Halo.
Baca. Vote. Komen.
Gitu aja.
_______________________________________
"Waaaaaaahhh gedeeee!"
"Iya, Ruby, kapalnya gede yah..."
"Iya, segede harga tiketnya."
Tadi siang, Aesa akhirnya terbangun karena kelaparan. Syla memberikannya makanan yang sudah dibeli dari pagi, untungnya tidak basi. Gadis bertubuh kurus dan berambut hitam kebiruan itu makan dengan lahap. Dia makan banyak sekali, hingga perutnya buncit dan sejajar dengan dadanya yang masih belum ranum itu.
Kondisi mental Aesa sudah berangsur-angsur membaik. Tapi kami harus selalu mengajaknya berkomunikasi dan beraktivitas bersama, agar tidak kembali teringat traumanya. Kami mengobrol hingga sore hari, lalu bersiap untuk berangkat menuju dermaga.
Aku juga menyempatkan untuk membuat pakaian ketat dengan Darkness Creation untuk dipakai di balik pakaian biasa yang akan kami kenakan. Kupastikan teksturnya sangat nyaman dipakai dan sangat melar. Aesa juga kubuatkan 2 buah, 1 dipakai dan 1 lagi untuk stok.
Tujuannya, agar kami tetap aman seperti memakai armor walaupun penampilan kami santai. Karena, walaupun lembut dan bisa melar jika digunakan, pakaian tersebut memiliki def dan mdef yang luar biasa tinggi dalam hal menahan serangan musuh baik fisik maupun magic. Sebab, bahaya bisa mengancam kapanpun.
Untuk modelnya, kubuat seperti pakaian menyelam lengan pendek yang menutupi seluruh leher dan hanya hingga 20 cm di atas lutut. Tidak terlalu mengganggu penampilan karena mudah ditutup dengan pakaian santai. Dan, yang paling penting, mampu melindungi bagian-bagian vital dari tubuh kami.
Alasan sampingannya adalah, agar pantat dan payudara gadis-gadisku tidak bisa diumbar. Bagian-bagian itu kubuat agar tertutup rapat. Mereka tidak boleh protes. Karena aku merasa cemburu setiap kali bagian erotis mereka dilirik oleh pria-pria mesum hidung belang. Walaupun aku juga mesum, tapi kupastikan hidungku hanya 1 warna.
Aku mewajibkan mereka untuk selalu memakai itu. Bagusnya, tidak ada satupun dari empat gadis itu yang protes. Mereka memang tahu cara membuat perasaanku puas dan lega. Penampilan seksi tidak mesti membuka hampir semuanya, kan? Setidaknya itu yang ada di pikiranku.
Dan sekarang, kami sudah berada di atas kapal pesiar yang sangat besar. Ruby yang sudah berwujud 100% manusia, berteriak kegirangan sambil berlarian keliling geladak utama kapal pesiar ini. Di atas kami, adalah langit malam bertabur bintang.
Kami membeli tiket VIP untuk berlima seharga total 500 Balvaran Gold (BG). Mahal? Ya. Mampu bayar? Jelas. Kami orang kaya. Bahkan, kami bisa membayar untuk 1.000 kali perjalanan ini dan masih punya banyak uang.
Terimakasih pada Vioraze, Sang True Dragon of the Darkness. Karena setelah kami menaklukkan Undead Tower, dialah yang memberikan kami banyak sekali hadiah perhiasan dan kristal yang harganya selangit.
Penumpang VIP tempat akomodasi yang luas. Lengkap dengan perabotan selayaknya apartemen mewah 2 kamar. Setiap kamar terdapat kasur king size yang sangat empuk. Lengkap dengan bantal dan guling berisi bulu angsa...atau sejenisnya. Masing-masing kamar, ada kamar mandinya sendiri.
Posisi kamar VIP adalah di dek nomer 2 paling tinggi. Dek tertinggi merupakan kelas VVIP. Kami tidak membeli kamar VVIP karena menurutku tidak worth it. Aku punya banyak uang, tapi sebisa mungkin aku tidak mengeluarkan uang untuk yang tidak worth it.
*Boooooonnn*
Suara klakson kapal terdengar nyaring. Menandakan bahwa kapal akan mulai berlayar. Kamipun merasakan perlahan kapal ini bergerak menjauhi dermaga. Dan kami segera masuk ke kamar untuk beristirahat. Karena udara malam di atas geladak kapal juga lumayan dingin.
Informasi yang kudapat dari petugas tiket tadi, perkiraan perjalanan ini akan memakan waktu sekitar 2 bulan. Lumayan lama. Tapi tidak masalah, karena niat kami memang untuk pergi bersenang-senang.
Ada banyak hiburan di kapal ini. Dari bermacam-macam restoran dan cafe, ada pusat perbelanjaan, bar, panggung hiburan, tempat berbagai macam olahraga, dan banyak lainnya.
Sepertinya, 2 bulan ke depan tidak akan membosankan.
"K-Kak... Arkaa... Uubf!"
Aesa tiba-tiba menarik ujung bajuku sambil menutup mulutnya.
"Napa, Sa?"
"Ma--ubff... Mabok!"
"Oh..."
Di sini tidak ada obat untuk motion sickness atau mabuk karena naik kendaraan. Berarti aku harus mengingat-ingat lagi apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi gejala mabuk laut seperti ini.
"Kamu tiduran aja, telentang, merem." Kataku.
"Ubff... Ok..."
"Sini, Kakak bantu..." Ucapku sambil menuntun Aesa.
"Ciyeee 'Kakak'..." Syla menyahut sambil menunjukku dan tersenyum mengejek.
"Bangkeee... Jijik sendiri aku dengernya hahaha!"
Untuk saat ini, hanya itu yang bisa kusarankan. Sebenarnya ada beberapa tips untuk mengurangi mabuk di perjalanan baik darat, laut, maupun udara selain tidur dan menutup mata.
Kita bisa memposisikan diri berada di bagian depan atau tengah kendaraan. Untuk saat ini, sulit. Karena ini kapal pesiar. Kalau kendaraan darat seperti kereta kuda, bisa-bisa saja duduk di depan. Dan udara di luar dingin. Orang yang mabuk laut sebaiknya menghindari hawa yang terlalu dingin atau terlalu panas.
Juga bisa dicoba untuk berada di tempat terbuka, memandang jauh ke depan, atau membuka jendela. Aku memilih membuka jendela di dekat kasur tempat Aesa berbaring.
Selain melakukan hal-hal tadi, sebaiknya menghindari hal-hal seperti gerakan menoleh atau memutar leher. Hindari bau-bauan yang bisa memicu mual. Hindari alkohol. Hindari dehidrasi dengan minum air putih yang cukup.
Hindari juga membicarakan tentang mabuknya, karena bisa memperburuk gejala yang timbul. Kontrol emosi, hindari perasaan-perasaan yang negatif. Jaga tubuh supaya bisa senyaman mungkin, tetap kering, dan hangat.
Sebenarnya kalau ada obat anti mual dan anti mabuk perjalanan, bisa diminum sejak awal sebelum memulai perjalanan. Tapi, di dunia yang sekarang ini, aku belum menemukan yang seperti itu.
Itu saja yang aku ingat tentang tips terkait motion sickness. Selebihnya, hehehe, lupa. Maafkan aku yang malas belajar sewaktu masih kuliah dulu...
Malam semakin larut. Ruby dan Aesa sudah tertidur pulas. Aku, Syla, dan Ren berencana duduk-duduk di bar, menikmati alkohol, mengobrol, sambil mendengarkan live music.
***
"Rame!"
"Wahhh rame banget, Ar!"
"Banyak kaum bangsawan dan beberapa Petualang Plat Diamond di sini. Pakaian mereka keliatan banget pakaian mahal semua."
"Tumben kamu mikirin pakaian, Ar? Biasanya cuek bebek aja." Kata Syla.
"Aku nggak masalah kok walaupun pakai pakaian yang biasa aja. Karena udah terbiasa miskin hehe..." Sahut Ren.
"Bukan aku permasalahin pakaian, sebenernya. Tapi aku cuman mikir kalo yang naik kapal pesiar gini emang dari golongan menengah keatas. Nggak ada Petualang Plat Gold kebawah dan nggak ada pedagang kelas menengah kebawah di sini."
"Yuk, pesen minuman aja! Bartender! Beer!" Syla sambil mengangkat tangan kanannya.
"Aku juga!" Kataku.
"Aku cocktail aja. Bloody Mary, ya!" Ren ikut memesan minuman.
Kami pun mulai mengobrol dengan ditemani minuman yang kami pesan dan lagu-lagu santai yang dibawakan oleh sebuah band akustik. Aku juga memesan French Fries untuk cemilan. Tetapi... Baru beberapa menit kami menikmati suasana ini...
"Permisi, Nona... Perkenalkan, saya adalah Lardyn. Jika boleh tahu, siapakah nama Nona Cantik ini?"
Seorang pria muda, berusia sekitar 20 tahun, datang menyapa Syla dengan sopan. Pakaiannya terlihat jauh lebih mewah dibanding orang-orang yang ada di sini, seperti pakaian dari keluarga royal. Di belakangnya, berdiri 2 orang berbadan kekar dan besar. Sepertinya dua orang itu adalah ajudannya.
"Syla!" Jawab Syla dengan senyum ramah membalas sopan santun yang diperagakan pria tersebut.
"Nama yang indah, sesuai dengan kecantikan wajahnya... Apakah Nona Syla berkenan untuk bergabung bersama kami di meja itu?" Ucapnya masih dengan nada yang sangat sopan sambil menunjuk sebuah meja yang tampak seperti meja VVIP bagi tamu khusus.
"Terimakasih, saya tersanjung atas tawarannya, tapi saya di sini saja." Jawab Syla masih dengan senyuman ramah.
"Nona Syla... Di sana jauh lebih nyaman, pastinya. Dan saya akan menjamin, Nona Syla akan mendapatkan pelayanan prioritas pertama."
"Sekali lagi, terimakasih... Tapi saya di sini saja."
"Hey! Kurangajar kau! Kau tidak tahu siapa dengan siapa kau berbicara!?" Bentak salah satu ajudannya sambil melangkah maju mendekati Syla.
Energi dark magic sudah berkumpul di tanganku. Konsentrasi tinggi dark magic ini siap untuk menghancurkan siapapun yang berani menyentuh Syla walau hanya ujung pakaiannya. Tapi, tiba-tiba kurasakan sebuah tangan hangat menggenggam tanganku. Oh, Ren. Aku mengerti, dan mengangguk kepada Ren.
"Hentikan..." Kata laki-laki sopan yang kudengar bernama Lardyn.
Baguslah, dia tidak jadi menyentuh Syla. Energi dark magic yang sudah terkumpul di tanganku, saat ini sudah terurai kembali.
"M-maaf, Yang Mulia..." Kata ajudannya sambil melangkah mundur, menunduk.
"Ayolah, Nona Syla... Mari kita mengobrol-ngobrol di sana. Nona tidak akan menyesal, percayalah padaku..."
"Untuk yang ketiga dan terakhir kalinya... Terima kasih, tapi tidak. Saya di sini saja."
"Kenapa sulit sekali mengajak Nona Syla... Ayo, kita semua naik kapal ini untuk bersenang-senang, bukan?"
Aku sudah tidak mood untuk berada di sini lagi. Orang-orang ini sungguh merusak mood-ku.
"Yok, Syl. Kita balik ke kamar."
"Okaaay!" Jawab Syla dengan wajah ceria menghadapku.
Aku sudah membayar pesanan kami. Kami pun langsung beranjak untuk pergi dari bar ini, membelakangi mereka.
"Oh! Jadi Nona Syla bersama lelaki itu? Apa bagusnya lelaki miskin itu? Lebih baik bersamaku! Aku adalah Pangeran dari Kerajaan Sundoria!"
Lelaki itu berteriak meluapkan emosi yang sepertinya sudah ditahan dari tadi. Mendengar itu, Syla berhenti berjalan dan menoleh ke belakang tanpa membalikkan badannya.
"Saya tidak peduli siapa anda. Mau anda pangeran, raja, ataupun sampah... Lelaki di samping saya ini masih jauh lebih baik daripada anda." Syla menyatakan dengan senyum manis yang ramah kepada Lardyn, tapi ucapan Syla telah mencabik-cabik hatinya dan harga dirinya.
"Kau--! Wanita jalang!"
Hoit! Kau sudah menekan tombol terlarang!
*Whuusss*
Dengan cepat, aku melompat dan mendarat tepat di depan Lardyn.
"Kau bilang apa tadi?" Tanyaku, amarah sudah membuat ubun-ubunku berasap.
"K-Kau berani padaku!? Sana bawa saja wanita jal-- khekkk!"
Aku mencekiknya sebelum dia bisa menyelesaikan cacian dari mulut nistanya kepada Syla.
"Lepaskan tanganmu dari Yang Mulia! Heyah!" Bentak seorang ajudannya sambil mengayunkan kepalan tangannya kepada wajahku dari sisi kiriku.
"Tak tahu diri! Hahh!" Bentak ajudan kedua sambil berusaha menendang sisi kanan badanku.
*Pletrak bletrak*
Tangan kiriku yang bebas, menyambut kepalan tangannya dengan pukulan juga. Kaki kananku, menendang tulang kering kaki ajudan satu lagi sebelum tendangannya mengenaiku. Dan kudengar ada suara seperti tulang-tulang yang patah dari mereka.
"Haaaaakk!"
"Aaaaakkk!"
Mereka menjerit kesakitan. Mampus.
Gerakan mereka sangat lambat di penglihatanku. Dengan Agi dan Str milikku yang tinggi, aku dapat dengan mudah menginterupsi serangan mereka sekaligus melancarkan serangan balasan yang sedikit sakit. Semua gerakanku tidak dapat terlihat oleh mata mereka karena terlalu cepat bagi mereka.
"He? He? Ke-kenapa kalian!? Kau!!" Lardyn kebingungan.
"Kau. Kudengar kau adalah seorang Pangeran dari sebuah kerajaan yang tak kukenal. Sekarang dengarkan ak--"
"Diam kau! Kau akan menyesa--khekkk!"
Kutambah kekuatan cekikan tanganku terhadap lehernya.
"Kubilang, dengarkan aku! Aku tidak peduli kau siapa. Aku tidak peduli dengan apapun yang kau lakukan. Tapi jika kau berani menyentuhkan tanganmu kepada wanitaku atau merendahkan wanitaku... Aku tak peduli walaupun aku harus membumihanguskan istanamu dan seisinya untuk memberimu pelajaran. Sekarang, aku beri kau kesempatan untuk meminta maaf kepad-- eh?"
Lardyn pingsan. Dia pingsan sebelum aku sempat menyelesaikan kata-kataku. Ah, ini salahku. Aku mencekiknya terlalu keras. Aku lupa kalau dia hanya manusia biasa yang rapuh.
*Breg*
Kujatuhkan Lardyn di lantai. Lalu kulihat sekitarku. Semua orang seperti terhipnotis melihat ke arahku dengan ekspresi takut. Tapi bukan itu yang ingin kulihat. Yang kuperhatikan adalah perabotan di sekitar kami, apakah ada yang rusak? Karena aku akan mengganti kerusakannya jika ada. Tapi, ternyata tidak ada.
"Yuk, Syl, Ren. Cao."
"Okay, sayang!"
"Baiklah... Hihi..."
Kami pergi meninggalkan bar. Samar-samar kudengar dua ajudannya merintih kesakitan sambil mengkhawatirkan pangeran mereka. Bukan urusanku. Salah dia sendiri mengajak ribut dengan kami.
"Arka..." Syla memanggil namaku.
"Ha?"
"Makasih ya..."
"Haha... Tadi itu aku kesel aja. Udah kutahan-tahan itu. Hampir kubunuh tadi. Untung Ren nahan aku."
"Hehe... Makasih juga ya, Ren..."
"Iya, Syla..." Jawab Ren tersenyum.
Karena Ren menggenggam tanganku tadi, aku jadi bisa menahan emosiku untuk tidak meledak. Aku jadi berpikir, efek buruk apa yang bisa timbul jika aku membunuh seorang Pangeran dari Kerajaan yang belum kuketahui. Aku bisa memicu perang. Perang itu merepotkan. Aku tidak suka direpotkan.
Selain itu, jika di jajaran tentara kerajaan itu ada orang yang sekuat diriku atau lebih kuat, malah bisa membahayakan kami semua. Untung ada Ren.
"Ar, kayaknya di geladak utama ada yang menjual minuman, tuh!"
"Eh, boleh, deh! Daripada balik ke kamar, masih terlalu sore."
Akhirnya, malam itu kami mengobrol bertiga di geladak utama sambil menikmati angin malam dan indahnya bulan bintang, dihangatkan oleh susu panas yang kami minum.
***
"Berhenti! Hahaha!"
"Satu pertanyaan simple, harta atau nyawa!?"
Segerombolan perampok di perbatasan Kerajaan Balvara dan Kerajaan Elysium, akhir-akhir ini sering meresahkan para Merchant yang melintasi jalur tersebut. Mereka akan mencegat kereta barang dan merampoknya. Bahkan tidak jarang terjadi pembunuhan.
Jumlah mereka tidak sedikit. Faktanya malah menunjukkan jumlah mereka semakin hari semakin bertambah. Bahkan saat ini terlihat sekitar 40 dari mereka sudah berpencar mengepung konvoi 3 buah kereta barang yang dijaga oleh belasan tentara sewaan.
Kedua belah pihak kerajaan sudah berkali-kali mengupayakan pemberantasan para perampok tersebut. Namun, mereka begitu licin seperti belut dan bisa tiba-tiba menghilang seperti bayangan di kegelapan.
Pergerakan dan strategi perampokan mereka sangat sistematis. Hampir tidak ada kendaraan yang selamat tanpa kehilangan semua harta benda mereka. Seperti mereka memiliki sebuah otak ahli strategi di balik organisasi mereka.
Kali ini, konvoi 3 kereta barang besar yang menjadi sasaran mereka. Mereka mengerahkan seluruh personil untuk mendapatkan mangsanya kali ini. Karena mereka tahu persis, apa yang ada di dalam kereta barang tersebut.
Dan pertempuran pun sudah tak terelakkan lagi.
***BERSAMBUNG...***
_______________________________________
Nama penting di chapter ini :
- Lardyn, Pangeran Kedua Kerajaan Sundoria, Benua Zegga