webnovel

Isekai Medic and Magic

Tentang seorang Sarjana Kedokteran yang bodoh dan pemalas. Entah bagaimana caranya dia bisa mendapatkan titel itu dulu. Namun sekarang, setelah ia tertabrak truk dan mengalami koma, jiwanya dikirim ke dunia lain dengan tubuh yang baru! Dia memulai hidupnya di dunia yang baru. Berpetualang tidak tentu arah dengan berbekalkan sedikit ilmu medis yang ia dapatkan dari kuliahnya dan cheat yang dihadiahkan oleh seorang dewi. Di dunia paralel yang penuh dengan magic dan makhluk mistis!

FranticDoctor · Fantasy
Not enough ratings
165 Chs

Chapter 20.5 (18+)

WARNING !!!

18+ only!

Di bawah umur 18 tahun silahkan skip ke chapter berikutnya.

Selamat membaca...

_______________________________________

Kami semua sudah berada di depan pintu double besar, dan Rogard memutuskan untuk beristirahat sebelum melanjutkan penjelajahan.

Aku baru saja selesai membuat tenda. Dan kini sedang memulai untuk pembuatan tempat mandi atas permintaan Ruby. Aku juga merasa bahwa kami semua perlu mandi. Untuk menjaga kesehatan dan juga untuk mengembalikan stamina, walaupun stamina kami baru berkurang sangat sedikit.

Kamar mandi ini kubuat kecil saja. Berukuran 2 x 1 meter, dengan tinggi 2 meter. Di dalamnya hanya ada bak mandi berukuran kecil untuk menampung air, beserta gayung, kloset duduk, sebuah kursi kecil, dan tempat menggantung pakaian. Klosetnya sendiri kuhubungkan dengan lubang yang sangat dalam yang juga kuciptakan dengan Darkness Creation.

Saat membuat lubang pembuangan kotoran, aku merasa seperti menjebol sesuatu. Aku hanya bisa menebak, tapi kemungkinan aku menjebol hingga ke lantai bawah. Aku pura-pura tidak tahu saja hahaha...

Setelah sekitar dua puluh menitan aku membuat kamar mandi, akhirnya kamar mandi ini selesai. Lalu Syla mengisi penuh bak mandinya dengan Water Ball. Kini, kamar mandi ciptaanku sudah 100% fungsional. Kemudian kuminta Ren untuk mengambilkan sabun yang sudah kami bawa dari kota waktu itu.

"Ruby, udah bisa nih kalo mau mandi duluan."

"Ruby mau dimandiin Arka!"

Enteng sekali bagi Ruby mengucapkan itu. Seperti sudah sesuatu yang wajar untuk dilakukannya denganku. Tapi Ruby sudah berusaha mengalahkan pasukan Death Knight sebelumnya, jadi dia berhak untuk mendapatkan hadiah.

Ok, aku anggap servis ini hadiah untuk Ruby.

"Iya, sini Ruby kumandiin. Tapi yang lain nggak boleh minta yang sama!"

Aku bergegas masuk ke kamar mandi, mengacuhkan segala protes dan godaan dari dua orang gadis cantik itu. Karena menurutku ini bukan waktu dan tempat yang tepat untuk hal seperti itu. Hanya Ruby-lah pengecualian.

*Jegrek*

Pintu kamar mandi kututup lalu kukunci dari dalam supaya tidak ada yang tiba-tiba masuk dan mempersulit segala hal di dalam sini.

"Sini, Ruby..."

"Okay!"

Aku membantu Ruby membuka pakaian ketat yang dipakainya. Pakaian yang merupakan hasil ciptaanku menggunakan Darkness Creation. Resleting panjang terdapat di punggungnya, dari bagian kerah hingga sedikit di atas belahan pantat Ruby.

Ruby berdiri membelakangiku yang sedang duduk di kursi kecil yang telah kupersiapkan sebelumnya. Setelah kuturunkan resletingnya, terpampang punggung yang putih bersih dengan pinggang yang berlekuk.

"Dicopot dulu yah bajunya..."

"Iyaa... Bantuin, Arka!"

"Ok, ok..."

Perlahan, kulepaskan pakaian ketat itu dari badan Ruby, lalu kulepaskan seluruhnya ke bawah agar kakinya bisa dikeluarkan dari pakaian ini. Tak sadar, bokong yang mungil, putih mulus, dan sedikit merona pink terpampang jelas di depan mataku.

Oi oi! Itu anak kecil!

Aku mengingatkan diriku sendiri agar tidak lepas kendali. Tapi, entah apa yang merasukiku, terasa sedikit aliran listrik menuju area selangkanganku saat melihat bokong yang terpajang jelas di hadapanku ini.

Bentuknya, bukan seperti bentuk bokong anak-anak. Berlekuk indah dan menggoda. Seperti tubuh wanita yang telah dialiri hormon estrogen dosis tinggi, bukan pada taraf tubuh anak-anak lagi. Ketika kuperhatikan bentuk seluruh tubuhnya dari belakang, yang terlihat adalah siluet tubuh wanita dewasa, seperti Syla dan Ren, namun dalam porsi yang lebih mungil.

"Ruby, aku siram ya..."

"Um!" Jawab ruby sambil mengangguk masih membelakangiku.

Kemudian kuambilkan air segayung, dan kusiramkan ke kepala ruby.

"Fuhi-! Dingiiiiin!"

"Seger kaaan..."

Kugosok-gosok kepala Ruby sambil kusiramkan air menggunakan gayung secara perlahan. Kemudian aku usapkan sabun di rambut merahnya. Di dunia ini tidak ada sampo, jadi sabunlah yang digunakan untuk keramas.

"Tutup matanya ya..."

"Um."

Rambut Ruby kugosok dengan sabun, sambil memijat-mijat ringan kulit kepalanya. Setelah beberapa menit, kubilas lagi dengan air. Lalu ada sesuatu yang ganjil terdengar olehku.

"Hh... Hh... Hhh..." Suara nafas Ruby terdengar seperti terengah-engah.

"Ruby napa?"

"Ng-nggak..." Jawab Ruby dengan suara yang tidak ceria seperti sebelumnya.

"Beneran? Ya udah. Aku sabunin punggungnya ya..."

"Um."

Kugosokkan sabun batangan itu ke kedua telapak tanganku. Setelah busa yang dihasilkan menurutku sudah cukup, kugosokkan ke seluruh punggung Ruby dengan sedikit memijat agar memberikan sensasi relax kepada punggung Ruby. Dia pasti suka kalau aku lakukan seperti ini.

"Hah... Hh... Hh..." Ruby menjadi tambah terengah, mungkin dia merasa geli?

"Enak nggak? Geli ya, Ruby?"

"E-enak."

Berikutnya, kusabuni kedua lengannya. Dari bahu hingga ke ujung jemarinya. Aku masih memberikan sedikit pijatan sambil menyabuni Ruby. Setelah selesai kedua lengan, aku lanjutkan menyabuni kedua tungkainya, mulai dari pinggul, ke paha, hingga telapak kaki.

Namun, baru sampai di bagian paha, sekujur tubuh Ruby tiba-tiba tersentak.

"Hikk!"

"Eh? Kenapa? Ada yang sakit? Di sini? Atau di sini?" Aku tanya sambil menekan bagian-bagian di paha yang kuduga membuat Ruby merasakan nyeri.

Mungkin efek dari pertempuran melawan Death Knight sebelumnya, Ruby mengalami cedera hingga memar. Tapi anehnya, aku tidak melihat adanya sedikitpun jejas pada paha Ruby. Hanya paha mulus yang berlekuk indah saja tanpa ada cacat sedikitpun.

"A-Arka..." Ucap Ruby sambil menahan sesuatu.

"Napa, Ruby? Kalo sakit, kalo nggak nyaman, bilang aja..."

"Ng-nggak..."

Apa yang membuat Ruby menjadi aneh seperti ini? Aku tidak mengerti bila Ruby tidak mengatakannya sendiri kepadaku.

Kulanjutkan menyabuni kedua tungkai bawah hingga telapak kaki Ruby. Kuperhatikan, nafasnya masih terengah-engah. Aku jadi bingung. Apa ada yang salah dengan yang kulakukan?

"Ruby, bilang ya kalau ada sesuatu yang nggak nyaman..."

"Nggak, nggak apa-apa, Arka..."

Eh. Hanya aku yang merasa atau memang Ruby kehilangan kepribadiannya yang selalu ceria itu untuk sesaat barusan?

Tapi selama dia bilang tidak ada masalah, ya aku lanjutkan saja memandikannya. Badan bagian belakang sudah kusabuni semua. Sekarang, bagian depan.

"Ruby, ngadep sini biar kusabunin depannya."

"Uh, um... Ok..."

Kenapa dengan Ruby? Tidak biasanya dia seperti ini...

Lalu perlahan Ruby membalikkan badannya ke arahku. Dan betapa terkejutnya aku melihat Ruby. Sejak kapan Ruby memiliki tubuh seperti ini?

Wajahnya yang merunduk itu, berwarna merah padam. Dada Ruby, memang bukan dada yang berbentuk seperti dada Ren, apalagi Syla yang besar. Tapi sudah terbentuk gundukan payudaranya, dengan gundukan sekunder di bagian areolanya.

Selama ini, mungkin karena dia selalu memakai pakaian ketat yang kubuat, jadi tidak terlihat bentuk asli dari payudaranya. Ini bukan dada anak-anak. Ini adalah payudara gadis dewasa yang sudah tumbuh, tapi berukuran kecil.

Pantas saja dari belakang tadi aku melihat siluet lekukan tubuhnya sudah seperti gadis dewasa. Ternyata, wujud manusia Ruby saat ini sudah bukan lagi tubuh gadis kecil yang belum mengalami pubertas. Lekukan tubuh dari dada, pinggang, pinggul, dan paha sudah terbentuk seperti manusia dewasa.

Tanpa kusadari, mataku bergerak secara reflex ke area kewanitaan Ruby. Aku bisa melihat labia mayora dan mons pubis milik Ruby yang masih bersih dari rambut. Kulitnya yang putih mulus membuat urat mataku keluar.

Ah! Sadar! Ruby hanya berusia beberapa bulan!

"Ruby, a-aku sabunin ya badan...mu."

"Uh-u-um..."

Kenapa kami menjadi tergagap seperti ini!?

Lagi, kuusap-usapkan batang sabun itu ke tanganku, sampai kurasa busa sabunnya sudah cukup, lalu aku mulai menyabuni dada Ruby dari bagian dekat lehernya, ke bahu, lalu turun ke dekat ketiak, dan ke bagian tengah dadanya.

Aku ragu. Haruskah kusabuni payudaranya? Untuk beberapa saat, tanganku terhenti di bagian tengah dada Ruby.

"A-Arka..."

Ruby memanggil namaku sambil kedua tangannya menggenggam tanganku yang sedang menyabuni dadanya, lalu mengarahkan telapak tangan kananku ke payudara kirinya. Lalu Ruby menuntunku untuk menyabuni payudaranya, berputar melingkari areolanya, lalu semakin ke tengah dan akhirnya menyentuh puting susunya yang sudah mulai mengeras.

"Hih! Ukh..."

Waaa... Ruby mengeluarkan suara yang sexy ketika telapak tangan kananku mengusapkan sabun ke puting susunya!

*Bzzzzt*

"Ugh."

Gawat, sesuatu terasa menyetrum Hercules Junior, dan mulai membangunkannya! Aduh, aku tidak boleh kehilangan akal sehatku di tempat seperti ini!

'Arka!'

Eh, mengapa Ruby menggunakan telepatinya di saat seperti ini?

'Iya, Ruby? Ada apa?' kujawab panggilannya dengan telepati juga.

'Arka dulu bilang kalo Arka sayang sama Ruby! Tadi juga, pas Ruby udah ngalahin pasukan Death Knight, Arka bilang sayang sama Ruby!'

Aduh. Sepertinya akan terjadi sesuatu yang berbahaya kalau ini berlanjut. Tapi, Hercules Junior juga sudah keras berdenyut-denyut. Aku sudah di ambang batas kekuatanku untuk menahan hasrat seksualku.

'Iya... Arka sayang sama Ruby...'

Ahh... Aku mengatakannya lagi. Sudah tidak mungkin lagi bagiku untuk kembali ke pintu kamar mandi itu dan membatalkan rencana untuk memandikan Ruby.

'Kalau gitu...... Buktiin!'

'Ehh... Gimana caranya?'

'Sayangi Ruby dengan seluruh tubuh Arka!'

'Ruby.... Yakin?'

'Uhm!'

'Kalau gitu, Arka nggak akan segan-segan.'

'Uhm! Jangan segan-segan!'

Tangan kananku yang sudah berada di payudara kiri Ruby, melanjutkan usapan dan elusan di area itu, kali ini benar-benar dengan niat mesum. Aku juga sudah tak tahan lagi. Akan kuserahkan seluruh tubuhku kepada hasrat seksual yang sudah membara di selangkanganku.

Tangan kiriku tidak hanya diam. Kuletakkan jari telunjuk dan jempol tangan kiriku pada puting susu kanan Ruby. Perlahan kugerakkan kedua jadi itu untuk memutar-mutar puting kanan Ruby yang sudah mengeras itu dengan lembut, sambil tangan kananku mengelus dan sedikit meremas payudara mungil milik Ruby.

"Hhhhhh... Hhhh... Hhhhh..."

Ruby meniupkan nafas panjang berkali-kali setiap payudara kirinya kuremas dan puting kanannya kuplintir perlahan secara bersamaan.

Tatapan mata Ruby menjadi kosong, tenggelam dalam kenikmatan seksual ini. Kelopak matanya hanya terbuka separuh. Suara nafasnya yang mulai berat itu terdengar jelas olehku.

'Ruby, jangan bersuara...'

'Uhm...'

Aku tidak ingin yang lain mendengar kami.

'Arka... Arka...'

"Mmfff!"

Kucium bibir Ruby yang berwarna pink dan telah basah oleh air liurnya itu. Kuhujamkan lidahku sedalam-dalamnya ke dalam rongga mulut Ruby.

'Arka... Ruby... Bahagia...'

'Ruby... Ruby...'

Sambil bercipokan dengan Ruby, kedua tanganku masih bergerak secara sinkron merangsang kedua payudara Ruby, dan kami saling berbicara melalui telepati.

Yang terdengar di ruangan sempit ini hanyalah suara nafas kami berdua yang saling berpacu, dan suara liur yang bercampur di dalam mulut Ruby. Ruby sangat pasif dalam bercipokan. Tapi itu yang membuat hasratku semakin ganas. Lidahku semakin liar terus mencoba mengunci lidah Ruby.

"Mhh..."

"Mmm..."

Suara lirih tak sengaja keluar dari mulut kami berdua yang sedang saling melilit. Sangat lirih sehingga hanya kami berdua yang bisa mendengarnya.

'Ruby... Aku ke bawah...'

'Sepuasnya... Lakukan sepuas yang Arka mau...'

Tangan kananku yang dari tadi meremas dan mengelus payudara kiri Ruby, perlahan turun ke pinggangnya, lalu ke bokong mungilnya... Kuremas bokong Ruby dengan lembut. Halus sekali kulit bokongnya...

"Hmf! Hhh... Hhh..." Ruby tersentak ketika kuremas bokongnya dan tak sengaja mengeluarkan suara kecil.

'Kenapa, sayang?'

'Tangan Arka... Nikmat...'

'Kita belum mulai loh...'

"Phah..."

Kulepaskan ciumanku, lalu kukecup leher mungil yang ramping itu.

"Hhh! Hhh... Hhh..." Nafas Ruby terhenti sesaat ketika kukecup lehernya, lalu berlanjut nafas yang semakin berat.

'Arka... Ruby hampir gila...'

'Ruby nikmatin aja... Ini rasa sayang Arka buat Ruby...'

Tangan kiriku masih memutar-mutar putih susu kanan Ruby yang semakin lama terasa semakin memanjang dan mengeras. Sementara tangan kananku terus meremas bokong Ruby sambil sesekali menyentuh bagian luar dari lubang anusnya.

Sambil melakukan semua itu secara ritmis, aku melepas semua pakaian yang kupakai. Mulai dari celana, lalu bajuku, terakhir celana dalamku pun kulepas. Kini kami berdua sudah sama-sama telanjang tanpa sehelai benangpun yang menutupi tubuh kami.

Kaki Ruby mulai terlihat bergetar. Sepertinya dia sudah sampai di batas kemampuannya untuk menopang berat tubuhnya. Energi di kedua kakinya sudah habis terkuras oleh nafsu birahinya. Kalau kubiarkan seperti ini terus, Ruby akan terjatuh.

'Ruby, sini Arka pangku...'

'Iya... Arka...'

Aku memposisikan diriku duduk di atas kloset duduk. Kedua kakiku kubuka sekitar 45° lebarnya. Lalu kugendong Ruby dan kududukkan di pangkuanku, membelakangiku. Masih kudengar nafas Ruby yang terengah-engah itu, yang direspon hangat oleh denyutan-denyutan pada penisku.

Kaki kanan Ruby kuletakkan di sisi kanan dari paha kananku, dan kaki kiri Ruby kuposisikan di sisi kiri dari paha kiriku. Sehingga posisi Ruby di pangkuanku sekarang adalah mengangkang lebar, duduk menghadap ke arah yang sama denganku.

Punggung Ruby direbahkannya ke dadaku dan perutku. Lalu kepalanya ia sandarkan ke bahu kiriku, dengan wajah menghadap ke langit-langit.

Andai saja di depan kami ada cermin, pasti pemandangan ini terlihat menakjubkan.

'Arka... Ruby sayang Arka...'

'Arka juga sayang Ruby... Kita lanjutin ya...'

'Iya, sayang...'

Tangan kiriku menyusup mencari jalan menuju payudara kiri Ruby yang mungil dan sekarang berwarna kemerahan akibat remasan yang dari tadi kuberikan. Sedangkan tangan kananku berpetualang mencari jalan menuju area kewanitaan Ruby.

Menyusuri pinggangnya, melewati selangkangannya, hingga akhirnya sampai di tujuan akhir, vulva mungil yang indah, berwarna pink kemerahan. Tidak ada sedikitpun rambut yang menghalangi sentuhan kulitku dengan mons pubis dan labia mayora Ruby.

'Aku mulai ya...'

"Hihhh!"

'Ssssttt jangan berisik...'

'A-Arka...'

Ruby menjerit tertahan ketika jari tengah tangan kananku kueluskan menyusuri lipatan surgawi milik Ruby, dari atas klitorisnya turun perlahan menyusuri labia minora, turun ke ostium urethra externa (lubang kencing), lalu terus menemukan jalannya menuju bagian luar lubang vagina Ruby.

Ruby, di bawah sana, sudah sangat becek. Cairan dari vaginanya sudah meluber keluar, mengalir ke arah anusnya dan membasahinya. Apakah semua ras naga seperti ini ketika sedang birahi?

'Ruby, nanti kalau udah nggak tahan lagi, bilang ya...'

'Iya... Arka...'

"Hhh... Hhh... Hhh... Hhh...'

Sambil berbicara via telepati, Ruby mengeluarkan suara nafas yang sangat kencang dan berat. Seperti ketika seseorang kekurangan oksigen dan berusaha menghirup seluruh sisa oksigen yang ada di sekitarnya.

Jari tengahku terus menggesek lembut vulva Ruby. Klitoris, ostium urethra externa, labia minora, introitus vaginalis, tidak ada satu bagian pun yang terlewatkan. Semuanya tergesek dengan merata. Naik, turun, naik, turun, terus-menerus dan ritmis.

'Arka... Enak... Arka... Arka... Nikmat...'

'Ruby sayang sama Arka?'

'Sayang! Ruby... Sayang... Arka!'

Berikutnya, kugunakan jari telunjuk dan jari manisku untuk menyibakkan kedua labia mayora Ruby yang mungil, mengekspos seluruh vulvanya lebih jelas lagi.

Lalu dengan ujung jari tengahku, kueluskan mengitari lubang kencingnya...

'Arka... Jangan... Jangan disitu...'

'Ruby nggak suka disini? Ok, kalo ini gimana?' Kupindahkan ujung jariku dari lubang kencingnya, lalu mengelus sepanjang labia minora yang kiri dan kanan.

'Ahh... Enak! Enak... Arka...'

Kami berbicara via telepati dengan lancar. Aku mencoba menemukan titik-titik yang memberikan kenikmatan pada Ruby, sambil mencari titik-titik rangsangan yang kurang disukainya. Karena wanita memiliki beberapa perbedaan titik rangsangan yang disukai maupun kurang disukai.

Setelah puas bolak-balik menyusuri labia minora-nya sambil menikmati ekspresi luar biasa yang menghiasi wajah Ruby, kali ini aku akan berfokus pada klitorisnya.

'Ahh! Arka! Enak! Di sana... Nikmat! Geli! Ahh...'

"Hhh! Hhh! Hhh! Hhh!"

Nafas Ruby semakin memburu. Ekspresinya semakin terlihat tak terkontrol. Air liur mengalir dari kedua sisi bibirnya. Air mata kenikmatan pun tanpa disadarinya mengalir perlahan di kedua pipinya.

'Ruby suka di sini?'

'Iya! Arka! Nikmattt! Lagi... Teruss... Ahhh! Enak!'

'Aku cepetin yaa...'

'Ahk! Arkaa! Aaakkk! Enaaak! Terus! Terus! Jangan berhenti! Aaakkk!'

"Hah! Hah! Hah! Hah!"

Nafas Ruby semakin tidak terkendali. Suara nafasnya bercampur dengan suara teriakan yang ditahan sekuat tenaga.

'Arka! Vagina Ruby! Ahhk! Rasanya! Aneh! Ahh! Aneh! Enakk! Nikmat! Arka! Ahkk!'

Bahkan di dalam telepati oun Ruby tidak mampu berbicara dengan benar. Kata-kata yang diucapkannya terdengar seperti inkoherensi.

Gerakan jariku semakin kupercepat, kupercepat, kupercepat lagi, hingga akhirnya Ruby mencapai orgasmenya!

"Hahhhhhkkkkkk! Hakk! Hakk! Hkkk! Hahhh! Hkkkk!"

Ruby orgasme, sambil berusaha keras menahan agar suaranya tidak sampai terdengar keluar. Tubuhnya berkontraksi secara ritmis. Cairan vaginanya semakin banyak yang meluber keluar.

"Hhh... Hhh... Hhh... Hhh..."

'Makasih.... Arka....'

'Makasih? Itu tadi Arka yang menyayangi Ruby. Apa Ruby nggak sayang sama Arka?'

'Ruby sayang sama Arka!'

'Kalo gitu, buktiin dengan seluruh tubuh Ruby.'

'Uuu Arka... Gimana caranya?'

Kuangkat tubuh Ruby sedikit sehingga penisku yang dari tadi berada di punggung Ruby, kini bisa terselip menghadap ke vaginanya.

'Masukin ini ke dalam vagina Ruby.'

Ruby memegang penisku dengan tangan kanannya lalu menempelkan ujung penisku di bagian depan lubang vagina Ruby. Setelah itu, Ruby mulai menurunkan pinggulnya.

"Hahhh..." Suara kenikmatan keluar dari mulutku ketika penisku masuk ke dalam vagina Ruby secara perlahan.

'Gini?'

'Iya! Aahhhh! Vagina Ruby sempit dan nikmat! Tapi penisku dapat terseret masuk tanpa hambatan!'

Vagina Ruby sangat becek. Penisku tergelincir masuk ke dalamnya sampai mentok. Padahal, vagina Ruby ini terasa sangat sempit, tapi kenapa bisa masuk dengan mudah? Apakah vagina naga itu memang rasanya sedahsyat ini? Sempit, lentur, sangat becek, dan gesekan dari dindingnya terasa geli sekali.

Setelah ujung hingga pangkal penisku masuk seluruhnya ke dalam vagina Ruby, kuposisikan kedua kaki Ruby agar berjongkok di atas kedua pahaku.

'Ruby kayak gini ya posisinya. Ayo naik dan turunkan pantatnya. Tapi jangan sampai penisku keluar semua ya...'

'Ruby coba ya...'

Ruby mulai menggerakkan pinggulnya naik turun secara perlahan.

"Ahhhhhh... Hhhh..... Hhhh...." Aku tak mampu menahan seluruh suaraku, akhirnya tak sengaja keluar sedikit.

"Mhhh... Hhh... Mhhhh... Hmhh..." Suara lirih keluar juga dari mulut Ruby, sepertinya dia juga benar-benar menikmati ini.

'Ruby... Enak sayang... Ahhh... Ruby... Terus...'

'Arka... Ruby juga... Enak... Nikmat...'

Posisi seperti ini berlangsung selama sekitar 15 menit. Sekarang aku ingin menikmati sensasi posisi yang lain.

"Eh?"

Ruby sedikit kaget ketika kuangkat tubuhnya ketika ia sedang asyik memompa penisku keluar masuk vaginanya. Ruby kuangkat tanpa mengeluarkan penisku dari vaginanya. Aku berdiri, lalu menghadap ke pinggiran bak mandi.

'Ruby, nungging di sini. Pegang bak mandinya ya...'

'Iya sayang... Ah! Aw! Arka! Enak banget! Akh!'

'Ah... Ah... Enak... Ruby... Vaginamu... Surga... Nikmatnya... Ahhh...'

Tanpa menunggu lagi, ketika kedua kaki Ruby sudah menapak di lantai, langsung kuhentakkan penisku keluar dan masuk vagina Ruby dengan sedikit kasar.

*Plak plak plak plak* bunyi pantat Ruby yang ditabrak oleh selangkanganku bergaung di ruangan kecil ini.

'Ah ah ah ah ah Arka ah geli ah ah...'

'Ruby Ruby Ruby ohh nikmat sayang ohh...'

Aku dan Ruby tenggelam semakin dalam ke lautan nafsu. Terimkasih kepada skill telepati Ruby ini, kami bebas bersuara di dalam pikiran kami berdua.

Setelah sepuluh menit berselang, kuhentikan gerakan piston penisku. Lalu dengan perlahan tanpa mengeluarkan penisku, kaki kiri Ruby kuangkat ke samping sambil memegang tubuhnya. Perlahan kuangkat dia sambil memutar tubuhnya menghadapku.

Tubuh mungil Ruby sangat ringan. Rasanya seperti mengangkat boneka berisi kapas. Dan kini, dengan penis masih kokoh tertancap di dalam vagina Ruby, aku menggendongnya menghadapku.

Kedua lengan Ruby dilingkarkannya ke belakang leherku. Kedua kakinya kuangkat dengan kedua lenganku, membentuk posisi seperti huruf 'M'.

Sambil kugendong, kembali kuhentakkan penisku sekuat-kuatnya ke dalam vaginanya. Kucabut lagi, dan kutancapkan lagi sekuatnya sebelum ujung penisku sempat keluar dari vaginanya. Berkali-kali. Puluhan kali. Mungkin ratusan kali kulakukan ini.

Darkness Enhancement.

Kekuatan penuhku, kukerahkan untuk mencapai puncak kenikmatan berhubungan seks dengan Ruby.

Entah mengapa, hasratku untuk melakukan hubungan seks yang kasar terungkap ketika sedang bersenggama dengan Ruby saat ini. Tubuh mungilnya Ruby yang terlihat rapuh itu, sesungguhnya sangatlah kuat.

Hentakan terkuat penisku kini, yang seharusnya dapat merobek vagina manusia biasa, dapat diterima dengan 'ahegao', wajah yang terlihat seperti tenggelam ke dalam kawah kenikmatan yang panas berpijar.

(Silahkan googling untuk ilustrasi 'ahegao')

'Arka! Ah! Aw! Sakit! Tapi enak! Terus! Akh! Ahh! Terus! Hakk! Ah!'

'Ruby! Nagaku! Sayangku! Vaginamu! Geli! Ahh! Aku suka! Ini enak! Nikmat! Ruby! Ahh!'

Perut Ruby terguncang-guncang dengan hebat. Dua buah payudara mungil yang cantik di dadanya bergetar hebat kesana kemari akibat hentakan penisku yang kuberikan kepadanya dengan seluruh kekuatanku, dengan seluruh nafsu birahiku.

Tak berapa lama, ekspresi Ruby berubah seperti ingin meledakkan emosi yang bercampur di dadanya. Dan penisku terasa panas, geli, dan ngilu. Energi yang terkumpul di dalamnya serasa akan meledak menghancurkan seisi vagina Ruby.

'Arkaa! Vaginaku! Akhh! Terasa aneh! Lagi! Ahh! Kayak tadi! Ahh! Oh! Oh! Arka!'

'Ruby! Aku juga! Akk! Akk! Ruby! Aku mau keluar! Akk! Aku! Nggak tahan lagi!'

'Ahhk! Ahhh! Arkaa! Cepat! Arka! Kuat! Lebih kuat! Hancurkan vaginaku! Enakk! AH! AHH! AHH! AKKK! ARKAAAAAAAAAAA!!!'

'Ruby! Aku! Nggak tahan! Aku mau! Meledak! AKK! AHHHKK! KHAAAAAAAAAAHHHH!!!'

Kurasakan vagina Ruby yang lentur, licin, geli, dan nikmat itu seketika berubah menjadi keras, kasar, dan mencengkram penisku dengan sangat kuat! Ruby mencapai orgasmenya yang kedua! Dan aku juga keluar di waktu yang bersamaan dengan Ruby!

*Crooott croooott croooottt crooottt croooott crooooott crooooottt crooooottt...*

Ah! Spermaku menyembur keras ke dalam vagina Ruby! Ah! Nikmaaaat! Gila! Vagina Ruby menyedot kering seluruh spermaku!

*Crooottt croooooottt crooooott croooott croooooottt croooooottt!*

'Ugh! Ruby! Vaginamu menyedot semuanya! Aku nggak pernah ejakulasi sebanyak ini!'

'Arka... Berikan semua sari kehidupan Arka buat Ruby! Banjiri Ruby! Berikan semuanya!'

*Croooottt crooooottt croooottt crooooooottt crooooott*

'Akkkhhh... Ruby.... Ruby benar-benar menyedot habis semuanya sampai kering! Ahhhkk..........'

Ejakulasi sebanyak itu, baru kali ini kurasakan. Dari dalam vagina Ruby seperti ada magic yang memaksa penisku untuk memuntahkan seluruh sumber kehidupan yang ada di dalamnya hingga kering. Ejakulasi ternikmat yang pernah kualami!

*Crooottt croottt croott...*

Hingga akhirnya seluruh energiku terkuras habis oleh vagina Ruby. Aku terjatuh berlutut masih menggendong Ruby. Penisku masih berada di dalam vagina Ruby, sudah mulai kehilangan tegangannya. Dan sudah tidak memiliki lagi setetespun bahkan mani bening saja yang dapat dikeluarkan.

*Cupps*

Ruby mengecup bibirku yang sudah tak sanggup lagi untuk membalas kecupan. Lalu mengelus wajahku dengan lembut.

'Terimakasih, Arka. Ruby sayang Arka...'

Aku tak mampu menjawab. Pikiranku blank. Dan sepertinya aku tidak perlu menjawabnya, karena sudah kubuktikan dengan seluruh tubuhku, seluruh jiwaku, dan seluruh kekuatan magic yang kumiliki.

Beberapa detik kemudian, aku tertidur di pelukan Ruby. Lalu ketika terbangun, kepalaku sudah berada di pangkuan paha Ruby, aku tertidur di lantai. Kata Ruby, aku hanya tertidur sebentar saja. Dan kini tubuhku terasa seperti terlahir kembali. Segar bugar.

Tubuh jelmaan naga memang luar biasa. Tak terdeskripsikan dengan kata-kata.

Beberapa saat kemudian, terdengar suara dari luar.

*Ggrrrroooooonnngggg grugrugru...*

_______________________________________

Terimakasih sudah membaca! Chapter berikutnya, kita kembali melanjutkan ceritanya.

Medical Terminology..... Silahkan googling saja, saya sedang malas.