47 Puncak Masalah Dari Semua Masalah

Andre yang sudah memasuki kamar nomer 14D lantai 3, langsung masuk setelah menekan pin atau enam angka di sebuah alat yang ada di depan pintunya.

Sebenarnya di hotel ini bisa memasuki kamar dengan mengakses 3 cara, pakai kunci, kartu yang di segek di alat yang menempel di pintu atau pakai pin.

Tergantung di lantai berapa mereka menyewa kamar tersebut. Karena di hotel ini terbagi 7 lantai.

"Sayang," panggil Andre setelah ia duduk santai di kasur.

"Bentar, Mas. Aku lagi di kamar mandi," teriak Alana yang masih mandi.

Andre pun menunggu Alana sambil memainkan Hp nya, seperti biasa jika ada waktu luang ia membuka FB, ig dan media sosial lainnya.

"Ada apa, Mas?" tanya Alana yang kini tengah pakai baju.

"Apa kamu memblok nomer Zahra?" tanya Andre santai, ia berusaha untuk tak terlihat emosi. Bagaimanapun ia harus menjaga perasaan Alana yang kini tengah mengandung anaknya.

Alana yang mendengar hal itu pun sok bukan main. Tapi ia langsung menampilkan wajah sedihnya.

"Maaf ya, Mas. Aku hanya tak ingin Zahra menganggu kebahagiaan kita," ujar Alana pura-pura sedih.

"Alana, kamu gak mikir kalau kita ini egois. Aku sudah meninggalkan Zahra demi kamu. Aku rela memilih tinggal bersama kamu dan hanya memberikan sedikit waktu untuk Zahra. Aku bahkan tak pernah memberikan nafkah lahir batin untuknya. Tapi kamu masih saja iri dengannya. Harus bagaimana aku menjelaskan sama kamu sayang? Hemm? Harus bagaimana?

Andai kamu ada di posisi Zahra, bagaimana perasaan kamu, walaupun aku menikahimu karena cinta, dan aku menikahi Zahra hanya karena perjodohan. Tapi tetap saja kalian adalah istriku, tanggung jawabku.

Andai aku meninggal saat ini pun, aku pastikan aku masuk neraka. Sudah gak sholat, gak puasa, membohongi banyak orang termasuk orang tua kandungku sendiri dan Zahra, bahkan banyak lagi di luar sana. Gak menafkahi Zahra di tambah aku gak bisa mendidik kamu menjadi wanita sholehah. Kadang aku ngeri setiap kali ingat kalau aku ini pasti mati, hanya saja aku belum tau kapan waktu itu tiba, sekarang, besok, lusa, bulan depan, tahun depan atau 50 tahun lagi.

Tak bisakah sedikit saja kamu mengurangi beban ku sayang? Tak bisakah? Andai tadi aku gak bertemu Zahra di lobi bawah mungkin sampai detik ini aku tak akan tau, bahwa ia sudah berusaha menghubungiku tapi ternyata tak bisa karena nomernya kamu blok.

Kadang aku merasa bersalah, di saat aku di sini bersenang-senang sama kamu, tapi dia, dia bekerja keras siang malam, demi memenuhi kebutuhannya sendiri.

Aku juga kadang merasa malu, setiap kali aku pulang ke sana, aku hanya numpang tidur dan numpang makan, karena nyatanya semua bahan makanan yang ada di rumah, di beli dari hasil kerja keras Zahra seorang diri. Namun ia tak pernah mengeluh, bahkan ia dengan senang hati mencuci baju, dan menghormatiku walaupun aku seringkali menyakiti hatinya.

Tapi ia masih saja melayaniku, bukan, bukan di ranjang seperti yang kau pikirkan. Melayani yang aku maksud, mau memasak untukku walaupun aku ia sangat lelah, dan mau membersihkan kamarku serta mencuci baju dan menyetrika bajuku.

Alana, bukan maksud aku membanding-bandingkan kamu dengannya. Aku bercerita panjang lebar, agar kamu pun tau, Zahra wanita yang baik. Dia tak salah, mungkin memang takdir kita semua seperti ini. Harus menjalani rumah tangga tak seperti yang lainnya.

Jadi aku mohon Alana, tolong jangan batasi aku sama Zahra dalam berkomunikasi. Setidaknya beri aku sedikit kebebasan untuk membalas chatnya. Ingat! Dia juga istriku sama sepertimu," terang Andre, menjelaskan panjang lebar dengan wajah lembut. Tak ada nada marah bahkan ia ngomong sepelan mungkin agar tak menyinggung perasaan Alana.

Ia sengaja mencurahkan isi hatinya agar Alana mau mengerti. Padahal sejujurnya, ini bukan pertama kali Andre mengungkapkan isi hatinya, mungkin saat ini Alana mau minta maaf. Tapi di lain hari, ia pasti akan melakukan kesalahan sekali lagi, lagi dan lagi dan hanya berakhir minta maaf setelah Andre menjelaskan dan menasehatinya sampai rasanya mulut mau berbusa.

"Maafin aku ya, Mas. Aku khilaf," Alana seperti biasa, ia akan memeluk Andre untuk meredahkan amarahnya. Walaupun jika di suruh ulangi lagi, ia tetap akan melakukan hal yang sama. Dan sebenarnya sedikitpun ia tak menyesalinya karena hanya dengan cara ini ia bisa memiliki Andre seutuhnya.

"Iya sudah, aku maafin. Tapi jangan di ulangi lagi ya," pinta Andre memohon.

"Iya sayang pasti," jawab Alana berusaha keyakinkan sang suami.

Ya sudah, hari ini kita ke luar yuk, kita pindah ke Villa aja. Tadi malam aku sudah menyewa villa dekat danau punya salah satu temenku. Kita akan tinggal di sana selama seminggu ke depan," ujar Andre yang mulai luluh kembali.

"Baiklah, aku akan bersiap-siap dulu."

Alana pun berganti pakaian menjadi pakaian yamg lebih sopan jika ia ingin keluar.

Setelah selesai ganti pakaian, makeup an, dan tak lupa parfum mahal ia semprotkan ke seluruh baju yang ia pakai.

"Ayo, Mas," ajak Alana setelah memastikan dirinya sudah sempurna di depan cermin.

"Ayo."

Andre berusaha hati-hati saat ia keluar bareng Alana, jangan sampai langkah mereka di ketahui oleh Zahra.

"Kamu kenapa sih, Mas? Celingak-celinguk gitu, cari siapa?" tanya Alana heran.

"Aku takut ketahuan Zahra sayang, kalau sampai ketahuan aku bingung mau bilang apa,"

"Oh gitu, tak fikir apa. Iya udah ayo cepet,"

Alana dan Andre pun buru-buru melangkahkan kakinya, namun tiba-tiba saja, "Dia siapa, Mas?" tanya seseorang.

Mendengar suara itu, detak jantung Andre pun berdetak sangat cepat.

Ia dan Alana langsung melihat ke arah asal suara tadi.

"Za ... Zahra," ucap Andre gugup.

"Dia siapa?" tanya Zahra sekali lagi.

"Emmm dia rekan bisnisku," jawab Andre berusaha tak kelihatan gugup lagi.

"Rekan kerja apa mantan?" tanya Zahra, ia masih mengingat betul wanita yang kini di genggam sangat erat oleh sang suami.

"Apa maksudmu sayang?" tanya Andre pura-pura bodoh.

"Aku sudah tau semuanya, Mas. Aku tau kalau dia istri keduamu, dan kini tengah hamil. Aku tau semuanya, tentang kebohonganmu selama ini yang sering lembur dan pulang tengah malam, padahal kamu sering pulang lebih awal dari tempat kerja. Tapi kamu harus pergi ke rumah Alana, bukan untuk menjeguk dia setiap malam.

Aku tau kalian yang diam-diam pergi bulan madu ke Bali dengan alasan ada pekerjaan keluar kota. Aku tau bahwa kamu berhenti kerja bukan karena ada pekerjaan lain, tapi karena kamu ingin selalu ada di dekat Alana, istri yang kini tengah mengandung anakmu.

Tapi aku tak akan marah, setidaknya saat aku berpisah denganmu aku masih dalam keadaan suci, terimakasih untuk semua waktu kamu selama ini.

Kita akan bertemu lagi di pengadilan nanti. Dan satu lagi, ada salam dari mama dan papa, mereka meminta kamu segera pulang," ujar Zahra lalu pergi begitu saja.

"Zahra," Andre ingin mengejarnya tapi Alana menahannya, sehingga Andre tak bisa berbuat apa-apa. Jika ia mengejar Zahra maka Alana yang terluka.

"Maafin aku, Za. Maaf," ujar Andre yang merutuki kesalahannya. Sungguh ia gak bisa berbuat apa-apa sekarang.

Sedangkan Zahra, ia langsung menemui Reyhan dan meminta Reyhan untuk pulang malam ini juga dan tak perlu menunggu esok hari. Karena ia sudah gak tahan dengan semua perbuatan suaminya itu.

avataravatar
Next chapter