webnovel

Sistem Level

Ia bercerita, sebagian kekuatan Tirta yang ia dapatkan dari dunia tersebut juga memberikan ingatan tentang apa yang terjadi di dunia itu. Jadinya ia tahu beberapa hal yang ada di dunia sebelumnya. Kekuatannya seperti pinjaman, jadi itu tidak akan permanen.

Sudah beberapa hari sejak kami keluar dari dunia itu dan aku cukup banyak memiliki pekerjaan disini, kutawarkan diri untuk ikut merawat kastil ini, jadinya aku tak menjadi beban baginya. Namun seperti dugaanku sebelumnya, hal ini nyatanya lebih berat dari yang kuterka. Pekerjaan yang seharusnya minimal dilakukan oleh 3 orang pelayan harus kukerjakan sendiri.

"Sial, aku tak boleh mengeluh!"

Pekerjaanku hanya membersihkan istana saja, karena aku sudah bilang padanya, aku tak mungkin berbalik meminta keringanan. Ku sandarkan sejenak diriku di dinding istana dan menaruh sapu di lantai untuk sejenak beristirahat. Ada positifnya, bekerja seperti ini membuat ototku menjadi terlatih karena di duniaku sebelumnya aku lebih sering melakukan aktifitas dengan PC maupun HP saja. Target pertamaku memang melatih stamina dulu, agar setidaknya di dunia seperti ini aku bisa memiliki sedikit kelincahan karena hanya memakai otak saja tidak akan cukup.

"Kau kelelahan?" ucap Tirta yang tiba-tiba sudah berada di hadapanku memakai gaun sederhana dan rambut yang ia gerai sampai sebahu.

"Tentu saja."

"Keras kepala sekali, sudah kubilang kau tidak bisa sepertiku."

"Siapa juga yang mau jadi sepertimu, aku hanya ingin-"

Drrr!!

Terdengar suara dari arah barat disertai dengan getaran gempa kecil, suara itu menimbulkan gema dari arah yang berlawanan kemudian berhenti.

"Suara apa itu?"

"Abaikan saja."

Ia tak mau menjawabnya, mungkin itu aktifitas tektonik tanah atau yang lainnya. Tirta kemudian mengangkat tangannya, seketika angin lembut menyapu bersih lantai dan dinding yang masih kotor. Jadinya malah ia yang membersihkannya.

"Kenapa jadi dirimu yang membersihkannya?"

"Karena kau terlihat kelelahan dan aku ingin menunjukkan sesuatu, Ikutlah denganku."

Ia cukup tak sabaran dengan pekerjaanku, memang sudah perjanjiannya, jika pekerjaan yang kulakukan terlalu lama, ia akan mengambil alihnya, setelah itu aku otomatis mengikutinya.

**

"Disini."

Ia mengambil sebuah barang dalam lemari. Di ruangan ini banyak sekali barang-barang yang cukup aneh. Jadi aku penasaran dengan kegunaan tiap masing-masing benda.

"Pakailah sarung tangan ini."

Aku tidak mengerti kegunaannya, jadi aku menurut saja. Nampak dilihat darimanapun ini seperti sarung tangan biasa. Tapi, ini hanya sebelah saja.

"Baiklah genggam dan rentangkan jarimu sebanyak 3 kali."

"Begini?"

Aku terkejut ketika muncul sebuah layar yang memampangkan status.

"Apa ini?"

"Sebuah status, alat ini bisa mendeteksi kekuatan, kondisi, beserta peralatan tempur yang kamu bawa."

Ada namaku, terdapat keterangan ras manusia. Dan bawahnya lagi aku melihat levelku sangat mengecewakan.

"Kenapa levelku 0,5? bukan level 1 atau memang ini salah tulis kalau sebenarnya levelku 5?" tanyaku padanya. Agak sedikit aneh melihat seluruh status dari diriku.

"Jangan terlalu berharap memang hanya itu levelmu?"

"Rendah sekali, ini memang dunia lain, tapi kenapa levelnya begini?"

Dan lagi aku harus menggunakan sarung tangan untuk mengeceknya, setidaknya aku mungkin bisa lebih termotivasi berlatih dengan alat pengukur ini, mirip cerita-cerita dunia lain saja. Hanya saja, cerita dunia lain biasanya langsung muncul dari diri tokoh utama, dan biasanya mereka sangat overpower, berbeda denganku.

"0.1 sampai dengan 1 sama dengan ukuran manusia normal. Dan rata-rata manusia seusiamu kekuatannya 0.7, jadi kau masih cukup lemah bahkan untuk seukuran manusia."

Aku mengerti, karena pekerjaan kantoran membuatku harus bekerja di depan komputer seharian dan jarang berolahraga pastinya tenagaku pun cukup lemah.

"Lalu bagaimana dengan levelmu?"

"Kau penasaran?"

"Ya."

Ia meminta sarung tangan yang aku pakai kemudian ia memakainya di tangan kiri, jumlah yang pasti tidak akan bisa kucapai. Angkanya menunjukkan level 150.

"Sebesar itu?"

"Iya, tapi level hanya meliputi kekuatan fisik, yang paling penting adalah keterangan di bawah, total powernya."

Lebih kaget lagi, totalnya sebesar 1 juta untuk ukuran gadis sepertinya.

"Apa memang totalnya sebesar itu?"

"Ya, tentu saja, ini kuberikan lagi padamu. Kau boleh memilikinya."

"Bagaimana cara mendapatkan kekuatan sebesar itu?"

Ia menyuruhku memakainya lagi, saat aku melihat total kekuatan yang kumiliki hanya 0.6, hanya naik sampai 0.1 saja dari kekuatan fisik, perbedaanku dengannya terlalu mencolok, jika saja aku sekali membuatnya marah, mungkin aku tidak akan selamat olehnya.

"Jangan murung seperti itu, pegang ini."

Ia menyuruhku mengambil sebuah senjata tongkat, total kekuatannya naik menjadi 0.8 naik sedikit lebih besar dari sebelumnya.

"Hanya naik sedikit."

"Lebih baik bukan?"

Aku sedikit mengerti sekarang, senjata juga berpengaruh penting, tapi bagaimana Tirta bisa memiliki kekuatan sebesar itu.

"Tidak sebesar dirimu."

"Latih saja fisikmu, nanti akan kuberitahu lebih rinci mengenai penambahan kekuatannya."

Pelit sekali, tapi ini lebih baik. Mungkin ia berusaha melakukan itu agar aku tak terlalu bergantung padanya. Setelah agak lama kami bercakap-cakap aku kembali ke ruanganku, dengan ini aku akan melatih fisikku lebih keras untuk membentuk otot tubuhku lebih kuat beserta staminaku agar cukup setidaknya untuk membantunya dalam kegiatan sehari-hari. Level 0.5 jika aku berlatih 2 minggu penuh kurasa levelku bisa naik ke level 1. Ia bilang selama sebulan penuh tidak akan keluar dari istana ini karena ingin mencoba beberapa hal terlebih dahulu membiasakan kemampuannya. Jadi aku tidak akan menyianyiakan kesempatan ini.

***

2 minggu akhirnya berlalu, aku sudah lumayan terbiasa dengan kegiatan sehari-hari. Dengan metode latihan yang tepat sesuai tutorial video yang pernah ku download di internet akhirnya bisa mendapatkan latihan yang tepat ototku sudah lumayan terbentuk, tubuhku juga sudah lumayan lentur, dan sedikit memperlincah gerakanku. Tapi sangat disayangkan, levelku hanya naik sampai 0.7. Itu bahkan tidak sampai level 1.

Aku menghentikan push up yang ku lakukan pagi ini sejenak dan mengeceknya kembali, tidak ada perubahan signifikan.

"Apa kau sudah selesai dari latihanmu?"

Aku sedikit kaget ketika dia tiba-tiba muncul di depan pintu tanpa mengetuk terlebih dahulu. "Kau mengagetkanku saja."

Kebiasaannya itu memang sedikit berbahaya, bisa saja ketika aku berganti baju ia mengamatiku. Tapi, sudahlah itu tidak penting. Yang jelas aku ingin lebih kuat agar berguna baginya.

"Jika seperti itu, kau takkan berkembang banyak, dan itu tidak akan membantu," ucapnya.

"Jadi aku harus bagaimana? Apa ada hal lain yang bisa meningkatkan kemampuanku?"

Ia kemudian tersenyum sembari memberikan kode untuk mengikutinya lagi, Ia membawaku kembali ke sebuah tempat yang asing di bawah tanah pada jalur yang berbeda dari sebelumnya memang ruang bawah tanah ini benar-benar luas, aku baru tahu ada pintu-pintu rahasia di sekitar sini. Jika aku dibiarkan di tempat ini sendirian sudah pasti tersesat.

**

"Kita akan lakukan praktek."

Tibalah di sebuah ruangan yang sedikit berisik seperti suara seekor monster setelah Tirta membukannya itu mirip seperti goblin, namun goblin tersebut di rantai.

"Jangan-jangan kau menyuruhku?"

"Ya, membunuh goblin itu."

Ini pertama kalinya aku melihat goblin gerakannya lebih liar dari yang kuduga dan lebih menyeramkan. Tidak seperti di film yang pernah ku tonton. Sejujurnya aku takut, bahkan dalam dunia lamaku, aku hanya pernah membunuh ular sebanyak 3 kali, itupun dengan pikiran yang sudah panik sehingga stamina terkuras terlebih dahulu.

"Kau mau minta senjata apa?" tanya Tirta.

Seharusnya aku menolaknya, tapi jujur selama 2 minggu ini aku berpikir sepertinya aku memang tertarik dengan Tirta dan kehidupannya. Bisa dibilang kharismanya berbeda setelah ia mengenalkan hidupnya. Aku juga tak dapat menarik kata-kataku sebelumnya.

"Kalau bisa, aku meminta tongkat dan sarung tangan saja."

"Hmm, apa kau tak terlalu meremehkannya?"

"Bukan begitu, jika aku meminta pistol aku tak dapat memakainya, sementara pedangpun aku juga tak terbiasa dan mungkin bisa melukai diriku sendiri."

"Alasan yang bagus, baiklah akan kubuatkan tongkat yang ringan dan sulit dipatahkan."