Beberapa orang mungkin saat ini sedang memperjuangkan sesuatu. Beberapa lagi sedang dalam masa akhir hidupnya. Ada juga yang bersenang-senang, sebagian lagi mungkin sedang merenungkan hidupnya, sepertiku.
Meski hidupku penuh kenyamanan untuk saat ini, tapi ini hanya untuk sesaat saja. Aku sekarang adalah seorang pengangguran yang jadi korban dari pemecatan perusahaan beberapa hari lalu. Tentu saja masih ada uang tabungan untuk beberapa bulan, tapi krisis utamanya bukanlah soal uang namun kepercayaan. Harusnya sejak awal aku membangun relasi dengan orang-orang. Tidak hanya fokus melakukan pekerjaan saja.
Membangun kepercayaan memanglah sulit. Seperti sekarang pun aku kadang tak percaya apakah aku akan mampu melewati masa-masa sulit seperti sekarang ini. Sejenak aku memejamkan mata dan memandang kipas angin di langit-langit apartemen. Aku perlu melakukan langkah lain, tidak bisa berdiam tempat disini saja dan hanya menunggu panggilan kerja di perusahaan lain.
***
Pagi-pagi aku mengemasi barang-barang lalu segera keluar dari apartemen. Tujuan perjalanan berikutnya adalah pulang ke kampung halaman, mungkin aku bisa mendapatkan pandangan baru disana, walaupun tidak yakin dengan situasi di rumah saat ini.
Melihat pemandangan kota terkadang terlalu sesak. Udara pagi masih serasa dingin namun polutan udara sudah berterbangan kesana-kemari. Membuatku harus memakai jaket tebal dan dobel masker, sekaligus kacamata hitam karena cahaya yang dipantulkan dari kaca gedung-gedung sekitar terkadang terlalu silau. Aku terus berjalan menenteng tas beserta koper besar kemudian duduk di sebuah halte menunggu bus datang. Menunggu benar-benar hal yang membosankan.
"Tolonglah, adikku ..."
Saat aku masih berada dalam lamunan pagi tiba-tiba terdengar suara samar yang masuk ke gendang telingaku, ku toleh ke arah kanan kiri, tidak ada siapapun yang terlihat sedang memanggil. Mungkin hanya perasaanku saja, karena aku masih setengah mengantuk.
"Tolong selamatkan!"
Suara itu terdengar kembali lebih keras dari sebelumnya, inginnya aku abaikan saja tapi rasa penasaranku mengalahkannya. Suaranya terdengar dari arah samping kanan agak jauh, aku berjalan menuju ke arah bangunan yang belum jadi, lalu sampai melewati gang sempit mencari sumber suara namun tidak ada siapapun.
Tiba-tiba terasa anomali yang mendistorsi ruang dan waktu, tubuhku sedikit lebih berat lalu pemandangan berubah menjadi cukup mencekam. Langit berwarna merah, tekstur tanah yang kasar dan berwarna hitam menjadi pemandangan yang mendominasi di sekitarku, aneh sekaligus mengagetkan.
Badanku berkeringat, napasku sedikit tercekat. Dengan langkah gontai aku berlari sampai kemudian aku menemukan seseorang yang terkapar di tanah, ia memiliki telinga mirip seekor kucing, tapi lupakan soal kucing ia seorang gadis yang terluka cukup parah di hadapannya ada seekor monster besar yang tubuhnya sepertinya tercabik-cabik dan hancur.
Aku segera mendekat ke arahnya untuk memeriksa keadaan. Napasnya terdengar tersengal, "Hei, kau tidak apa-apa?" tanpa pikir panjang aku berusaha untuk membantunya. Dari sorot matanya sepertinya ia juga mengharapkan hal itu.
"Jan-ngan! Gendong saja aku, Aghh-"
Aku mencoba untuk mambantunya berdiri dan membopongnya tapi sepertinya ia mengalami luka cukup parah, jadi aku menuruti perkataannya. Agak berat tapi aku sudah berhasil menggendongnya dari depan. Tapi, sekarang aku bingung harus kemana, aku masih merasa panik dengan situasi sekarang ini, otakku kesulitan untuk menentukan keputusan yang tepat akan kemana karena sejauh mata memandang tidak ada tempat untuk berlindung. Menolongnya pun juga refleks dari kehendak alam bawah sadarku.
"Lurus saja," ucapnya lirih.
Aku mencoba percaya dengan kata-katanya, aku terus berjalan meninggalkan bangkai monster tersebut setelah beberapa meter aku seperti menembus sesuatu, sebuah ruangan kastil yang pemandangannya jauh berbeda dari sebelumnya. Tempat yang indah dipenuhi dengan pepohonan yang rindang, aku segera memasuki ruangan kastil dan dengan petunjuknya sampailah di sebuah kamar yang sepertinya digunakan untuk pengobatan. Aku membaringkannya ke sebuah kasur. Aku butuh sesuatu untuk mengobatinya. Tiba-tiba ia menarik bajuku lalu menyuruhku untuk mengambil sebuah minuman yang berada di atas meja tersimpan pada sebuah botol kecil yang wadahnya terbuat dari kaca. Aku mengambilkannya kemudian ia meminumnya secara ajaib luka-lukanya perlahan sembuh setelah meminum itu. Namun tubuhnya masih kelihatan lemah, ia memaksakan diri untuk duduk aku membantunya untuk menyandarkan dirinya ke tembok di tepi kasur.
"Terimakasih sebelumnya," Ucapnya dengan nada yang cukup pelan.
"Tidak apa-apa, aku hanya kebetulan lewat."
Ia tak nampak kaget ataupun heran ketika orang asing sepertiku berusaha menolongnya. Kalau dilihat gadis ini cukup unik memiliki bola mata berwarna biru cerah, rambutnya terlihat putih keperakan, dari dekat terlihat cukup anggun dan telinganya yang berbentuk kucing itu seperti punya sisi keimutan tersendiri.
"Kau melihat apa?" tanyanya sembari memiringkan kepala.
"Oh, bukan apa-apa."
Tanpa sadar aku terlalu terpana olehnya sehingga ia sedikit menyadari pandanganku yang terlalu fokus memperhatikannya. Bagaimana tidak, karena seumur hidupku baru kali ini melihat gadis sepertinya lalu tak kalah herannya luka-lukanya sembuh seketika setelah meminum cairan itu.
"Apa kau baik-baik saja?" tanyaku padanya.
"Iya, aku baik-baik saja."
Tiba-tiba saja ia berdiri, aku rasa luka-lukanya sudah benar-benar sembuh. Itu seperti air yang cukup mujarab untuk menyembuhkan luka-luka fatal.
"Untuk memastikan saja, apa ada seseorang yang memanggilmu? Sebelum kau datang kemari?"
"Jadi orang itu adalah dirimu?!"
"Yang memanggilmu, itu adalah Kakakku."
"Jadi dimana Kakakmu?"
"Dia sudah mati."
"Ah, maaf."
"Tidak apa-apa."
Serasa tidak mengenakkan aku menanyai itu, namun ternyata ia sudah tahu soal kedatanganku kemari pantas saja ia tak heran, seperti sebuah film dimana seseorang akan dipanggil dari dunia lain, tak kusangka aku akan mengalami ini yang benar-benar diluar akal sehat aku mencoba mencubit dan menepuk pipiku untuk memastikan bahwa ini bukan mimpi, rasanya sakit jadi ini bukan mimpi.
"Kau mungkin masih bingung tempat ini, jadi untuk sekarang biar kujelaskan."
**
Singkatnya dulu dunia ini sangatlah damai, namun itu tak berlangsung lama sampai serangan iblis terjadi. Bagai neraka, pembantaian dimana-mana. Bahkan pemanggilan pahlawan pun tidak berguna hingga yang selamat menjadi tawanan sekaligus mainan bagi para iblis.
"Aku dulunya adalah seorang putri kerajaan, tapi lupakan itu hanya tersisa aku seorang disini."
Kalau dipikir-pikir nasibnya bahkan lebih buruk dariku. Tinggal di tempat ini sendirian pasti sangatlah sulit.
"Mengenai pemanggilanmu, itu adalah pemanggilan berulang. Siapa saja bisa kesini. Jadi jangan harap dirimu adalah seorang pahlawan. Kau tidak memiliki kekuatan super apapun."
"Bukannya aku sudah menolongmu?"
"Itu benar, tapi kau seharusnya tidak berada disini."
"Kenapa?"
"Apa kau pikir dengan menyelamatkan seseorang yang baru kau kenal lantas kau akan diberi hadiah?"
Kata-katanya terdengar menyedihkan, tapi dengan raut wajah seperti itu mau bagaimanapun orangnya aku akan tetap merasa iba, ia diam setelahnya lalu langsung mengalihkan pembicaraan soal tempat tinggal sementaraku.
**
Ia kemudian menyuruhku menginap di tempat ini, sampai ia dapat menemukan cara mengembalikanku ke dunia asalku. Mungkin butuh beberapa hari untuk melakukan itu. Tapi perasaan apa ini, aku seolah tak ingin meninggalkannya begitu saja.
"Bagaimana denganmu?"
"Aku akan tetap disini, sebagai seorang ratu atau putri di dunia ini, aku tidak bisa meninggalkan rakyatku begitu saja," ucapnya sembari menata beberapa barang di ruangan ini.
"Bagaimana jika aku membantumu."
"Itu tidak mungkin. Kau tidak mungkin memiliki kesempatan untuk itu."
"Apa kau tidak percaya denganku? Jangan menyerah, mungkin saja-"
"Kau tidak akan selamat! Memangnya kau tahu berapa orang yang sudah kupercayai dan berakhir mengenaskan disini?"
Suaranya meninggi namun matanya berkaca lalu memalingkan wajahnya dariku. Harusnya aku tidak berkata begitu, terlebih ia baru saja pulih dari lukanya. Aku sendiri belum tahu betul bagaimana situasi di dunia ini.
"Lupakan saja, aku mau istirahat."
Ia beranjak kembali ke kasur lalu menutupi dirinya dengan selimut, mengabaikan keberadaanku di depannya. Entah, malah jadi canggung seperti ini padahal baru saja aku menemuinya.
"Kalau begitu, aku ingin berkeliling sebentar."
**
Ia diam saja, aku anggap ia mengijinkanku mengelilingi istana ini. Setelah keluar dari ruangan tersebut aku melihat-lihat tempat sekitar, beberapa kulihat perkebunan yang cukup luas di luar istana berisi sayuran dan buah-buahan yang cukup bervariasi. Aku kemudian berjalanan memutari istana yang cukup luas, terdapat tempat yang terlihat modern seperti peternakan ayam dan juga sebuah tanaman obat-obatan. Di atas pun langitnya berwarna biru cerah, entah kenapa sangat berbeda sekali dengan tempat saat pertama kali aku terlempar kesini. Tempat ini seperti sebuah dimensi dunia yang berbeda dengan tempat sebelumnya.
Oh iya, hampir lupa soal barang-barangku yang tertinggal disana, aku segera berlari menuju pembatas istana ini, hanya terlihat warna biru seperti air. Banyak barang-barang yang kutinggalkan disana saat berusaha menolong gadis tersebut. Tentunya aku sedikit ragu, tapi karena terdapat barang yang cukup penting jadi aku nekad untuk keluar dari perbatasan istana.
**
Pemandangan berubah menjadi tempat sebelumnya, padang pasir dengan awan merahnya, aku segera berlari dan menuju tempat sebelumnya, sangat beruntung aku bisa menemukan tasku, kemudian mengambilnya lalu bergegas kembali menuju istana. Sejenak kulihat bangkai monster yang mirip serigala besar berkepala tiga tersebut sudah tidak ada, aneh sekali seharusnya dengan tubuh yang tercerai berai sebelumnya tak mungkin tiba-tiba bangkai tersebut hilang.
Yang benar saja tiba-tiba dari depan langsung terlihat serigala tersebut yang sudah pulih dari luka-lukanya, aku terlambat menyadarinya, tak sanggup mengelak ia langsung melompat cukup cepat namun kemudian terlihat tendangan kuat yang mengarah ke serigala tersebut.
Bak!!
Tendangan dari gadis yang kuselamatkan sebelumnya membuat serigala itu terlempar cukup jauh.
"Belum juga sejam aku istirahat, kau sudah berkeliaran sampai kemari, apa kau bodoh?"
"Terimakasih, kau sudah menyelamatkanku."
Hampir saja aku menemui sangat pencipta, tapi maklumlah namanya juga kehidupan yang pindah genre dari slice of life ke dalam genre action fantasy mana bisa aku tiba-tiba terbiasa dan punya kekuatan super seperti tokoh utama dalam sebuah cerita. Bodohnya aku yang bilang akan membantunya sebelumnya.
"Kalau begitu, cepat kembali ke penghalang, aku akan melawannya."
Aku langsung berlari lalu muncul tekanan angin yang cukup kuat hingga membuatku hampir terhempas, aku sudah dekat dengan penghalang. Karena aku penasaran. Jadi aku menontonnya dari kejauhan dengan berlindung dari bebatuan. Gadis itu menciptakan busur panah dari telapak tangannya dengan bentuk yang cukup estetik dan serasa seperti senjata panah modern. Serigala itu mencoba menyerangnya dengan ekor yang bercabang lalu berubah menjadi banyak ular. Gadis itu menghindarinya seperti menari dengan angin gerakannya terlihat indah.
Ia kemudian menciptakan anak panah dari tangannya, sesaat setelahnya menembakkan anah panah itu ke arah langit hingga kemudian pilar es yang ujungnya cukup tajam menghujami serigala tersebut menimbulkan getaran gempa sampai area tempatku berpijak. Pilar es itu menembus tubuh serigala hingga geraknya terbatasi, namun tak berapa serigala itu menghancurkan pilar es kemudian melakukan pemulihan.
Gadis itu kembali menciptakan anak panah, lalu dari anak panah itu muncul api yang berkobar, saat ia melesatkannya, anak panah itu terbagi menjadi 4 juru serangan yang berbeda, membuka portal di berbagai sudut sehingga yang keluarlah anak panah lain menghantam serigala itu membuat ledakan beruntun yang cukup kuat.
Getaran tanah dan hembusan angin cukup kuat hingga membuatku yang bersembunyi dibalik batu terhempas karenanya hingga masuk ke dalam penghalang.
*****