelah memesan minuman, berdiri kaku di samping Sarah. Ia benar-benar tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Berbeda dengan Sarah, ia tahu betul siapa lelaki itu.

Sarah mendongak dan bertanya tanpa merasa risih sama sekali. "Bapak siapa? Kenapa gak minta ijin dulu mau semeja sama kami?"

Temannya segera menyikut lengan Sarah dengan keras.

"AW! Sakit tahu ih!" teriak Sarah sambil meringis dan memegang lengannya sekaligus mendongak ke arah temannya. "Apa-apaan sih kamu? Jangan bilang lupa gak bawa dompet," tegur Sarah sambil mengernyit antara kesal dan kesakitan.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Bayu kepada Sarah.

"Orang sakit ya gak baik-baik saja dong, Pak. Bapak dari divisi mana? Apa kita sekantor ya?" Sarah bertanya balik sambil kembali menyuapkan makanan ke mulutnya.

"AW! Kamu kenapa sih?!" hardik Sarah yang disikut di tempat yang sama untuk kedua kalinya.

"Kamu, duduk! Kenapa suka sekali menyikut teman sendiri?" Bayu menatap dengan tatapan dingin pada wanita yang berdiri di samping Sarah.

"Ah, i-iya, Pak. Maaf, maaf," ucapnya gugup seraya duduk di samping Sarah.

Namun, Sarah memilih pindah duduk, menjauh dari temannya dan kini telah duduk di samping Bayu.

"Sa-sarah?!" pekik tertahan temannya pada Sarah yang begitu berani tidak menjaga jarak dari Bayu.

"Ya, kenapa lagi sih, Lia, kok kamu jadi aneh sih?" tanya Sarah yang mendadak kehilangan selera makannya. "Aku balik kantor deh," ucap Sarah seraya siap-siap berdiri.

"Makanannya belum habis." Bayu tiba-tiba bersuara.

"Mendadak kenyang, Pak," sahut Sarah dengan wajah murung.

Paras cantiknya tampak mendung, dengan kedua bola mata menatap sayu pada makanan yang masih penuh di atas piring, bibirnya mengerucut dan itu sangat menggemaskan di mata Bayu.

Gadis itu bahkan tidak melihat Bayu dari penampilannya, ia seolah-olah gadis lugu yang tidak mengerti bagaimana barang mahal. Sikapnya tak acuh tanpa meninggalkan kesan ramah dan sopannya.

"S-sarah, please maafin aku ... aku gak bermaksud seperti itu ke kamu, ayolah makan, Sarah, temani aku ya," ucap Lia memohon dengan gugup.

"Tapi aku mendadak kenyang, Lia," sahut Sarah dengan nada memelas.

"Please?"

Lia tidak mampu melupakan rasa syoknya karena dihardik bos besar tadi waktu menyikut lengan Sarah. Sungguh dirinya tidak sengaja kalau ternyata Sarah kesakitan. Ia hanya terkejut mendapati bos besar berada di mejanya dan duduk di hadapan Sarah.

Bayu terus memperhatikan Sarah secara terang-terangan hingga semua orang pun bisa melihat kalau bos besar mereka menaruh perhatian kepada gadis muda yang mengenakan baju seragam magang itu.

"Saya bantu kamu habiskan makanan, ya?" Bayu menjentikkan jarinya dan seketika pengawal yang terdekat bergerak. Ia mengambilkan piring bersih serta senduk dan garpu lalu meletakkannya di hadapan Bayu.

"Ha? Bapak gak mau pesan? Apa gak jijik ya masa mau dari piringku yang udah aku makan tadi?" Sarah menoleh ke arah Bayu. Tatapan mata mereka beradu.

Sejenak Sarah terpana memandang wajah lelaki itu. Sepasang mata aprikot yang dingin, memancarkan kelembutan samar, dibingkai oleh kedua alis lebat dan tegas. Hidungnya mencuat dan ramping dengan tulang pipi yang tinggi dan rahang yang kokoh, wajah itu klimis berpori kecil dan tampak kencang.

Tatapan Sarah turun pada bibir berwarna muda dan segar hingga membuatnya menelan saliva karena tenggorokannya seakan-akan kering tanpa sebab.

"Ng, he he, Bapak tampan sekali ya," desah Sarah tanpa sadar.

"Mh, kamu juga cantik," sahut Bayu seketika merasa panas dingin dan salah tingkah dengan wajah bersemu merah.

Sementara Lia membelalakkan matanya dengan sempurna, gadis itu tidak berhenti terkejut hanya dalam hitungan menit saat itu.

"Eh, makasih, Pak." Sarah tersadar telah keceplosan hingga wajahnya memerah karena malu.

Tidak tahu apa yang harus dilakukannya, ia pun menunduk sambil mempermainkan senduk di atas piringnya dengan jantung yang berdegup kencang.

"Ehm, kamu jadi berbagi makananmu?" tanya Bayu berusaha mencairkan suasana canggung yang terasa aneh.

Tidak ingin mengangkat wajahnya, Sarah menggeser piringnya ke arah Bayu. Lelaki itu pun segera meraih senduk dan memotong nasi serta lauk dari piring Sarah, dipindahkan pada piringnya sendiri, kemudian ia menggeser piring kembali ke hadapan Sarah.

"Ayo, kita makan sama-sama," ajak Bayu dengan hati yang bergetar. Pesona Sarah luar biasa mengganggu pertahanan dirinya.

Lia tidak sanggup lagi bertahan dalam posisi tegak dan sopan. Kedua tangannya terangkat untuk menutup mulutnya dengan kedua mata melotot menyaksikan apa yang dilakukan sang big bos di depannya.

Gemuruh gumaman semakin pekat terdengar, saat itulah Sarah mengangkat wajahnya dan mengedarkan pandangan ke sekitarnya.

Tampak sekali orang-orang membuang muka menghindari tatapan Sarah dan berpura-pura mengobrol atau fokus pada makanan serta minuman masing-masing.

"Selain kamu, Lia, orang-orang semua juga terlihat aneh. Besok-besok jangan ajak aku ke sini lagi," ucap Sarah sambil mencondongkan tubuhnya ke depan. "Mungkin kantin ini bermasalah," bisik Sarah kemudian.

"I-iya, Sarah ... besok ki-kita cari tempat lain ya," sahut Lia tergagap. 'Orang-orang aneh ngelihat kamu sama bigbos, Sarah!' pekik Lia dalam hatinya.

Bayu mendengus menahan tawa mendengar ucapan Sarah sambil berusaha fokus pada makanan di atas piring yang terlihat aneh baginya.

"Makanlah," ujar Bayu kepada Lia yang tampak gugup dan takut.

"Ba-baik, Pak," jawab Lia. 'Bagaimana aku bisa makan ya Tuhan, aku deg-degan kaya gini,' batin Lia seraya memaksakan diri menelan makanannya dengan susah payah.

"Kamu kenapa tegang begitu, Lia. Kalau gak mau makan ya udah, aku bawa bekal dari rumah, ntar buat kamu aja ya," ucap Sarah sambil mengunyah makanannya.

"I-iya, Sarah, boleh," sahut Lia masih merasa gugup dan was-was. Ia memikirkan hardikkan Bayu padanya yang pasti tidak akan lepas dari teguran resmi baginya.

Lia baru saja diangkat menjadi pegawai tetap, mengalahkan beberapa kandidat lain dengan susah payah, kini ia harus bermasalah dengan bigbos langsung, membuatnya terus terjatuh pada rasa takut.

Sarah makan dengan lahap hingga dalam waktu singkat saja, makanannya telah habis tidak bersisa. Ia meraih minuman air mineral dan meneguknya sambil kembali melihat ke sekeliling.

Banyak meja-meja yang telah kosong karena ditinggalkan oleh orang-orang yang tadi mendudukinya. Perlahan kelopak matanya melebar seiring dengan kesadarannya. "Eh, orang-orang udah pada pergi. Lia, ayo kita balik kantor, aku gak mau sampai telat loh biar satu menit pun. Ayo," ajak Sarah sedikit panik.

Lia melirik ke arah Bayu, ia tidak berani mengiyakan Sarah karena tidak mungkin meninggalkan Bayu yang masih makan di sana, bukankah tampak tidak etis?

Sarah yang paham dengan apa yang dipikirkan oleh temannya itu, segera menoleh ke arah Bayu. "Pak, gak apa-apa ya kalau kami tinggal? Terutama aku yang harus menjaga performa kerja," ucap Sarah dengan mimik wajah serius.

"Silakan, kalian balik kantor saja, jangan cari masalah dengan supervisor kalian," sahut Bayu sambil mengangguk.

"Te-terima kasih, Pak," ujar Lia seraya berdiri dan setengah membungkuk pada Bayu.

"Makasih ya, Pak. Sampai jumpa," timpal Sarah yang ikut berdiri sambil mengernyit, kenapa Lia harus membungkuk seperti itu, bukankah itu berlebihan?

Bayu menatap kepergian Sarah dalam langkah kakinya yang tergesa-gesa sampai berbelok dan bayangan Sarah menghilang.

Postur tinggi besar itu pun berdiri, meninggalkan sisa makanan yang masih banyak di piringnya. Diiringi tatapan para pedagang makanan yang sarat makna. Mereka merasa senang kalau tokoh fenomenal yang selama ini dilihat melalui berita, kini bisa dilihat langsung oleh mereka, di tempat yang jarang diinjak para petinggi dari perusahaan tersebut.

Sejak saat itu, nama Sarah menjadi perbincangan hangat di tiap divisi dan membuat para wanita yang memuja Bayu benar-benar terbakar dan meradang.

Sarah bahkan duduk berdampingan dengan Bayu tanpa diusir, justru malah lelaki itu menyenduk makanan dari piring Sarah yang sudah di makan sebelumnya! Hal itu jelas lebih menyeramkan dari tayangan film horor sekali pun.

Ketenangan Sarah di kantor mulai terusik sejak saat itu, bahkan Lia pun tidak lagi tertarik untuk bisa dekat dengan Sarah.