webnovel

Istri Kecil CEO Tampan & Dingin

S1. Arjun adalah CEO yang dingin saat masa lalunya pergi darinya. Arjun bahkan bersumpah jika dirinya akan menikah dan memiliki empat orang istri di depan masa lalunya. Wanita yang pertama dinikahi oleh Arjun bernama Nike, istri kedua Nurul, istri ketiga bernama Nurma, dan istri keempat bernama Dinda. Arjun menikah dua kali lagi setelah istri ketiganya meninggal dunia dan juga istri keduanya di ceraikan nya. Salah satu dari kedua istrinya yang baru adalah masa lalu dari Arjun yang sangat ia cintai dan itu membuat Dinda sangat cemburu. Cara Setelah beberapa tahun kemudian Arjun menceraikan istri dari salah satu istri yang baru itu untuk hidup berbahagia dengan laki-laki yang sangat di cintanya. Bisnis. Dari ketiga istrinya tidak ada yang bisa menarik perhatian dari Arjun dan juga Arjun meniduri salah satu dari ketiga istrinya, hingga akhirnya Arjun jatuh cinta pada istri keempatnya yaitu Dinda. Dari Dinda lah Arjun merasakan dicintai dengan tulus mencintai Arjun. Dinda dan Arjun dikaruniai dua orang anak. Keduanya pernah terpisah, lamanya empat tahun mereka terpisah karena ulah dari adik sepupu Arjun yang jahat. Setelah kejadian itu Dinda lah yang menjadi istri satu-satunya Arjun. Arjun dan Dinda di karunia dua orang yang pertama bernama Rifki dan yang kedua bernama Titah, kedua anak Arjun dan Dinda hanya berbeda lima tahun. S2 Rifki terpaksa menikah karena ancaman pamannya (adik sepupu dari ayahnya), apa bila dia tidak mau menuruti permintaan pamannya akan memberhentikan semua pengobatan ayahnya. Ayahnya harus mencangkok jantung demi ayahnya tetap terus hidup dan juga menunggu ayahnya sampai mendapatkan jantung yang cocok maka pamannya yang membiayai berobat ayahnya. Titah di jodohkan oleh anak dari mantan istri ketiga ayahnya tentunya setelah paman mereka mati di bunuh oleh putrinya sendiri dengan perintah dari suaminya. S3 Rizky adalah anak satu-satunya Rifki yang takut sekali dengan wanita, setiap ada wanita yang mendekat padanya Rizky langsung lari ketakutan. Sampai akhirnya Rizky bertemu dengan Tasya lalu kemudian Rizky memilih menikah dengan Tasya. Sementara Titah memilih tinggal di luar negeri bersama dengan suaminya mengurus perusahaan atau bisnisnya di sana bersama dengan ketiga anaknya setelah Arjun dan Dinda meninggal dunia. Dan beberapa tahun berlalu Titah dan suaminya memilih untuk kembali ke indonesia, dan juga mengurus perusahaan nya yang ada di indonesia.

Daoistovzdb20 · Others
Not enough ratings
84 Chs

Bab 59

Dinda sedikit tidak yakin ketika semua orang dengan hormat menyambut kedatangan tuan Arjun Saputra dan dirinya.

"Arjun apakah kita ini tamu VIP?" tanya Dinda.

"Rahasia." bisik tuan Arjun.

"Kok kita nggak reservasi dulu sih Arjun. Kenapa kita langsung naik lift. Kamu sudah memesan kamar?"

Ada banyak pertanyaan di benak Dinda. Namun entah mengapa tuan Arjun justru terus bungkam tidak menjawab satu pun pertanyaan istri kecilnya itu. Sampai seorang bellboy membukakan pintu kamar yang sangat mewah untuk mereka.

"Kamu pesan kamar seperti ini? Kamu ini harus hemat Arjun. Pasti ini sangat mahal." gerutu Dinda.

"Kami sudah menyiapkan apa yang tuan inginkan. Semoga di kunjungan tuan dan nyonya kali ini akan berkesan."

"Haaaa.."

Bukan hanya tercengang. Dinda bahkan sampai tidak bisa merapatkan kembali mulutnya saking kagetnya.

"Ayo kita masuk sayang.."

Tuan Arjun menuntut Dinda masuk ke dalam kamar. Duduk di tepian ranjangnya saja sudah membuat Dinda takjub.

"Ini benar-benar milikmu?" tanya Dinda seolah tidak percaya jika tuan Arjun Saputra adalah pemilik hotel itu.

"Milikmu sayang. Sekarang hotel ini adalah asetmu."

"Kok aku?"

"Kamu tidak mau?"

"Bukan begitu om Arjun, tapi kenapa jadi milikku?"

"Anggap saja ini adalah hadiah pernikahan kita dariku untukmu. Jadi di masa depan, kamu tidak perlu khawatir dengan kehidupanmu jika aku sudah tiada."

"Apaan sih kamu, kok kamu ngomongnya ngelantur gitu."

"Ya kan namanya umur tidak ada yang tau kan sayang? Dan yang paling penting. Tidak ada yang tau tentang hotel ini. Bahkan Rendi saja tidak tau jika hotel ini adalah asetku."

Dinda tersenyum, lalu memeluk tuan Arjun dengan sangat erat.

"Maacih ya om Arjun sayang."

"Tuan Arjun membelai rambut Dinda dengan mesra. Mengungkap rambut kebelakang telinganya.

Cup.. Lagi-lagi sebuah kecupan hangat mendarat. Kali ini di kening Dinda. Dinda menatap tuan Arjun dengan tatapan hangat. Saling menatap dengan penuh cinta.

"Aku ingin mandi. Badanku gatal."

Suasana romantis yang sudah tercipta harus ternoda dengan perkataan Dinda.

"Kamu ini, kita ini lagi romantis-romantisnya tau sayang."

"Memangnya mau apa sih?"

"Bikin dede lah."

Dinda menempelkan tangannya ke wajah tuan Arjun Saputra.

"Lihat aku baik-baik. Aku dekil dan kucel begini, kamu masih bernafsu?"

"Dinda.."

----

Praaaang.. Sebuah vas bunga terjatuh karena tidak sengaja tersenggol. Ambar memegangi perutnya yang kini terasa sangat kencang ia rasakan. Bertumpu pada tepian meja, Ambar mencoba meraih telepon rumah yang ada di ujung meja.

"Aahhhh, ini sakit sekali."

Buliran keringat sudah membasahi tubuhnya. Ambar benar-benar merasa kesakitan sekarang. Menekan nomor yang ia sudah catat dengan jemari yang bergetar hebat. Bahkan dia harus mengulang beberapa kali karena salah menekan tombol nomornya.

Nuuuutttt.. Nuuuutttt..

Teleponnya tersambung. Ambar harap-harap cemas, semoga usahanya segera di sambut manis.

"Halo.."

"Dinda?!"

Ambar sebenarnya berusaha menghubungi nomor ponsel tuan Arjun karena Dinda tidak memegang ponsel. Untunglah Dinda sadar dengan sambungan telepon itu ketika suaminya tengah mandi.

"Mbak Ambar?"

"Tolong mbak dik, mbak sepertinya mau melahirkan.. Aahhhh.."

"Halo mbak, mbak sekarang tenang. Mbak berteriaklah agar pengawal segera datang."

"Mbak sudah tidak kuat lagi, ketubannya sudah merembes."

"Aaaa gimana ini.."

"Arjun!!"

Dinda menggedor pintu kamar mandi saat tuan Arjun masih penuh dengan sabun di badannya.

"Ada apa sayang?"

"Cepat kamu telepon salah satu pengawal di rumahku. Mbak Ambar di lantai atas. Dia mau melahirkan."

"Hah apa?"

Dengan cepat tuan Arjun Saputra meraih ponselnya. Gegas menelpon salah satu pengawal untuk segera melakukan tindakan pada Ambar.

"Bagaimana?" tanya Dinda saat tuan Arjun Saputra selesai dengan ponselnya.

"Kamu tenang saja ya sayang. Kakakmu akan segera dibawa ke rumah sakit terdekat."

"Ayo cepat kita ke sana?"

"Tunggu sebentar sayang, kamu tidak melihat aku bahkan masih penuh dengan sabun."

"Aahhhh.. Cepat masuk sana. Itu terlalu vulgar. Tutupi anumu itu."

"Tapi anuku rindu dengan anumu Dinda sayang."

"Iya iya nanti setelah selesai dengan mbak Ambar, Arjun Dinda beri jatah. Oke."

"Janji ya?"

"Iya, cepat sekarang kamu mandi. Mbak Ambar tidak bisa menunggu lagi. Pasti dia butuh Dinda sekarang."

"Oke sayang." dengan percaya diri tuan Arjun Saputra kembali melenggang ke kamar mandi untuk melanjutkan mandinya yang sempat tertunda.

----

Dinda berlarian menuju tempat Ambar kini di rawat. Dia begitu panik saat mengetahui kakak sepupunya sedang merasa kesakitan hendak melahirkan.

Tepat di atas bangsal di ruangan nomor 24 itu Ambar berbaring. Dengan rasa sakit yang luar biasa Ambar menahannya seorang diri.

"Mbak Ambar."

Ambar tidak menjawab panggilan Dinda. Dia terlalu kesakitan bahkan hanya untuk bergerak. Bagaimanapun ini adalah pengalaman pertamanya. Di tambah fakta jika ia hamil tanpa suami yang sah, tentu membuat Ambar merasakan sakit yang rasanya bertambah.

"Enggh sakiit.." Ambar memekik.

Rasa sakit yang teramat sangat seperti tidak bisa ia tahan lagi. Sakitnya seperti tulang kita di patahkan dalam sekali hentakan."

Dengan telaten Dinda membantu Ambar mengelap keringat yang sudah membasahi tubuhnya.

Dinda tentu merasa iba dengan apa yang kini terjadi pada kakak sepupunya. Andai bisa di tukar, tentu Dinda akan dengan senang hati menawarkan dirinya untuk menggantikan posisi kakak sepupunya merasakan rasa sakit yang luar biasa itu.

"Anda walinya? Bisakah kita bicara sebentar?" kata Dokter pada Dinda.

Dinda pergi mengikuti dokter dengan di temani tuan Arjun Saputra.

"Pembukaan bu Ambar tidak kunjung bertambah. Sementara itu ketubannya sudah mulai menipis. Saya khawatir jika kita tidak secepatnya mengeluarkan bayinya. Keselamatan ibu dan bayinya akan terancam."

"Lalu bagaimana solusinya dok?" tanya Dinda khawatir.

"Sebaiknya bu Ambar segera naik ke meja operasi. Ini adalah jalan terbaik untuk saat ini."

"Lakukan saja yang terbaik untuk mereka dok. Berapapun biayanya itu tidak penting, asalkan keduanya selamat." sela tuan Arjun Saputra.

"Iya dok. Lakukan saja sekarang." pinta Dinda.

"Baik, kami akan segera menyiapkan ruangan operasinya."

Dinda kembali pada kakak sepupunya. Menggenggam tangannya dengan erat.

"Mbak Ambar harus kuat ya. Ini demi anak mbak."

Ambar hanya bisa menangis sambil terus menahan rasa sakitnya. Dinda sampai tidak tega melihat keadaan yang menyedihkan itu.

Tidak berselang lama, Ambar di bawa ke ruang operasi.

Sementara tuan Arjun dan Dinda harap-harap cemas menunggu di depan ruangan itu.

"Kok aku jadi ikut-ikutan mules ya." kata Dinda sembari terus memegangi perutnya.

"Kamu tidak apa sayang?" tanya tuan Arjun khawatir.

"Tidak apa, ini mungkin ikatan batin antara kami berdua. Semoga saja mereka berdua selamat."

Tuan Arjun membelai kepala Dinda mesra "Kamu juga pernah di posisi ini sayang. Maaf karena tidak bisa menemanimu saat itu."

Dinda tersenyum getir, kembali mengingat masa kelamnya. Saat ia juga harus merasakan kesakitan yang bertubi-tubi.

Dinda mengingat janinnya yang telah tiada. Ingatan yang masih teringat dengan jelas, tentang bagaimana ia harus berjuang sendirian saat itu.

"Aku berharap tidak akan mengalami hal itu lagi. Cukup sekali aku kehilangan anakku." kata Dinda lirih.

Sekuat-kuatnya wonder woman pun pasti punya sisi kelamnya. Begitu juga dengan Dinda, walaupun ia terlihat kuat. Namun, dia juga hanya wanita biasa. Yang bisa merasakan sakit, senang, sedih dan gelisah.