"Sejak kapan kau menjadi lebih rewel dari pertama kali kita bertemu?"
"Ehhhh?"
Pertanyaan itu, ucapan itu, ekspresi itu, tidak menunjukkan kemarahan meski hanya sedikit tapi menunjukkan perasaan yang jauh lebih dalam.
Gavin menangkup kedua pipi Guin yang memerah. Tatapan matanya hangat ketika melihat Guin dari jarak dekat.
Awalnya Gavin begitu khawatir kalau sampai Guin akan meninggalkannya. Kalau Guin tidak menerima penjelasannya.
Melihat respon Guin seperti saat ini, Gavin sedikitnya sudah mulai lega karena Guin sepertinya bisa memaklumi keadaan Gavin.
"Kita pulang. Aku akan jelaskan pada Guin setelah sampai rumah," ucap Gavin.
'Pulang? Sekarang? Ahhhh... Ak--aku kenapa? Pikiranku astaga,' batin Guin.
"Ja--jangan pulang," tolak Guin.
"Tapi, kita harus bicara," jelas Gavin.
Wajah Guin semakin memerah saat Gavin menyelipkan rambut Guin kebelakang telinga supaya wajah Guin lebih terlihat jelas olehnya.
Support your favorite authors and translators in webnovel.com