webnovel

Tidak Ada Keturunan Di Antara Kita

Valeri mengaduk coklat panasnya dengan pandangan yang kosong. Sejak kejadian semalam Ayhner hampir membunuhnya, kini batin Valerie seolah pasrah menerima kelanjutan hidupnya. Valeri pasrah apakah dirinya bisa mengungkap dalang dari kejahatan ayahnya atau tidak.

Bisa jadi ayahnya berakhir kehilangan nyawa di penjara, atau bahkan Valeri pun tidak bisa memastikan bahwa dirinya pun akan selamat atau tidak. Entah kenapa kebencian Ayhner itu seolah sudah mendarah daging. Dirinya juga Sebastian sedikit bingung sebenarnya. Apa alasan terbesar yang membuat Ayhner begitu membenci dirinya juga ayahnya.

Apakah hanya karena penghianatan ayahnya, ataukah ada masalah lain. Rencana Valeri yang awalnya tersusun rapi dan sangat menggebu-gebu, kini berakhir pasrah setelah melihat perilaku Ayhner yang kadang di luar nalar.

Terkadang Ayhner terlihat lembut, tapi terkadang Ayhner terlihat dingin dan juga membunuh. Entahlah, Valeri bingung bagaimana cara meluluhkan hati Ayhner ini demi melancarkan rencananya.

Apa kau hanya akan mengaduk minuman mu sampai berubah menjadi dingin lagi?" ucap Bibi Elly mengagetkan Valerie.

"Jika kau hanya ingin bermain-main maka pergilah dari sini!" sentak Bibi Elly.

"Bisakah bibi diam! Jangan sekali-kali mencoba mengaturku. Kalian bertiga itu hanya orang-orang yang mengenaskan. Kau dan kedua majikanmu itu adalah kumpulan orang-orang yang menyedihkan!" ucap Valeri dengan tatapan yang tajam. Seketika Bibi Elly terperangah mendengar ucapan Valeri yang spontan dan berani.

"Kau ini kenapa? Berani sekali berbicara dengan nada tinggi seperti itu. Apa kau lupa dimana posisimu?" ucap Elly garam sekaligus ketakutan. Karena bagi Elly, Valeri tetaplah anak muda yang seharusnya bisa lebih hormat kepadanya. Lebih tunduk dan lebih patuh, serta bisa sedikit dibodohi.

Tapi nyatanya ucapan Valeri tadi yang begitu berani, mampu membuat Bibi Elly sedikit terkejut dan takut.

"Itulah, Bibi. Aku tidak akan pernah lupa bagaimana statusku di rumah ini yang hanya seorang pelayan dan pengasuh majikanmu yang lumpuh itu!"

"Jadi, aku berniat untuk tidak ingin terlalu kalian injak. Semakin aku diam kalian bertiga semakin memanfaatkanku. Jadi, jangan terkejut jika suatu saat nanti aku akan lebih berani dari hari ini!" ucap Valeri mengancam.

Bibi Elly tertawa sinis mendengar ucapan Valeri yang menurutnya hanya bualan.

"Memangnya,apa ada yang bisa kau lakukan? Kau tidak punya kekuatan apapun. Bagaimana bisa kau akan lebih berani dari hari ini." Elly sedikit meremehkan Valeri, namun Valeri kemudian tertawa.

"Aku tahu rahasia perselingkuhan bibir dengan Tuan besar yang membuat nyonya besar depresi dan kesakitan untuk waktu yang lama. Apa bibi lupa?"

Seketika wajah Bibi Elly menjadi pucat pasi. Dari mana Valeri tahu tentang rahasia itu?

"Jangan bicara sembarangan atau akan kupatahkan lehermu dan akan kupotong lidahmu!" ucap Bibi Elly sedikit ketakutan.

Valeri menyeringai. "Coba saja jika bibi berani. Jika bibi berani melakukan itu, maka akan aku bongkar semua kejahatan bibi. Aku tahu, Tuan Ayhner sangat menghormati bibi. Bahkan dia menyayangi bibi seperti ibunya sendiri. Tapi, jika dia mengetahui rahasia besar itu, maka tidak akan ada sedikit belas kasihan pun di dalam dirinya untuk bibi. Bibi paham itu?!" ucap Valeri penuh kemenangan.

"Rahasia apa yang tidak aku ketahui?" Elly dan Valeri terkejut seketika saat melihat Ayhner sudah berada di dekat mereka.

"Oh tidak ada tidak ada apa-apa," ucap Bibi Elly sedikit gugup.

"Apa bibi yakin?" tanya Ayhner.

Valeri tersenyum penuh kemenangan. Kini dia tahu bagaimana harus menghadapi Bibi Elly yang selalu menekannya. Valeri lantas berpikir, rahasia apa kira-kira yang dimiliki oleh Shelia selain kehamilan palsu itu. Valeri harus bertindak lebih cerdik untuk bisa bertahan hidup di rumah besar ini.

"Apa Valeri berbuat ulah?"

Valeri melebarkan matanya. Tidak terima jika dirinya selalu disalahkan. "Kenapa harus aku yang selalu dianggap bersalah? Kenapa bukan Bibimu juga istrimu itu Tuan Ayhner yang terhormat!"

"Ayhner, sebaiknya kau berfikir lagi untuk mengajak perempuan ini tinggal di rumah ini. Aku rasa dia punya pengaruh buruk semenjak dia datang ke sini. Aku merasa akan banyak hal buruk terjadi. Percayalah padaku!" ucap Bibi Elly selembut mungkin.

"Apa bibi bercanda? Atau mungkin bibi yang sebenarnya memiliki pengaruh buruk untuk keluarga ini?" tuduh Valeri dengan seringai puas. Membuat Elly semakin pucat. Ayhner berdehem untuk menengahi pembicaraan sensitif tersebut.

"Apa itu benar? Tapi aku rasa tidak, Bibi." ucap Ayhner tenang.

"Ada orang yang ketakutan dengan kehadiranku di sini," ucap Valeri setengah terdengar.

"Sudahlah! Kalian berdua jangan lagi berselisih. Cepat buatkan saja aku dua cangkir Kopi untukku juga Paman Mike. Dia sedang berkunjung ke sini."

"Baiklah, kau boleh pergi dari sini. Nanti akan aku antarkan kopi itu," ucap Bibi Elly.

"Tidak perlu bibi, biar Valeri saja yang mengantar," ucap Ayhner dengan tatapan penuh arti pada Valeri, membuat Valeri sedikit gugup dengan tatapan dalam Ayhner.

Disebuah ruangan dengan sofa melingkar berwarna putih itu, tengah ada perbincangan serius antara Ayhner, Shelia dan Tuan Mike Hamilton yang merupakan paman dari Ayhner.

"Bagaimana keadaanmu, Shelia? Apa kau sekarang sudah lebih sehat?" tanya Tuan Mike serius.

Sejak awal memang Tuan Mike ini tidak begitu menyukai kehadiran Shelia di keluarga Hamilton. Hanya saja, kakaknya ternyata menyukai tipe menantu seperti Shelia. Meskipun pada akhirnya kedua orang tersebut meninggal setelah beberapa bulan digelarnya resepsi pernikahan putra mereka. Tentu saudaranya tersebut belum menikmati masa indah bersama sang menantu pilihan. Bahkan belum sempat melihat calon keturunan Hamilton.

"Tentu saja baik, paman. Bagaimana kabar paman?" sapa Shelia dengan anggun.

"Aku selalu baik. Tapi, aku ke sini tidak untuk berbicara basa-basi pada kalian aku. Aku ke sini untuk membicarakan masalah yang sangat penting untuk kelangsungan kehidupan kita nanti Ayhner

."

Ayhner menghela nafas panjang dia. Dia tahu apa yang ingin dikatakan oleh pamannya. Pamannya sempat menyinggung hal tersebut beberapa kali. Tapi Ayhner tidak mau memusingkan hal tersebut. Dan akhirnya pamannya datang langsung ke rumahnya untuk membicarakan hal yang selama ini mengganjal di hati Ayhner.

"Apakah kalian sudah ada tanda-tanda memiliki keturunan?" pertanyaan sensitif dan tanpa aba-aba tersebut dilontarkan begitu saja oleh Tuan Mike di hadapan Ayhner dan Shelia yang saat itu tengah berkutat dengan pikiran masing-masing.

"Paman, aku mohon jangan bahas soal itu lagi," ucap Ayhner memohon dengan lembut.

"Aku harus membahas soal ini, Ayhner. Jika kau tidak segera memiliki keturunan, bagaimana dengan kelangsungan perusahaan kita nanti?"

"Kita akan ditertawakan banyak orang. Perusahaan kita bisa mendapat imbas dari semua ini. Kita butuh pewaris!" ucap Mike serius.

"Paman, aku mohon beri kami waktu. Kami juga sedang mengusahakan hal tersebut." ucap Shelia bergetar.

"Sampai kapan? Berapa lama? Satu bulan? Dua bulan? Satu tahun? Atau bahkan mungkin bisa 10 tahun!"

"Aku jadi ragu dengan keadaanmu saat ini yang lumpuh. Jika kau dalam keadaan sehat mungkin aku bisa bersabar. Tapi, dengan keadaanmu saat ini yang sedang sakit, aku jadi seperti tidak punya harapan," ucap Mike datar.

"Aku hanya lumpuh, paman. Dan aku rasa aku masih bisa memiliki anak!" ucap Shelia yang sudah tersulut emosi. Matanya bahkan berkaca-kaca saat mengatakan pembelaan untuk dirinya.

"Bagaimana kau akan menjalani kehidupanmu sebagai seorang istri dan seorang ibu, jika kau saja masih membutuhkan bantuan orang lain!" ucap Mike sedikit meninggi.

"Aku lumpuh tapi aku tidak mandul!" sentak Shelia histeris.

"Kalau begitu buktikan padaku. Aku hanya ingin kabar baik dalam waktu dekat. Bagaimana pun caranya, kalian harus memiliki seorang keturunan untuk keluarga Hamilton," ucap Mike dingin.

"Aku akan mengusahakannya untuk paman, jadi Paman jangan khawatir. Akan aku berikan berpuluh-puluh keturunan Hamilton untuk Paman. Agar paman puas!" ucap Shelia berapi-api. Suaranya bergetar dan kedua matanya yang berembun. Kedua tangannya mencengkeram di atas lengan kursi rodanya.

Ayhner hanya mampu terdiam mendengar perdebatan dua orang di depannya itu. Tidak tahu lagi harus menanggapi seperti apa.

"Aku rasa ini akan sangat sulit, Papa." ucapan tiba-tiba dari Ayhner tersebut mengejutkan bagi Mike juga Shelia.

"Apa maksudmu mengatakan hal tersebut?" tanya Mike yang tiba-tiba saja mendadak gemetar.

"Sepertinya tidak akan ada keturunan Hamilton."

"Apa maksudmu berbicara seperti itu Ayhner?" tanya Shelia bergetar. Ada kecemasan luar biasa yang tiba-tiba menyerang dirinya.

"Tidak akan pernah ada keturunan Hamilton diantara kita, Shelia," ucap Ayhner dengan tatapan lurus kepada manik mata Shelia. Seketika Shelia memerosotkan pundaknya lemah. Wanita cantik itu kini mulai terisak lirih.

"Apa maksud kalian berdua sebenarnya?" tanya Mike yang mulai tidak sabar dengan apa yang terjadi pada keponakannya.

"Aku dan Shelia tidak akan pernah punya anak karena Shelia mengalami masalah di rahimnya."

Shelia hanya mampu menggeleng tak percaya mendengar penuturan Ayhner secara langsung di hadapannya.

"Apa benar begitu?" tanya Mike menajam ke arah Shelia.

"Sejak kapan ini terjadi? Dan Kenapa tidak ada yang memberitahuku?"